Cranes

110 17 14
                                    


Now playing :
Acha Septriasa ft Irwansyah - My heart
Banda Neira ft Gardika Gigih - Sampai jadi debu.

"Karena Nafas yang menyatukan kita, maka maut  yang berhak memisahkan kita."

• A Thousand Cranes •

Mika menatap seisi ruangan. Cewek itu melirik lipatan kertas origami berbentuk bangau yang nyaris menjadi lautan dan bisa membenamkan dirinya kelak.

Senyum bahagia tak pernah pudar dari bibir mungilnya.

Ketika dia mengulurkan tangan dari atas brangkar, Mika dapat merasakan lipatan origami itu benar-benar menenggelamkan tangan nya.

Filosofi seribu bangau.

Di Jepang, filosofi ini di percaya; Jika kamu berhasil membuat origami seribu bangau, maka harapan mu akan terkabul.

Dan Mika percaya itu.

Senyumnya pudar tatkala mengingat jumlah lipatan origami yang ia hasilkan hanya mencapai sembilan ratus sembilan puluh lima, lima lipatan origami lagi yang ia butuhkan agar mencapai seribu.

Sayang sekali, Mika tidak bisa mampir barang sejenak untuk membeli kertas origaminya yang telah habis, Karena tangan nya terpaku oleh infus. Sementara detak jantungnya di pantau oleh alat elektrokardiograf secara berkala.

"Mika Aquilla."

Mika otomotis menarik tangan nya, mengangkat wajah menatap sosok yang menyerukan namanya.

Seorang dokter, yaitu lelaki paruh baya yang di iringi dengan suster di belakang nya, mereka dengan susah payah menyingkirkan lautan lipatan origami berbentuk bangau agar mendapat celah untuk berdiri di samping brangkar Mika.

"Halo Mika, Apa kabar ?"

Mika terdiam, cewek itu menatap dokter baru yang setiap hari selalu melemparkan pertanyaan yang sama dengan dokter lainnya. Dan kali ini respon Mika juga sama. "seperti biasanya, Dok."

Lelaki berjas putih itu mengangguk lalu nampak berdiskusi sejenak dengan suster di samping nya. "Orang tua kamu di mana? Ada yang perlu kami bicarakan."

Mika menundukkan kepalanya dalam-dalam. "orangtua?" Suaranya terdengar miris. "Saya gak tahu," Sahutnya lagi lirih, tanpa mau melihat dokter dan suster yang pasti melemparkan tatapan bingung padanya.

"Mika," bujuk sang dokter sekali lagi.

Mika hanya melongoskan wajah acuh tak acuh. "saya gak punya orang tua."

"Wali?"

"Wali saya sibuk."

Sadar bahwa Mika tidak akan memberi pernyataan lebih, Dokter itu hanya menghela nafas ringan. "Tolong hubungi nomor yang tertera pada data pasien," Titahnya pada suster, yang langsung di respon sebuah anggukan.

Mika bersidekap menatap sengit kedua orang itu.

"Baiklah Mika, Saya undur diri dulu," Pamit sang dokter. Lalu mereka lagi-lagi harus menyingkirkan lautan lipatan origami itu untuk sampai ke pintu.

Pintu tertutup.

Sepi, Mika melepas paksa alat Ekg yang melekat pada tubuhnya. Cewek dengan mata sehitam onyx itu bangkit dari brangkarnya sembari menjinjing kantung infus.

Mika sudah bosan berbulan-bulan menginap di ruang serba putih ini. Dirinya jenuh di beri motivasi yang ia yakini tidak ada artinya.

Dokter dan suster itu hanya membual meyakini bahwa Mika pasti bisa berjuang melawan kanker leukimia. Nyatanya kondisi Mika makin hari makin memburuk.

A Thousand Cranes [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang