Seorang pemuda turun dari mobil dengan tidak semangat. Dengan pakaian yang tidak bisa dikatakan rapi, ia melangkah ke sebuah kafe. Kafe outdoor yang berjarak cukup jauh dari tempatnya bekerja.
Pandangannya menyapu kesekitar. Kafe yang didesain dalam bentuk kafe taman itu tampak sepi pengunjung. Hanya tiga orang yang duduk di sudut kafe.
Kaki jenjangnya melangkah ke tengah-tengah kafe. Duduk di salah satu kursi tanpa terganggu dengan pandangan pegawai kafe. Meski penampilannya jauh dari kata rapi, namun tidak mengurangi kadar ketampanannya. Dasi yang tidak terpasang rapi, lengan kemeja digulung dan jas yang ia sampirkan ke pundak, justru dinilai sexy oleh para wanita.
"Sialan kau Kim. Kau sudah tahu aku tidak bawa mobil, kenapa kau pergi meninggalkanku?"
Ia tersenyum lebar. Memandang teman sekantornya yang terengah-engah. Ia hanya ingin bermain. Dan sepertinya menggoda salah satu sahabatnya adalah hal yang menyenangkan.
"Aku kira kau masih ada urusan dengan illustrator tadi," ia membalasnya dengan santai. Menyampirkan jasnya ke kursi dan duduk dengan nyaman.
"Aku, fotografer dan salah satu director di tim sudah membuat janji pulang lebih awal," balasnya sembari menggeser salah satu kursi. Meregangkan tubuhnya saat terasa pegal di beberapa bagian.
"Mingyu-ya, kenapa penampilanmu kacau seperti ini?" ia menghentikan meregangkan tubuhnya. Duduk tenang dan melipat tangan di atas meja. Memperhatikan Mingyu yang tampak berbeda dari biasanya.
"Kau mulai perhatian padaku?" tanya Mingyu tanpa merubah posisi duduknya.
"Kau tahu aku masih waras. Semua orang juga tahu Kim Mingyu itu terobsesi dengan penampilannya sendiri."
Mingyu tidak langsung menjawab. Menegakkan tubuhnya dan merogoh ponselnya. Meletakkan di meja berbentuk bundar itu dan kembali duduk bersandar.
"Percuma saja aku tampil rapi setiap saat kalau masih sulit mendapatkan kekasih."
Pemuda di depannya tergelak. Namun tidak membuat Mingyu tersinggung. Sudah terbiasa menanggapi sifat sahabatnya. Karena ia tahu sahabatnya itu tidak akan menghibur atau memberikan kalimat motivasi. Justru menertawakannya seperti saat ini.
"Salahkan dirimu sendiri. Kau terlalu pemilih kau tahu?" balasnya saat sudah mampu mengendalikan tawanya. Lagi-lagi Mingyu tidak menjawab. Memilih mengecek ponselnya yang terasa bergetar.
"Dari siapa?" tanya sahabatnya saat melihat ekspresi Mingyu.
"Salah satu tim. Kau tahulah kita tidak pernah benar-benar mendapatkan tim yang sepemikiran. Pasti ada saja yang kurang."
Ia mengangguk. Membenarkan kalimat Mingyu yang juga selalu ia alami. Sebagai desainer grafis di salah satu advertising agency, mereka selalu bekerja sama dengan beberapa orang lainnya. Setiap tim terdiri dari beberapa ahli di bidangnya. Dan saling bekerja sama dalam pembuatan iklan. Namun ada saja hal-hal yang membuat pekerjaan semakin memusingkan.
"Kenapa mereka lama sekali?" Mingyu mengeluh sembari mengecek jam tangannya. Menunggu beberapa orang lainnya yang sepertinya masih dalam perjalanan.
"Mengingat mereka, aku jadi pensaran mengenai Seungcheol hyung. Dia baru dua hari menikah, tapi kenapa sudah bekerja?"
"Kau merindukanku Soonyoung-ah?" ia terkejut mendengar suara dari belakangnya. Ternyata yang ia bicarakan sudah tiba di tempat.
"Kau mengejutkanku hyung," protes Soonyoung.
"Jadi hyung, bagaimana kau sudah berada di sini?" tanya Soonyoung saat Seungcheol sudah duduk di kursi.
"Perusahaanku bekerja masih baru. Yah... jadi kau tahu sendirilah." Soonyoung mengangguk paham.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Knife
FanfictionCOMPLETE - Yang Mingyu bayangkan mendapat kekasih dengan cara romantis. Bukan dengan sebuah pisau yang menghunus lehernya.