Gadis remaja itu memulai kisahnya, diselimuti oleh lembapnya udara yang bersuhu berkisar dua puluh empat derajat celsius yang mungkin setara dengan suhu ruang, dia melangkahkan kakinya yang beradu dan bergesekan dengan rerumputan.
Dia tiba-tiba tersadar oleh sesuatu, hatinya mengatakan ada sesuatu yang salah. Lantas, dia berhenti dalam gerakan mendadak, matanya melotot dan tenggorokannya kering. Dengan bertumpu menggunakan kedua pasang kakinya yang terlihat agak gemetar, dia melihat ke sekeliling walau tanda tanya besar terus berputar di kepalanya. "Hutan?!" Dia berujar setengah menjerit, sebuah pertanyaan yang terdengar cukup aneh terlontar dari bibir merah mudanya itu.
Dia memperhatikan pakaiannya sejenak, kaus merah lengan pendek serta celana jin. Gadis itu kemudian mengambil napas panjang, beberapa detik setelahnya diembuskan kembali melalui mulutnya. Dia tidak mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi. Bagaimana mungkin dia bisa berada di antara rentetan pepohonan sejauh mata memandang.
Semenit berlalu. Dua menit berlalu. Tetapi gadis tersebut tetap bergeming dari posisinya, mecoba mengingat-ingat kembali kejadian sebelumnya seraya berharap agar dirinya mendapatkan ide atau pertolongan untuk sekadar kembali pulang.
Dan dalam sekejap, ia tiba-tiba mundur satu langkah dari posisinya. Indra penciumannya menajam, sementara itu sinar matahari mencoba menyelinap lewat celah-celah dedaunan di atas kepalanya. Bau busuk menyeruak menusuk olfaktorinya. Dia menutup hidungnya menggunakan kedua jari, lantas berjalan dengan hati-hati walau sejatinya dia tidak dapat mengendalikan ketakutannya itu.
Aroma itu semakin terasa jelas, tetesan keringat tak henti-hentinya mengalir meskipun udara sejuk. Telapak kakinya sesekali menghantam ranting kayu rapuh terus-menerus hingga hal tersebut menjadi rima di setiap detiknya. Gadis itu kembali menoleh ke sekeliling, hanya tampak pepohonan sejauh mata memandang. Dia mencoba memfokuskan penciumannya sekali lagi, mencari arah aroma itu berasal. Dia sangat penasaran dengan apa yang sedari tadi mengganggu indra penciumannya itu. Lantas, gadis itu kembali berjalan ke kiri, ke sebuah jalan setapak yang di sisi kiri dan kanannya ditumbuhi bunga-bunga kecil yang menyembul di beberapa tempat seolah mencari sinar matahari. Gadis itu tidak berkata apapun, keheningan yang sedari tadi menemaninya. Langit di atas kepalanya tak berawan, dapat diprediksi bahwa saat itu waktu menunjukkan pukul tiga sore.
Dalam sekejap, gadis itu tiba-tiba berhenti. Matanya terbelalak, dia seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Dia menjerit dengan sangat kencang, suaranya mengaung di udara, terukir dengan sangat jelas bahwa di dalam kepalanya tersembunyi sebuah rasa ketakutan yang luar biasa hebat seolah pekikan itu adalah pekikan terakhirnya.
Indra penciumannya kini membuatnya merasa lebih buruk. Gadis itu melawan dorongan untuk muntah. Dia ingin menangis, tetapi air matanya tidak keluar. Yang dapat dilakukannya hanyalah diam dan mencoba agar tetap tenang. Gadis itu memajukan langkahnya, bersedekap dan gemetar, rasa takutnya menjadi-jadi. Dia merasakan degup kecemasan di dadanya seolah jantung miliknya ingin keluar. Ia menatap hal mengerikan itu. Sebuah pohon besar yang ukurannya jauh lebih besar daripada pohon-pohon yang berada di sekelilingnya, berdiri tegap tanpa sehelai daun yang menemani. Namun, yang membuatnya sedikit berbeda, dengan bantuan batang-batang besar yang menjalar di pohon tersebut, dua atau tiga mayat dapat tergantung mengerikan menggunakan tali tambang berdiameter lumayan lebar di atas sana, diikat tepat di leher sehingga ruam biru terlihat jelas di sana. Gadis itu mencoba menatap wajah mereka satu per-satu, mengamati setiap raut muka sembaru memperkirakan apa yang telah terjadi terhadap mereka.
"Kau tidak sendirian di sini!" Sebuah suara membuyarkan lamunannya. Dia sangat penasaran, tetapi masih merasa terlalu pengecut untuk melihat sekelilingnya dengan saksama. Dia menahan napas, memasang telinga baik-baik, dan dengan berat hati, gadis itu memutar tubuhnya perlahan, bergelimang rasa takut yang terus meracuni otaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Walker: The Battle of Hearts
FantasyGadis remaja itu pada akhirnya bermimpi cukup gila dan dia benar-benar tidak menyangka bahwa dirinya bisa saja mati di dalam mimpinya sendiri. Semakin lama, gadis itu semakin yakin bahwa semua mimpi buruknya akan menjadi ancaman baru baginya. Amazin...