01.Hadiah Kembali

9 1 0
                                    

Gadis kecil itu duduk dengan manis di atas batu kubus, menatap penuh antusias pada Iron Maiden. Sering kali dia ayun-ayunkan kaki kecilnya sembari bersiul merdu.

Meski sedang berjemur di bawah sinar matahari yang sedang memancarkan hawa panasnya, namun tak ada setetes keringat pun keluar di tubuh gadis kecil yang seputih susu itu. Karena angin sedang berhembus pelan, menyejukan udara di sekitarnya. Terkadang, hembusan angin mengibarkan rambut peraknya, menari-nari di udara, sangat indah ketika melihatnya.

Hampir seminggu ini, gadis kecil itu selalu menujukan senyum lebar di wajah manisnya ketika ke tempat ini. Padahal di minggu-minggu sebelumnya, dia selalu tampak sedih saat ada sini.

Ada banyak patung perempuan besi di tanah lapang nan hijau ini; desain, ukuran, dan warna mereka sama semua, kecuali yang sedang gadis kecil ini tatap. Bentuk perempuannya lebih realistik, lebih hitam, bahkan ukurannya 2 kali lebih besar dari yang lain.

Dia mendongak, menatap langit biru seperti iris matanya. Lalu mengerak-gerakan kepalanya ke kiri-kanan sambi bersinandung riang, terdengar merdu ketika dia melakukannya.

Suaranya makin terdengar merdu saat para burung, serangga, dan hewan lainnya ikut bernyanyi. Bahkan suara gesekan rumput yang terkena hembusan angin terdengar merdu saat gadis kecil itu bernyanyi.

"Jarang sekali melihatmu sesenang ini-tidak, kurasa itu tidak benar ..., aku tidak pernah melihatmu tersenyum lebar seperti itu selama ini."

Gadis kecil tetap melanjutkan senandungnya, meski sadar ada orang lain di belakang, sambil berpikir kalau suara wanita tadi tidak sampai ke telinganya.

Meski tau dirinya diabaikan, wanita itu tetap tersenyum menutup mata dan berjalan hingga ke samping gadis kecil tersebut. Duduk di sampingnya, meksi jarak mereka cukup jauh.

"Apa ini karena dia akan segera terbangun?"

Wanita itu kembali bicara, bertanya pada gadis kecil itu sambil menatap Iron Maiden di depan.

Sesaat, gadis kecil itu menghentikan senandungnya, namun langsung dilanjutkannya. Wanita itu meliriknya, lalu tersenyum menutup mata, mendengarkan seksama suara merdu dari gadis kecil itu.

Waktu terasa berjalan cepat, gadis kecil itu menghentikan senandungnya, karena suara yang sama sekali tidak merdu, bahkan terbilang mengerikan, terdengar keluar dari perutnya.

Wanita di sampingnya tertawa kecil, membuat gadis kecil agak kesal karenanya. Dia lalu berdiri, membersihkan sisa debu di pakaian one piece putihnya, kemudian menatap gadis kecil itu dengan senyum lembut di wajah cantiknya.

"Khuku, kau pasti sangat lapar hingga perutmu bisa membuat suara yang mengerikan itu ..., ya, aku rasa itu wajar saja, karena hari sudah mulai sore dan kau sama sekali belum makan dan minum sejak tadi pagi. Kau tau, anak kecil sepertimu itu perlu banyak nutrisi agar cepat besar-Ah, aku lupa ..., kau sudah tidak bisa tumbuh lagi, khukuku."

Entah kenapa, urat kekesalan makin muncul di kening gadis kecil itu tiap kali wanita di samping berkata-kata. Wanita itu berbalik, menatap lembut pada si gadis kecil dan lanjut bicara.

"Tapi itu adalah keputusanmu, aku hanya membantu sedikit."

Gadis kecil itu masih terlihat kesal, namun dia tak bisa marah karenanya. Dengan memandang rerumputan hijau di sekitar kakinya, dia kembali mengingat perkataan wanita itu. Apa yang dikatakan wanita itu memang benar, dia yang telah memilih, memutuskan agar berpenampilan yang dapat dibilang, sangat tidak cocok dengan umurnya.

Suara mengerikan itu datang kembali, tampaknya terjadi pemberontakan di dalam perut gadis kecil itu. Dan itu membuat wanita itu kembali tertawa kecil.

Die PuppenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang