WARNING! Cerita gaje, berantakan plus typo keselip dimana-mana!! Happy reading 😀
>>>>>>>>>>>>>>❤<<<<<<<<<<<<<<<
Pria paruh baya itu terus menjelaskan rumus-rumus kimia yang 90% sulit dipahami Irene yang mengidap disleksia sehingga pemahamannya sangat rendah. Irene hanya duduk menyangga dagunya bosan. Deretan huruf dan angka terlihat seperti karakter huruf kanji di mata Irene. Sesekali ia membenahi kacamata minusnya.
"Rin, kamu paham?" tanya Zizi, teman sebangku Irene.
"Gausah tanya aku" jawab Irene sedikit ketus karena bosan. Kelas kembali hening, hanya suara sang guru yang menggema ke penjuru kelas bak dongeng yang membuat seisi kelas mengantuk. Irene tetap menulis dan merekam materi yang disampaikan gurunya agar ia tetap bisa belajar.---
Bel pulang berdering. Irene berjalan terburu-buru menyusuri lorong sekolah itu. Ia terus berjalan sambil mencari-cari seseorang. Sampai ditemuinya seorang laki-laki berkulit sawo matang yang sedang berdiri sambil menatap gerimis sore itu, Kevin. Gadis manis itu terlihat sumringah melihat laki-laki yang ia sayangi berdiri disana.
"Kevin!" sapa Irene riang sambil tersenyum lebar. Namun Kevin hanya menanggapi dengan senyum tak ikhlas. "Kenapa vin?" tanya Irene saat sampai di dekat Kevin, kekasihnya.
"Aku minta kita putus." ketus Kevin to the point. Irene hanya terdiam shock. Ia tergagap di hadapan Kevin.
"K..Kamu serius Vin? T..t..tapi kenapa?" tanyanya pelan,
"Serius lah! Kamu itu ngaca deh! Kamu itu harusnya sadar kalau kamu itu cewe terkutuk!" hardik Kevin membuat air mata Irene menetes bersama hujan yang makin deras. Namun ia hanya bisa menunduk sambil mengusap air mata. "Asal kamu tau ya! Aku malu sama geng aku punya pacar kamu! Anak autis!" sambung Kevin mencela
"Kalau kamu malu kenapa kamu dulu nembak aku setan!" Irene kehabisan kesabaran namun.
Plaak!!!
Sebuah tamparan mendarat di pipi tirus Irene. Kevin menatap marah pada Irene. Ia terdiam lalu pergi.Tiba-tiba aroma anyir tercium oleh Irene. Ia menoleh cepat kebelakang. Terlihat olehnya seorang gadis kecil bersimbah darah.
"Kamu siapa? Kamu ngapain disini?" tanya Irene yang memang anak indigo
"Aku cuma kasian sama kakak. Dia penghianat ya kak" ujar gadis cilik yang sebenarnya bukan manusia.
"Biar aja. Intinya kalau dia masih butuh aku dia bakal datang lagi cuma aku ngga tau bakal nerima dia lagi atau engga. Setelah perlakuan dia tadi." jawab Irene sambil tersenyum "kamu pulang ya. Ga usah mikirin aku. Tenang disana ya." tambahnya sambil mengusap kepala gadis itu. Gadis kecil itu mengangguk kemudian perlahan menghilang. Irene duduk di sebuah bangku Taman kecil kemudian membaca doa dan surah pendek.
---Hujan masih deras. Namun tak kunjung juga ada jemputan untuk Irene. Kedua orang tuanya terlalu sibuk untuk menjemputnya. Biasanya ia akan pulang sendiri naik bus atau ojek. Ia mengeluarkan Iphone dari saku roknya. Ia berusaha membaca deretan kontak disana, ia ingin menghubungi orangtuanya. Bagi Irene itu adalah hal yang sangat sulit. Seperti melihat deretan karakter tak jelas. Irene terdiam mengalihkan pandangannya menatap hujan. Kemudian memasukan kembali ponselnya. Ia mengeluarkan kamera monochrome mini miliknya. Ia memutuskan untuk memotret lorong sekolah dan sekelilingnya. "Diputusin untuk pertama kalinya, sakit ya." gumamnya dalam hati sambil melihat hasil jepretannya.
Cinta pertama, akankah selalu gagal? Kalau sudah begini siapa yang pantas disalahkan? Kita yang kekanak-kanakan atau mereka yang bajingan?
---Tiba-tiba seorang laki-laki jenjang berjalan dari arah gedung. Ia menatap Irene lekat dari kejauhan. Ia adalah Arjuna Prasetya, anak kelas X IIS 2 idaman banyak siswi di sekolah itu.
"Irene?" sapanya agak malu-malu
"Eh iya kamu Arjuna ya kan?" jawab Irene
"Iya, biar gampang panggil Juna aja. Kamu kenapa? Kayanya kok galau banget." ujarnya memulai obrolan
"Engga cum.." belum selesai Irene bicara Juna memotongnya,
"Diputusin Kevin?" terkanya. Irene gelagapan harus menjawab bagaimana ia hanya tersenyum salah tingkah.
"Ee.. Eng.. Gimana ya" Irene hanya cengengesan mendengarnya.
"Kelihatan. Kamu bener-bener ga bisa bohong." ujar Juna kemudian duduk disebelahnya "Ibarat Bulan kadang kadang ia harus mengalah pada gelapnya malam, namun pada akhirnya ia juga akan menerangi malam." tambah Juna dengan pengibaratan.
"Maksudnya?" tanya Irene tak paham
"Maksudnya, kadang hal yang Indah harus mengalah pada keburukan tapi akhirnya keindahan akan mengalahkan keburukan." jelas Juna "kadang yang Indah selalu tertunda." tambahnya menjelaskan.
"Puitis ya.." tanggap Irene yang sebenarnya kurang memahami maksud Juna.---
Mereka berdua duduk di bangku kecil itu. Hujan masih terus menetes dari langit. Suasana sepi makin terasa. Mereka duduk dalam keheningan sore.
"Irene Syafa. Akankah kamu yang terbaik? Aku juga tidak tau tapi rasanya perasaan ini berbeda. Aku menyukaimu. Aku juga tidak tau apa kau menyukaiku atau tidak. Intinya satu aku hanya ingin mengobati atau setidaknya mengurangi luka hatimu." Batin Juna.
"Arjuna Prasetya nama yang sempurna, tapi aku tidak butuh yang sempurna. Aku hanya butuh dia yang mau menerimaku apa adanya. Aku yang penuh kekurangan ini. Aku yang mengidap disleksia. Aku yang indigo. Aku yang seperti ini." balas Irene dalam batinnya, ia bisa merasakan apa yang di dalam batin Juna. Mereka hanya duduk diiringi derai hujan. Namun entah apa, mereka merasa begitu nyaman satu sama lain. Inikah Cinta? Entahlah.---
Hujan mulai reda. Jam menunjukkan pukul 17.00 sudah hampir malam tapi tak juga ada yang menjemput Irene. Juna berdiri untuk beranjak pulang.
"Kamu ngga pulang Rin?" tanya Juna
"Aku belum dijemput." jawab Irene singkat
"Ayo bareng sekalian? Rumah nenek aku searah kok." tawarnya
"Ee.. Engga usah aku naik bis aja." tolak Irene
"Bis tercepat sekitar habis maghrib, yakin mau nunggu sampai nanti?" tawar Juna lagi, "ngga apa apa aku nanti pulang ke rumah nenek aku aja." tambah Juna
"Gimana yaa.." Irene bimbang
"Udahlah ayo.." Juna menengadahkan tangannya
"Sampai depan komplek aja ya." Akhirnya Irene mengalah. Mereka pulang berboncengan.---
Motor KLX hitam itu memasuki area perumahan. Aneh rasanya berboncengan dengan seseorang yang baru dikenali. Itulah yang Irene rasakan. Sedikit malu, senang, tapi juga merasa aneh. Apalagi saat ini Irene tidak memakai helm. Benar-benar ganjil sekali.
"Ini Jun blok E itu rumah aku yang nomer 4." ujar Irene menghentikan Juna. Ia mengerem motornya.
"Bener sampai sini aja?" tukas Juna, Irene hanya mengangguk.
"Makasi Jun." Juna tersenyum mengangguk. Ia meneruskan dengan berjalan kaki menuju rumahnya yang tak jauh lagi. "Kok aku deg degan begini siih.. Ah Tuhan... Apa aku jatuh Cinta? Engga engga engga..." batin Irene dilema. Kadang Cinta emang datang tiba-tiba sih. Bisa hari ini Cinta bisa besok engga. Cinta juga menguasai hidup. Bahkan kita sering terperdaya dengan Cinta. Intinya rasa dilema lah yang paling mendominasi dalam Cinta.>>>>>>>>>
Ulalaa Bab pertama selesai *syukuran ditunggu next nya ya seperti janjinya Insyaallah update 2 hari sekali. Tapi mungkin bisa hiatus beberapa waktu maklum lah ya masi anak sekolah. Makasi yang udah baca ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome
Teen FictionNamanya Irene Syafa, gadis tinggi jenjang pendiam penggemar foto monokrom. Banyak yang mengira ia gadis normal biasa. Tapi tak seperti kelihatannya ia gadis indigo pengidap disleksia. Kehidupannya rumit dalam kesendirian. Ia ditinggalkan kekasihn...