"Ah em, iya memang. Tadi kami tidak sengaja bertemu, maafkan aku Reyna,"kataku merasa bersalah.
Kami tadi memang tidak sengaja bertemu. Dan bodohnya aku tetap ingin disitu walau tahu ada Reymon. Kami malah berbagi cerita tentang banyak hal. Dan makin bodohnya lagi, aku merasa nyaman dengannya.
Apa aku menyukainya? Mana mungkin, dia kan milik Reyna. Mana boleh aku mengambilnya.
"Yaelah, santai aja kali Gwen. Gue percaya kali lo gak bakal nikung gue,"jawab Reyna sambil tertawa renyah. Terdengar sekali bahwa itu tawa paksaan. Tawa yang terdengar menyakitkan. Tawa yang mengandung kekecewaan di dalamnya.
Gue percaya kali lo gak bakal nikung gue
Gue percaya kali lo gak bakal nikung
Gue percaya kali
Gue percaya
Entah kenapa hanya kata-kata itu yang selalu mengusik ketenanganku.
Setelah kembali dari uks, aku bener-bener gak bisa fokus dengan pelajaran di depan. Dan sepertinya Rania menyadari itu.
"Lo kenapa sih Gwen?"tanya Rania bingung. Reyna memang masih di tahan di uks untuk istirahat, jadilah Rania disini bersamaku.
"Gue hanya gak enak aja sama Reyna. Gue ngerasa bohongin dia,"kataku. Aku masih belum mau cerita tentang perasaanku pada Rania. Aku takut dia sama kecewa denganku.
"Memangnya, kamu suka kak Reymon?"tanyanya telak.
"Eh? Kenapa lo nanya gitu? Enggak lah. Mana mungkin gue suka dia, dia ngeselin gitu, gimana bisa Reyna suka cowok macem dia,"bohong semua bohong! Aku merasa hancur sekarang. Berbohong untuk kesekian kalinya.
"Yasudah, lo biasa aja Wen kalo emang gasuka,"jawab Rania santai. Sepertinya, Rania mulai merasa kalau aku menyukai kak Rey.
***
"Pulang bareng yok Gwen,"tiba-tiba Rey sudah ada di belakangku. Saat itu aku memang sedang sendiri menunggu abangku."Gak usah, gue lagi nunggu abang,"jawabku. Duhh kenapa bawaannya pengen senyum terus. Kontrol Gwen kontrol, lo gak pernah suka cowok sebelumnya runtuk Gwen dalam hati.
"Yaudah, tapi lain kali gue bisa pastikan lo bakal pulang bareng gue, bye,"setelahnya Rey meninggalkan Gwen yang tersenyum malu.
***
"Bang, menurut lo, kalau misalnya lo sama sahabat lo suka cewek yang sama, lo bakal gimana?"tanyaku pada Abram, abangku.Saat itu aku sedang di restoran deket rumah. Aku mengajaknya kesana alih-alih karena lapar.
"Hmm,"dia nampak berpikir keras untuk menjawabnya. "Gue sih mending kasih ke sahabat gue, gimana pun juga jodoh gamungkin ketuker. Yakin aja lo bakal dapet yang lebih baik,"jawab Bang Abram.
Aku yang mendengar hanya mengangguk-angguk mengerti.
"Emang kenapa sih?"tanya Bang Abram kepo. Sudah ku tebak, dia bakal bertanya tentang ini.
"Ya, gak papa nanya aja. Terus, kalau misalnya cewek itu suka abang gimana?"tanyaku lagi.
"Ya tetep abang kasih ke sahabat abang. Merpati terbaik pasti akan tahu caranya untuk kembali,"jawabnya tersenyum lebar. Sepertinya dia bangga dengan quotesnya yang ku jamin dikutipnya dari Timeline Socmednya.
"Lo kira cewek itu barang lo kasih kasih sembarangan,"protesku. Namun tak dijawabnya karena dia sudah melahap makanan yang ada di depannya.
***"Berarti, aku harus merelakan Rey untuk Reyna bagaimanapun juga. Karena, Reyna sahabatku, Reyna yang dahulu menyukai Rey. Titik."kataku pada diri sendiri.
Aku memang bingung untuk menentukan pilihan yang tepat. Namun setelah curhat dengan Bang Bram aku yakin untuk membuang jauh-jauh perasaan untuk Rey. Mumpung belum dalam pikirku.
Mulai besok aku harus menjauhi Rey, aku harus biasa saja padanya. Seakan-akan aku tak pernah mengenalnya. Seperti dulu saat aku tak lebih mengetahui namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kamu, dan Sahabat
Teen FictionApa yang akan kau pilih jika kau dan sahabatmu mencintai lelaki yang sama? Harus kah kata "mengalah" mewakili segalanya?