Wonwoo terdiam mendengar kalimat yang terlontar dari Mingyu. Tanpa perlu mendengar untuk ke dua kali, Wonwoo mengerti apa yang Mingyu maksud. Namun pemuda manis itu hanya terdiam. Kepalanya menunduk memandangi sepatunya.
Mingyu yang berdiri di depannya menatap Wonwoo dengan intens. Ia sama sekali tidak bisa membaca ekspresi pemuda yang lebih pendek. Bahkan ia tidak bisa menebak apa yang Wonwoo pikirkan.
"Kau tidak mendengarnya? Aku katakan aku tidak akan ma-"
Kalimat Mingyu terputus saat Wonwoo mengangguk lemah. Matanya langsung membola saat Wonwoo memilih berbalik dan meninggalkannya.
"Mwo? Hanya seperti itu?" pekik Mingyu dalam hati.
"Lihatlah! Bahkan dia tidak bertanya kenapa dan tidak menunjukkan wajah sedihnya apalagi menangis. Seharusnya dia melakukan salah satunya. Bukannya itu keterlaluan? Untuk menghargaiku setidaknya dia harus marah. Tapi lihatlah! Aku bisa gila. Aargh ..."
Mingyu mengacak rambutnya frustasi. Ia lebih terlihat sebagai pihak yang diputuskan daripada memutuskan. Bahkan Wonwoo dengan santai berjalan meninggalkannya.
Pemuda bermarga Kim itu masih berdiri di tempatnya. Berulang kali menarik nafas dan membuangnya perlahan. Terus seperti itu hingga beberapa kali.
"Bahkan dia sama sekali tidak menoleh ke belakang," geram Mingyu sambil mengejar Wonwoo.
Tanpa perlu membutuhkan banyak tenaga, Mingyu bisa menyamai langkah Wonwoo dengan mudah. Tangannya langsung tergerak untuk menahan pergerakan pemuda manis itu.
"Tunggu!" seru Mingyu.
Wonwoo tidak menunjukkan wajah terkejutnya. Namun tangannya ia sembunyikan di belakang tubuhnya. Menyembunyikan pisau yang Mingyu pinta untuk dibuang.
"Kau pergi begitu saja?" Wonwoo mengangguk.
"Tidak ingin bertanya kenapa?" Kali ini Wonwoo menggeleng.
Mingyu yang masih menggenggam sebelah tangan Wonwoo menghembuskan nafasnya frustasi. Seharusnya bukan dia yang menjadi pihak paling frustasi dan menderita.
"Terserah kau sajalah!"
Mingyu melepas genggaman tangannya. Justru berdiri di belakang Wonwoo dengan melipat ke dua tangannya di dada. Wonwoo memandangnya dengan bingung. Matanya berkedip cepat tapi tidak mengeluarkan suaranya.
Tidak mendapat jawaban dari kebingungannya, Wonwoo melangkah perlahan. Langkahnya sedikit ragu dan mencoba menolehkan kepalanya ke belakang. Mingyu mengikuti pergerakannya, bahkan ikut berhenti saat ia menghentikan langkahnya.
Wonwoo kembali melangkahkan kakinya. Namun lagi-lagi berhenti untuk menolehkan kepalanya. Dan Mingyu juga masih melakukan hal yang sama. Karena Mingyu terus mengikutinya, Wonwoo memilih terus berjalan tanpa melihat ke belakang.
Langkah Wonwoo semakin memelan saat berada di atas jembatan. Tatapannnya tertuju pada genangan air di bawah sana. Namun tidak ada pergerakan berarti yang ia lakukan. Mingyu yang melihatnya langsung menarik tangan Wonwoo. Menjauhkan pemuda manis itu dari tepi jembatan.
"Kau mau bunuh diri?" tanya Mingyu dengan wajah seriusnya. Meski bingung, Wonwoo tetap menggeleng sebagai jawaban. Dan lagi-lagi Mingyu menghembuskan nafasnya frustasi.
"Wonwoo-ya."
Mingyu memegang ke dua pundak Wonwoo. Menghadapkan pemuda manis itu tepat ke arahnya. Kedua matanya menatap intens ke dalam mata Wonwoo yang menatapnya polos.
"Kali ini aku bertanya dan kau harus benar-benar menjawabnya dengan jujur dari hatimu," ucap Mingyu lembut. Dengan ragu, Wonwoo mengangguk.
"Kenapa kau selalu membawa pisau saat bersamaku?"

KAMU SEDANG MEMBACA
A Knife
FanfictionCOMPLETE - Yang Mingyu bayangkan mendapat kekasih dengan cara romantis. Bukan dengan sebuah pisau yang menghunus lehernya.