Aloo... Maaf baru updated lagi. Oke si Juna punya kesempatan buat deketin Irene lebih deket. Kira-kira bakalan jadian gak ya 👻 happy reading 📄
>>>>>>>>>>>>>>>>❤<<<<<<<<<<<<<<<<
Hari ini hari adalah waktu untuk bimbingan konseling kelas pasti akan ada ceramah panjang kali lebar kali tinggi dari wali kelas Irene yang sudah berusia 7 windu itu. Namun, tak ada tanda-tanda guru yang berkeliaran di gedung kelas XI itu. Irene duduk di luar kelas sambil mendengarkan musik melalui Ipodnya. Hari ini ia merasa kurang sehat. Badannya sedikit hangat seperti demam, mungkin karena kelelahan. Ia hanya mendengarkan musik sambil menatap lantai bawah kelasnya. Saat mulai merasa bosan ia kembali ke kelas.
Namun belum selangkah ia masuk, Irene merasa bahunya tertarik oleh seseorang.
"Eh taik, lu nglaporin kita ke BK ya?!" hardik Kevin dan gengnya yang tiba-tiba datang
"Lah kan kalian emang salah terus gimana? Aku cuma nurut aja waktu anak-anak suruh nglaporin ke BK." balas Irene dingin.
"Eh vapor gua masih baru jadi disita pe'a" sarkas Kevin sambil mendorong kepala Irene
"Lah kamu juga ngapain bawa vape ke sekolah? Salah siapa juga?"
"Lu tau ngga lu itu kaya anak kecil dikit-dikit laporin kejadian ke BK." Sewot teman satu geng Kevin
"Harus aku jelasin lagi kah? Kalian nge vapor di kelasku, itu anak satu kelas pada ngga suka udaranya jadi pengap terus Jean tiba-tiba ambruk ngapngapan kaya ikan gitu. Terus aku sama anak sekelas cuma diem aja gitu? Lagian yang lapor bukan cuma aku ya. Can you think first before speak like that? " cela Irene dengan tatapan mengejek
"Hey you bitch. Ya ga usah lapor ke BK kali." bentak Kevin
"Trus lapor kemana? Mak bapak kalian?" cela Irene lagi. Namun Kevin justru memukul kepala Irene dengan keras, Irene hampir hilang kesadaran. Saat itu pula Juna melesat memegangi Irene yang nyaris menghantam lantai, ia menatap tajam kearah Kevin.
"Eh lu gila apa goblok sih?! Dia itu cewe, lu pengecut banget yah beraninya mukulin cewe!" sarkas Juna keras, "Kalo lu berani lawan gue, sini!" sambung Juna menantang. Ia meletakkan Irene bersandar di dinding depan kelas, anak-anak pun ramai meredakan keributan itu beberapa anak perempuan pun membawa Irene ke UKS.---
Tidak sela beberapa lama semuanya mereda. Irene yang semula merasa pusing tidak karuan sudah membaik bahkan sudah tertawa-tawa bersama beberapa kawannya yang menemaninya di UKS.
"Eh, ini udah istirahat kan? Aku mau balik aja, aku udah mendingan kok." ujar Irene sambil bangkit dari kasur UKS.
"Kamu bener kuat rin? Ntar sampai kelas kamu tepar lagi?" tanya kawan Irene memastikan.
"Kalo aku tepar kalian tinggal angkat aku ke UKS selesai kan? Berat aku ngga sampai 50 kilo kok." jawab Irene ringan sambil membetulkan rambutnya yang acak-acakan.
"Kamu kok tai sekali ya." tanggap teman Irene yang lain. Irene hanya cengar-cengir tidak jelas. Akhirnya mereka kembali ke kelas mereka, Irene masih tetap dirangkul temannya sebagai antisisapi eh antisipasi kalau dia pingsan lagi.---
"Rin.. Kamu ikut kumpul ini loh.." cegah kawan sekelas Irene,
"Kumpul apa itu?" Irene seketika melepas rangkulan temannya.
"Lomba fotografi ayo." ajak Juna yang tiba-tiba sudah di belakang Irene yang masih tenganga di depan kelasnya yang kebetulan dekat dengan aula tempat berkumpul itu. Barulah Irene sadar bahwa tiga orang alumni yang merupakan seniornya dalam bidang fotografi dan jurnalistik.
"Eh ayo, duluan ya." pamit Irene kemudian mengikuti Juna yang sudah di depannya.
"Duduk sini, Rin." ujar Juna sambil menunjuk kursi disamping Irene. Irene menuruti permintaan Juna kemudian duduk disampingnya. Ia melirik Juna yang duduk disisinya, baru ia sadari di dahi Juna ada sebuah luka lebam yang cukup terlihat namun ia tutupi dengan rambutnya. Baru Irene akan bertanya pembinanya sudah masuk untuk memberikan pengarahan tentang lomba tersebut.---
Di sudut sekolah lain terlihat beberapa siswa dan tiga orang siswi sedang berkumpul di rooftop sekolah. Asap mengepul disana. Lebih tepatnya uap liquid dari vape yang mereka hisap dan juga asap rokok. Salah satu dari mereka adalah Kevin ia duduk bersandar tembok dengan rambut acak-acakan dan baju yang keluar. Image bad boy terlihat total padanya. Ia menghisap rokok kemudian mengacak-acak rambutnya.
"Ntar malem kemana bro?" tanya teman Kevin,
"Gua mau di rumah aja lagi males keluar." jawab Kevin kemudian menghisap rokoknya yang tinggal sedikit.
"Ngga dating lu?" tanya teman Kevin yang lain dengan nada sedikit mengejek, namun Kevin hanya ketus sambil membuang puntung rokoknya.
"Gua cabut." ketus Kevin kemudian pergi begitu saja.---
Aula yang semula hening berangsur-angsur ramai seusai technical meeting untuk acara fotografi dan jurnalis itu.
"Kamu ke pulang sekarang?" tanya Juna,
"Entaran aja." tolak Irene halus sambil membenahi letak tasnya.
"Ayo ke kafe sebelah." ajak Juna, Irene mengangguk. Mereka beranjak menuju kafe yang memang biasa dipakai nongkrong anak-anak sekolahnya. Selama berjalan Irene memperhatikan Juna.
"Aku sadar semua orang butuh waktu untuk mengumpulkan sesuatu termasuk keberanian baik untuk keuntungan dia sendiri atau untuk orang lain. Aku harus lebih sabar menunggu, kalau ia tulus berjuang mengapa aku tidak? Makhluk seperti dia patut di museum kan." Irene bergumam dalam hati, ia senyum-senyum sendiri sambil menatap Juna lalu beralih ke arah lain.---
Di kafe suasana cukup ramai namun terasa hening karena rata-rata mereka datang berdua saja, sebagian besar pengunjung didominasi anak sekolah. Irene dan Juna memilih untuk duduk sudut yang tidak terlalu ramai agar bisa lebih nyaman mengobrol.
"Jun, aku mau tanya tapi kamu jangan marah apalagi bohong." ujar Irene memulai percakapan. Juna nampak kaget, ia menelan kentang goreng yang baru beberapa kali ia kunyah.
"Apa?" tanya Juna mengernyit bingung.
"Ini kenapa?" balas Irene bertanya sambil menyibak rambut Juna yang menutupi luka lebam di dekat pelipisnya.
"Engga engga kenapa-napa kok. Aku habis jatuh aja." jawab Juna berbohong. Irene menatap lekat Juna. Itu membuat Juna merasa salah tingkah.
"Jangan bohong, aku benci dibohongi." kata-kata itu terlontar begitu saja dari Irene yang bisa membaca pikiran Juna. Raut wajah Irene nampak serius dan tatapannya tajam. Juna makin salah tingkah.
"Ee anu.. Gini ini.. Aduh.." Juna kebingungan menjawab sedangkan tangan Irene masih berada di kepalanya.
"Kamu di pukul si bajingan keparat itu?" terka Irene dengan nada datar menyeramkan. Juna menghela nafas panjang. Ia menggenggam tangan Irene dan menurunkan dari kepalanya.
"Maaf aku terpaksa. Jangan salahkan Kevin terlalu dalam, ini aku aja yang kurang hati-hati. Kamu ngga usah khawatir tentang hal ini. Sebelumnya aku sudah pernah kok malah sampai dagu aku sobek. Nih..." Juna akhirnya berkata jujur sambil menunjukkan bekas luka di dagunya. Irene diam ia tak kuasa melepas genggaman Juna. Disini ia merasa bersalah entah mengapa. Matanya berkaca-kaca. Melihat hal itu, Juna langsung menenangkan Irene. "Udah aku ngga apa-apa kok kamu tenang aja. Jangan merasa bersalah. Ayo dihabiskan nanti kita latihan foto, mumpung aku bawa kamera nih." ujar Juna dengan senyuman manisnya. Hari itu mereka jalani dengan banyak hal baru.❤❤❤
Jreng jreng.. Sudah selesai part 4 nya 🙌 Sebelumnya aku minta maaf lama ngga update ya maklum lah masih anak sekolah banyak tugas. Kebetulan minggu lalu ada lomba dan masih fokus ke lomba dulu alhamdulillah bisa juara [yeey!] 🎉 juga sempet ada halangan kesehatan baik di orangnya ataupun hpnya hehe.. Oke cukup sekian jangan lupa voment-nya makasii ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome
Teen FictionNamanya Irene Syafa, gadis tinggi jenjang pendiam penggemar foto monokrom. Banyak yang mengira ia gadis normal biasa. Tapi tak seperti kelihatannya ia gadis indigo pengidap disleksia. Kehidupannya rumit dalam kesendirian. Ia ditinggalkan kekasihn...