Angin Bulan Ramadhan, Aku Ingin Menjadi Normal

109 2 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab II

Angin yang menentramkan.

Semisal keadaan yang ia rasakan saat ini adalah awal dari sebuah cerita novel, mungkin pemuda ini akan menyebutnya sebagai angin yang menentramkan. Pemuda yang sedang berdiri dan bersandar pada jendela, mengakrabi sepoi angin lembut di lantai dua masjid ini mari kita namai dengan Ym.

"Ehm.. ehem, biar aku tebak, kau pasti sedang berbicara pada diri sendiri bukan?" seorang pemuda yang seumuran dengannya tiba-tiba saja ia dapati sudah berdiri di sebelahnya.

"Bagaimana kau bisa tahu aku ada di sini Bai?" ini adalah jenis pertanyaan formalitas, raut wajah Ym tidak menunjukan orang yang heran. Pandangannya segera ia kembalikan pada gemerisik daun mangga yang gemulai diterpa angin bulan ramadhan.

"Kau mengatakan itu seolah-olah aku baru mengenalmu kemarin sore."

Ym tak segera menimpali lagi pernyataan Bai, menghasilkan keheningan yang begitu menenangkan. Tatapan mereka kali ini sama-sama tertuju pada seorang bocah yang bermain ayunan di pelataran masjid.

"Kemungkinan paling kuat kenapa kau menyendiri di sini adalah karena kau sedang tidak bahagia. Semoga tebakanku salah," kata Bai tersenyum santai.

"Bukan sedang tidak bahagia. Aku hanya sedang berusaha merawat bahagia supaya tetap betah berlama-lama membersamaiku," sanggah Ym.

"Orang-orang sepertimu adalah tipikal orang yang membutuhkan banyak tenaga dan waktu untuk merawat bahagia. Karena jensi kebahagiaanmu adalah jenis kebahagiaan yang selalu menyangkut kebahagiaan orang lain. Atau lebih tepatnya, kau akan sulit bahagia jika orang lain tidak terlebih dahulu merasakan bahagia. Kabar buruknya, di dunia ini tak ada yang lebih rumit dan bertele-tele dari berurusan dengan sesama manusia," kata Bai.

"Bahkan berurusan dengan Tuhan tidak serumit penyebab aku datang ke sini," tambah Ym.

"Aku harap kau tak terobsesi untuk senantiasa merasa sendirian."

Kata-kata Bai terasa terlalu menunjukan bahwa Ym adalah orang yang sedang takut untuk hidup. Tiba-tiba Ym disusupi rasa jengkel pada lawan bicaranya.

"Tidak ada yang salah dengan merasa sendirian Bung."

"Oh, jangan salah sangka. Aku hanya mengkawatirkanmu merasa kesepian dan tidak bahagia. Untuk itulah aku ke sini menemuimu."

"Orang yang senantiasa merasa sendirian bukan berarti tidak bahagia. Juga bukan berarti ia sedang merasa kesepian. Kesepian dan sendirian berbeda makna."

"Kau adalah orang yang tahu bagaiamana cara memukul Bung."

"Maksudmu?"

"Ayolah, kau pasti faham maksudku. Aku mencemaskanmu jika tiba-tiba kau ingin kembali seperti yang dulu. Mencari-cari alasan untuk bisa membuat hidung orang di jalanan berdarah hanya karena kau tak menemukan pelampiasan yang tepat dan karena kau belum menemukan pekerjaan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 04, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kembalikanlah Mantan pada Tempatnya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang