hi!

20.6K 541 13
                                    

VANILA

Aku beranjak keluar, berbarengan dengan Axel. Ia terus saja meggoda ku dengan tawa renyah nya. Bukan Axel nama nya kalo dia enggak bisa bikin mood ku kembali pada semula.
Setelah menuruni tangga, Vanila kini melihat langsung keluarga calon suami ku. Beberapa ada yang sudah menatapku dengan sangat antusias. Aku mengenalnya, tante Anita, Dan om Reyhan mereka tersenyum.

"eeeeeh ini dia yang ditungguin" teriak tante Anita heboh seperti biasa nya, karena beliau tidak mempunyai anak perempuan. Ke tiga anak nya memang lelaki.

Aku tersenyun ramah sembari tetap berjalan mendekat, disana ada 3 orang lelaki muda, sepertinya salah satu dari mereka yang akan di jodohkan dengan ku, tapi sumpah.. Aku tidak tahu yang mana.
"tuh, Gerda lihat deh cantik banget." ucap om Reyhan. Aku berdoa semoga salah satu dari mereka ada yang menoleh ke arah ku. Jadi aku setidak nya bisa tahu.

Sial nya, justru mereka bertiga sudah menatapku. Menyebalkan bukan?

Aku memutuskan duduk di samping tante Anita karena memang hanya di situ yang kosong.
"hallo, teh Vanila apa kabar?" tanya seorang cowok yang kira-kira berumur 22 tahun itu menyapaku, tentu saja Vanila sudah tahu bukan ini calon suami nya. Karena,masa mama mau menjodohkan aku dengan cowok yang umur nya beda 3 tahun di bawah ku, kan?

"eh, baik.. Ini.." aku sengaja menggantungkan kalimat ku, takut salah. "Vanila enggak ingat ya sama mereka?" tanya tante Anita, membuat ku jadi tersenyum kikuk dan merasa bersalah.

"yang tadi, namanya Darelio. Anak bungsu tante sayang.. Dulu kamu suka gendong-gendong dia. Sayang banget deh kamu sama Darel." aku melirik sekilas lagi ke cowok imut tadi ia terkikik geli, muka nya sudah memerah.
"sampai Gerda sebal kepada Darel dulu."lanjut nya kemudian semua nya tertawa.

Kali ini, Vanila memperhatikan raut wajah dari kedua cowok di hadapanku kecuali Darel, mencari yang ciri-ciri nya medekati Gerda yang di fikirkan Vanila. Yang satu, cowok ini lumayan ganteng, ia memakai kacamata serius tatapannya juga ramah, senyumannya pun sampai membuat ku senang, namun detik selanjut nya ia mengingat siapa cowok di hadapannya itu. Seketika wajah nya berubah panik. "astagfirullah, dokter Jazz?" pekik Vanila sembari memijat pelipis nya, kemudian tawa seluruh maanusia di ruangan ini tertawa lagi. Membuat aku mendengus beberapa kali.

"iyalah. Siapa lagi?" aku berulang kali mengerjap-ngerjap mata nya sampai terasa perih, ia meringgis kecil saat cowok itu tetap sama, dokter Jazz. Ia berharap itu cuma ilusi. Tapi nihil itu memang Jazz.
"dari tadi pagi kita ketemu, lo enggak ingat sama gue?" tanya nya masih terkikik. Kemudian aku menggeleng lemah, dan merutuki dirinya sendiri yang pelupa.

"maaf dok, saya lupa banget. Apa dulu kita pernah main bareng juga?" tanya Vanila takut-takut. "bukan cuma main bareng, apapun juga pernah." tawa nya meledak, Aku sama sekali tidak mengerti dengan kata yang di gunakan Jazz 'apapun juga pernah' tapi aku hanya bisa mengangguk malas bertanya.

"udah ih mas, gue sekarang yang kenalan."ucap seseorang dengan suara berat ngebass dan rendah nya, membuat aku menoleh memfokuskan diri kepada cowok di samping Jazz. Ia tinggi kurang lebih mungkin tinggi ku hanya sampai dada nya saja. Wajah nya tampan, sangat apa ya pokoknya wajah nya tegas, dingin, mata elang nya menatapku dalam membuat aku tenggelam disana. Hidung mancung nya sangat indah. Bulu mata nya membingkai mata elang nya tadi membuat siapapun bisa betah berlama-lama tenggelam disana.
Dada bidang nya juga cocok untuk bersandar disana. Eh apasih!

"hai." ucap nya dingin, kemudian aku menatap nya tak percaya.
"hai."
"oke hai."hanya begitu. Membuat Darel tertawa sampai terpingkal. Membuat ku menunduk malu. Apa yang dia lakukan sih sebenar nya? Kenapa dia cuma bilang 'hai' kayak orang bego. Sebenar nya aku tidak kalah bego dengan dia sih.

"mas Gerda, kayak baru ketemu cewek aja deh. Sumpah gue enggak nyangka cowok play boy kayak lo bisa kayak gitu ketemu cewek."ledek ny Lagi membuat ku tergelak juga. Ohh dia play boy toh. Ucap nya dalam hati.

GERDA

Tatapan cewek ini mengingatkannya kepada marshmellow di siang hari. Manis, tapi bukan itu, ia harus memfokuskan kembali fikirannya.
Gue tahu harus nya bukan cuma "hai" untuk menyapa nya. Tapi "udah lama ya ga ketemu." begitu, tapi seolah semua kalimat yang gue siapkan lenyap begitu saja saat mengingat ia sama sekali tidak mengingat Gerda.

Setelah acara ngobrol ini, Vanila memutuskan pergi dengan Deral. Memang adik enggak tahu diri dan ga pengertian tuh si Deral. Gue berdecak sebal.
Dilihat Vanila tertawa dengan Darel entah membicarakan apa. Kemudian dengan cepat gue memutuskan untuk menghampiri mereka. Begitu juga Jazz.

Saat gue dan Jazz datang, Vanila berubah menjadi serius dan menegakkan tubuh nya ia terlihat,apa ya? Canggung?

"astaga, dokter Jazz mau duduk?" gue tersenyum senang, ternyata ia canggung karena Jazz bukan gue.

Jazz duduk di rumput-rumput taman belakang rumah Vanila, tidak sebesar rumah gue memang, tapi rumah nya nyaman.
Vanila dengan sigap mengikuti Jazz duduk di bawah, aku tertawa.
Darel memarahi Jazz karena ulah nya Vanila jadi pindah.

"apasih dek?orang mas enggak nyuruh Vanila duduk di bawah" ujar nya santai. Kemudian membuat Vanila salah tingkah. Lucu.

"dok,apa enggak sebaik nya dokter duduk di atas?"
Please, Vanila mulai menyebalkan. Dia malah mengacuhkan keberadaan gue.

"enggak. Emm by the way lo sama Kevin gimana? Eh lo ngomong sama gue santai aja, bukan di rumah sakit kok." seketika gue menjadi lebih mendengarkan apa yang mereka obrolkan setelah mendengar nama lelaki di sebut kan. Dilihat Vanila bingung,namun ia segera merubah raut wajah nya.

"gimana ya, panggil kak apa gimana?"ucap Vanila canggung. "mas aja." potong Jazz cepat. vanila mengangguk paham.

"haha, gue sama Kevin mas?gitu doang ya kaya yang tadi dia bilang ya pokok nya begitu teman. " jelas nya sembari tertawa salah tingkah. Entah kenapa gue yakin kalo Vanila dan Kevin itu punya hubungan lebih.

"tapi, sehari gue pindah ke rumah sakit.. Sudah banyak kabar, kalo sebenar nya kalian sudah dekat dari dulu. Tapi Kevin enggak ngasih status? Oke, kissing? Or what i call that, friends with benefit? "

Seketika mata gue langsung melotot mendengar itu, gue tahu dan harus berterimakasih karena kali ini Jazz bersikap sebagai mestinya seorang kakak. Gue lihat Vanila tertawa kemudian menatap gue entah kenapa. "eh, hai kak Gerda." sapa nya pelan sontak membuat gue kaget, tapi gue tahu ia melakukan itu untuk mengulur waktu sebelum menjawab pertanyaan atau pernyataan Jazz tentang diri nya dan Kevin.

"dari tadi gue disini, dan lo baru sadar?" Vanila hanya tertawa kemudian menatap nya dengan tatapan penuh permohonan maaf, lalu dia kembali menatap Jazz.

" gimana ya mas? Aku sama Kevin itu, eh ini aku-kamu aja ya, Bandung jarang pake gue- lo jadi berasa gaenak. "kemudia ia tersenyum, gue tetep merhatiin dia.

"jadi, Kevin tuh nganggep aku sahabat, gitu juga sebaliknya. Mungkin dulu memang aku pernah suka, tapi yaudah sebatas itu doang. Dia enggak suka cewek biasa kayak aku sih. Kalo masalah friend with benefit mungkin ya, tapi bukan kayak yang di film, kayak sex or something. Cuma ya lumayan kalo ke undangan bisa di anter gitu. Tapi kalo kissing? Pernah 2x dan perawat lain kayak nya ada yang lihat yasudah jadi gosip." jelas nya. Enggak tahu kenapa gue langsunh menyimpulkan kalo mereka saling suka. Vanila sudah menyadari itu sejak lama, sedangkan Kevin belum. Entahlah.

 - With You(COMPLETED)- REVISI-republishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang