Satu ; Pengidap Haphephobia

77.2K 8.3K 563
                                    


Wanita itu mengikat rambutnya. Merapikan kacamata yang membingkai manik minusnya. Menghela napas berat, dia menepuk kedua pipi menyiapkan diri. Matanya masih sedikit bengkak, tapi tidak akan ada yang terlalu peduli.

Hari ini dia akan berjuang lagi. Dia akan bertemu dengan banyak orang, saling menyapa ala kadarnya lalu berusaha sebisa mungkin menghindar agar tidak saling bergesekan walau di tempat ramai.

Di toilet perempuan, wanita itu kembali mengecek tas biru yang dia bawa. Bekal makan siangnya ada, tissue, pulpen, buku nota, dan semua keperluannya juga sudah lengkap. Tidak ada yang cacat, hari ini dia akan lebih memaksimalkan diri berada di antara rekan satu ruangan agar bicara seperlunya saja. Dia menolak untuk diajak makan siang bersama, berbincang, apalagi saling merangkul membuat mual.

Ya. Dengan melihatnya dia sudah mual.

Disentuh mereka, dia akan menjerit dan langsung pingsan.

Iluka Natarexa. Dia pengidap haphephobia. Phobia disentuh oleh orang lain. Phobia Iluka sudah mencapai titik akut yang bisa membuat pingsan terutama saat bersentuhan dengan lawan jenisnya. Namun dia tetap menolak berkonsultasi dengan dokter. Dia-tidak-gila. Dia memang memiliki trauma sepuluh tahun yang lalu, namun dia tidak merasa ada yang salah dengan gaya hidupnya.

Bersentuhan dengan orang-orang, juga bisa menularkan kuman dan bakteri. Itu tidak baik untuk kesehatan. Ya, setidaknya itu pendapat dirinya sendiri.

Merapikan kemeja biru tua yang sedikit kedodoran. Juga rok hitam setengah betis yang di mata orang-orang ketinggalan zaman. Wanita berusia dua enam itu tersenyum simpul. Dia menghela napas –lagi- kemudian menenteng tasnya.

"Semangat." Katanya pada diri sendiri. Kemudian dia keluar dari toilet. Tersenyum kaku saat resepsionis menyapanya di lobby.

***

"Luka, kamu dipanggil Pak Neo."

"Pak Neo?" beonya saat memasuki ruangan. Posisinya di kantor sudah menjadi seorang supervisor sejak beberapa bulan yang lalu. Titin –supervisor- sebelumnya telah pensiun. Saat Iluka diangkat, Melisa yang menggantikan posisinya sebagai staff. Mereka seusia, jadi lebih memilih saling memanggil nama. "Kamu udah deal rate sama bank?"

"Udah. Baru aja." Mellisa mengangguk. "Dolar hari ini 13.200 rupiah. Aku lagi nyiapin giro buat pembayaran ke Nobal yang jatuh tempo. Bu Dina lagi ada meeting sama Pak Agus. Bisa kamu aja yang tanda tangan?"

"Hm." Iluka mengangguk. Dia meletakkan tas di atas meja kerja sambil menerka. Kira-kira apa yang hendak atasan barunya sampaikan? Apa ada yang salah dengan pekerjaannya? Kalau memang iya, biasanya bukan CEO perusahaan yang menegur langsung. Dina selaku manager yang akan menjadi perantara. "Saya pergi ketemu Pak Neo dulu."

***

Gugup.

Ini pengalaman pertama Neo dan Iluka bertemu tatap secara langsung. Dalam satu ruangan, berdua dan mendisuksikan sesuatu hal.

Sejak enam bulan yang lalu, saat pertama kali Neo datang menggantikan ayahnya yang meninggal karena sebuah kecelakaan, atmsofir di perusahaan kian mencekam. Neo terkenal tegas juga teliti. Dia akan mempermasalahkan walau secuil saja kesalahan informasi. Pendataan harus selengkap juga seakurat mungkin, dan dia selalu saja menginterogasi hal-hal yang tidak pernah dibahas oleh almarhum ayahnya selama menjabat.

Tujuh tahun yang lalu, Erlando Packaging Plastic sempat mengalami guncangan yang hebat. Nyaris 1000 karyawannya di phk massal karena keuangan yang mendadak goyah. Namun dengan alasan yang tidak terlalu Iluka ketahui, nama EPP masih tetap bertahan sampai sekarang. Bahkan bisa dibilang semakin naik ke puncak.

[PS1] Haphephobia (SUDAH DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang