Part 1 - George

35.8K 2.1K 29
                                    

Sudah lebih dari dua puluh tahun berlalu sejak terakhir kali George Blake menginjakkan kakinya di Mansion of Torrington. Dengan tatapan muramnya, ia mulai melihat sekeliling dan menemukan mansion megah dengan batu kokoh berwarna kelabu yang terkesan dingin. Terakhir kali George kemari ketika ia berusia sepuluh tahun dan sejak saat itu, ia benar-benar alergi dengan tempat itu. Tempat yang menurutnya seperti penjara raksasa untuk siapa pun yang tinggal di dalamnya.

George menghela napas panjangnya sekali lagi sebelum benar-benar memasuki pintu gerbang kediaman keluarga Torrington. Setelah dua tahun terus menerus bibinya, Duchess of Berrow, tiada lelahnya mengejar George untuk segera mengemban kewajibannya sebagai Earl of Torrington yang baru, kali ini ia akhirnya menyerah. George sudah terlalu lelah menghadapi kecaman, ancaman, bahkan teror yang mungkin bibinya akan tingkatkan lagi frekuensinya jika ia tidak kunjung menuruti apapun perintah bibinya.

Yang perlu ia lakukan adalah menghadiri beberapa pesta dansa para bangsawan untuk menunjukkan diri bahwa ia adalah Earl of Torrington, dan kemudian para gadis lajang pasti akan mendekatinya. Kemudian, seperti lalat yang tertarik pada buah, cepat atau lambat para ibu dari gadis-gadis lajang maupun para janda akan berbondong-bondong mendekatinya. Berusaha untuk dapat menjeratnya. Tentu saja dengan gelar baru George dan kekayaan dadakan yang diterima George, dirinya pasti akan dengan mudahnya mendapat gelar bujangan paling diminati di season kali ini.

George bergidik ngeri. Tapi jelas, ia tidak bisa menghindar lagi.

Usianya sudah tiga puluh tahun sekarang. Dan dalam pandangan sang bibi jelas sudah waktunya George meninggalkan kehidupan selibatnya untuk kemudian serius dalam berumah tangga. Tapi satu hal yang tidak bibinya ketahui mengenai keponakannya itu, bahwa George sama sekali tidak tertarik dengan kehidupan berumah tangga. Namun, jika hal tersebut bisa menjauhkan tangan usil sang bibi dari hidupnya, maka George dengan senang hati akan melakukannya.

Lagi pula, banyak bangsawan yang menikah hanya demi memperoleh keturunannya dan setelah itu tak jarang mereka memiliki afair dengan orang lain. George mencebik muram mengingat hal tersebut. Hal tersebut memang bukan isapan jempol belaka. Bahkan bisa dikatakan bahwa sikap antipatinya dan hilangnya rasa percaya kepada orang lain disebabkan oleh hal itu. Oleh seseorang yang jelas-jelas telah mengkhianati kepercayaannya.

Kereta kudanya kemudian berhenti. Menyadarkan George bahwa ia telah sampai di kediaman Torrington. Beberapa saat kemudian, seseorang membukakan pintu keretanya, membuat George harus segera menghadapi masalah di depannya.

"Selamat datang, Milord," sapa sebuah suara dari sosok yang sebelumnya membukakan pintu untuknya. Seorang pria setengah baya tampak menunduk di depannya. George melirik dari ekor matanya sejenak dan menampakkan ekspresi tidak tertarik yang nyata.

"Saya adalah Jenkins, kepala pelayan di tempat ini. Pelayan akan membawa barang-barang Anda ke kamar Anda, sementara itu saya akan mengantarkan Anda ke perpustakaan."

George menaikkan sebelah alisnya. "Duchess of Berrow telah menunggu Anda di sana, Milord."

"Aku mengerti," jawab George dengan suara beratnya. Pelayan di samping Jenkins sedikit berjengit ketika mendengar suara berat penuh anti pati yang George keluarkan. Namun, selayaknya kepala pelayan yang sudah profesional, Jenkins tetap tenang sambil menunjukkan jalannya kepada tuan barunya, George Blake, Earl of Torrington.

Jenkins membuka pintu ganda berwarna cokelat tua di depannya. Menampilkan lemari-lemari penuh buku dan tepat di tengahnya, George bisa melihat bibinya dengan gaun berwarna biru tua yang tampak asik dengan buku tebal, teh hangat yang mengepul dengan menggoda, dan beberapa camilan kecil di meja di depannya.

Lady Gresham mengangkat pandangannya dari buku ketika mendengar suara pintu yang terbuka. Wajahnya yang semula serius ketika tengah membaca buku langsung berubah ceria. Ia langsung menyingkirkan bukunya dan berjalan mendekati keponakan tersayangnya.

"Akhirnya kau datang juga. Aku kira, kau akan membuatku mati karena bosan." Lady Gresham memeluk keponakannya dengan lembut dan menariknya agar duduk di sofa yang sebelumnya ia tempati. Dengan cekatan, Lady Gresham meminta Jenkins memberikan teh yang sama kepada keponakannya dan beberapa makanan kecil. Ia tahu bahwa perjalanan George dari mansion kecil di pedesaan yang sebelumnya ia tempati menuju London telah menguras banyak energi. Lady Gresham tidak bodoh ketika melihat wajah kuyu keponakkannya yang tampaknya ingin segera bergegas ke kamarnya.

"Kau tidak menyukai bibimu di sini?" canda Lady Gresham membuat George mati-matian mengubah raut wajahnya seceria yang ia bisa.

"Kau tahu aku tidak begitu, Bibi."

Lady Gresham tersenyum lembut. "Aku hanya ingin segera memastikan bahwa kau benar-benar memenuhi janjimu untuk datang ke mari."

"Aku bukan orang yang suka melanggar janji."

Lady Gresham tertawa renyah. Membuat wajah yang berusia setengah abad itu terlihat lebih muda. Oh ya, Lady Gresham telah berusia lebih dari lima puluh tahun, namun tingkah lakunya dan sifatnya mencerminkan bahwa dia tidak lebih dari seorang wanita yang berusia lebih dari empat puluh tahun.

Melihat tawa bibinya, mau tidak mau membuat hati George sedikit menghangat. Dari sekian kekacauan di keluarganya, hanya bibinya yang selalu tulus menyayanginya. George bahkan menganggap bibinya melebihi ibu kandungnya.

"Bagus karena kau sudah terlihat lebih baik." Lady Gresham menepuk punggung tangan George, dan seolah mendapat firasat buruk setelah tingkah manis yang bibinya keluarkan, George menelan ludahnya dengan susah payah.

Jenkins kembali datang dan membawakan secangkir teh yang mengepul hangat dan memberikannya kepada George. George menerimanya dengan lega dan tahu bahwa bibinya tidak akan mengintrupsinya ketika ia menikmati teh miliknya. Bibinya sangat menjunjung tinggi sopan santun. Dengan hati-hati George meneguk minuman itu dan perkataan bibinya kepada Jenkins lah yang membuatnya terbatuk.

"Ingatkan aku Jenkins untuk membawa keponakanku menghadiri pesta dansa Duke of Wellington besok malam."

"Apa-apan ini," balas George ketika melihat seringai di wajah bibinya. "Bibi tahu aku lelah karena perjalanan panjang sialan ini-"

"Kita sudah banyak membuang waktu, keponakan tersayangku. Season kali ini hampir berakhir dan kau baru saja datang. Aku tidak ingin menunggu hingga season berikutnya untuk membuatmu menikahi seorang gadis," jawab bibinya tegas, menampakkan aura Duchess of Berrow yang sesungguhnya.

George menyipit menatap bibinya dengan tatapan penuh intimidasi yang biasa George berikan kepada pekerja di peternakannya yang terkadang melakukan kesalahan. Tapi tentu saja, tatapan ini tidak mempan untuk bibinya yang memberikan tatapan mengancam serupa kepadanya.

"Percayalah, kau tidak akan menyesal menghadiri pesta malam ini." Bibinya kembali meyakinkan sambil mengelus lengan George dengan kasih sayang.

George yang kalah dengan perhatian dari sang bibi akhirnya menyerah. Menelan kembali bantahan yang sudah terdapat di pangkal mulutnya. Sia-sia saja ia berdebat dengan sang bibi karena hanya akan sia-sia. Menghadiri pesta dansa Duke of Wellington itu artinya ia harus ke London. Menginap di townhouse bibinya dan yah, selalu dalam pengawasannya satu hari dalam dua puluh empat jam.

***

Still Always You [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang