Ghina duduk manis di teras rumahnya. Ia merenung sambil memikirkan nasib sahabatnya, Winni.
"Apa kabar anak tuh ya?" Ghina memegang tangannya sembari menopang dagu. Ia ditemani teh hangat kesukaannya. Ibunya sangat perhatian dengan Ghina, termasuk Winni. Jika ada Winni sekarang mungkin sudah ada kue, gorengan, minuman atau yang lainnya.
Memang, sejak pesta ulang tahun malam itu, Ghina sakit. Ia terpaksa istirahat karena demamnya tinggi. Tapi, dia terkejut mendengar kabar Winni pindah sekolah. Zulfan yang memberitahu kabar tersebut. Dia adalah cowok yang mengundang Winni dan Ghina ke acara ulang tahun tersebut, dia yang ulang tahun.
Ghina sangat terkejut mendengar kabar itu. Baru saja sekolah 1 bulan dan sudah di pindahkan. Ia sempat sedih, tapi itu kehendak Ayahnya, begitu yang Ghina tahu.
Ayah Ghina datang, terlihat membawa beberapa kantong plastik. Tidak tahu apa isinya, Ghina bertanya karena penasaran " Apa tuh, pa?", Ghina berdiri sambil mendekati Ayahnya dan membantu Ayahnya membawa barang tersebut.
" Jangan tanya papa, tanya adik kamu nanti. Dia yang minta beliin ini." ujar Ayahnya.
"Jangan bilang mainan. Papa tuh marahin aja dia. Emang kebiasaannya gitu. Apa-apa minta beli, sikit-sikit nampak,belik. Kita lagi butuh uang tapi-"
"Udah... gak usah dipikirin lagi. Jangan ganggu keinginan adik kamu tuh. Kalau mau nostalgia bilang aja" potong Ayah Ghina. Dia berlalu membiarkan anaknya termenung memegang kantong palstik berisi mainan adiknya.
Mendengar Ayahnya berketa seperti itu, Ghina benar-benar bernostalgia.
Ia ingat, saat masih kecil. Dia dan Winni bersama. Tepat saat Ghina berusia 7 tahun dan Winni masih 6 tahun. Winni dengan wajah polosnya berdiri sambil melihat foto keluarganya yang terletak di ruang tamu. Ada banyak yang ia kenal dari pihak keluarga Ayah dan Ibunya. Tapi, satu yang tidak pernah lupa nama dan kenangannya kecuali Ayah dan Ibunya. Namanya, Azka.
"Abang..."ucap Winni lirih. Ia melihat seorang bocah laki-laki yang berdiri berdampingan dengannya. Ia tampak memegang lembut tangan Winni kecil. Wajahnya memancarkan senyum. Ia terlihat bahagia. Sangat bahagia.
"Winni..." panggil Ghina kecil sambil membawa sebuah kotak. Kotak itu berwarna gelap. Melihat Ghina membawa itu, Winni penasaran.
"Apa itu,nteh?" tanya Winni mendekati Ghina.
"Mainan, Papa nteh yang belikan" ujar Ghina kecil. Ia terlihat lucu dengan rambut di kucir kuda. Ditambah bando yang menahan poninya yang panjang. Ia menjulurkan kotak tersebut kepada Winni.
"Nteh, ini untuk adek" tanya Winni dengan polosnya.
"Iya~", Ghina memberi senyum manis kepada Winni.
Awalnya Winni terdiam memegang kotak tersebut. Ia berpikir dalam hati mengenai isi kotak tersebut, apakah boneka atau mainan laki-laki ataukah pakaian tak terduga. Dia duduk di kursi sofa ruang tamu. Dia duduk manis. Bentuk sofa yang besar membuat Winni terlihat seperti duduk di gumpalan Marshmallow raksasa. Ia perlahan membuka bungkus tersebut. Tapi, karena penasarannya, ia buru-buru membukanya.
"dek Winni, pasti suka,kok" ujar Ghina. Winni hanya tersenyum.
"Waaa!. Boneka Arnak!" teriak Winni gembira. Boneka kelinci biru dengan taburan warna putih bersih di tengah-tengah membuatnya terlihat menenangkan. Winni meloncat dari sofa memeluk Ghina dengan bahagia.
"Makasih, nteh!. Winni senang" ujar Winni.
"Hehe, bagus deh. Nteh jadi ikut senang juga. Jangan nangis lagi ya. Abang Azka gak suka lihat Winni nangis. Nanti abang pasti ngomong gini kalau liat Winni nangis 'adek abang yang manis gak boleh nangis nanti abang ikut nangis nanti gak dapat kue pukis'" Ghina terlihat lucu sambil mempraktekkan gaya yang biasa di pakai oleh orang yang dipanggil Azka tersebut.
YOU ARE READING
This Little Girl
Romance[edited] Kabur ke sana, kabur ke sini. Tapi, gak cocok juga kalau harus dibilang kabur. Lebih enaknya menyelamatkan diri. Cewek berandalan yang suka ngomong keras ini paling suka buat kakak kelasnya marah. Tipe cewek paling populer karena sebutan '...