Melakukan hal yang sama dan terus menerus, tidak jarang membuat orang jengah. Namun hal itu tidak berlaku bagi Mingyu. Tidak ada rasa bosan walau hampir setiap malam bertemu dengan Wonwoo, di tempat yang sama dan tidak ada obrolan yang berarti. Bahkan saat berbicara dengan Wonwoo cukup menguras tenaga dan kesabarannya, sama sekali tidak membuat Mingyu jera. Mingyu justru lebih bersemangat saat pulang kerja karena Wonwoo akan menunggunya di bawah tiang listrik.
Seperti malam ini, Mingyu dan Wonwoo kembali bertemu. Bahkan ia tidak sadar kalau kebersamaan mereka sudah menginjak minggu ke tujuh.
Interaksi mereka tidak ada yang berubah. Masih sama seperti pertama kali mengenal. Mingyu masih sering berteriak dan menggeram kesal karena sifat Wonwoo. Dan kekasih manisnya itu juga masih datar dan begitu misterius. Karena sampai saat ini, masih banyak yang Mingyu tidak tahu tentang Wonwoo.
Di bawah langit yang kelam, Mingyu dan Wonwoo berjalan dalam diam. Masih menjadi rutinitas Mingyu untuk mencegah pergerakan Wonwoo yang berjalan terlalu cepat. Namun lagi-lagi, Mingyu tidak bosan melakukannya. Sudah terbiasa menghadapi semua tingkah ajaib kekasihnya.
"Wonwoo."
Pemuda berkulit putih itu, menoleh ke samping. Tepat ke arah Mingyu yang berdiri di sisinya. Ia hanya diam menunggu Mingyu melanjutkan kalimatnya.
"Kau pernah tersenyum?" tanya Mingyu. Alianya bertaut saat Wonwoo justru menunduk. Entah apa yang kekasihnya pikirkan.
"Apa dia takut menunjukkan senyumnya karena mengerikan?" batin Mingyu.
Karena tidak kunjung mendapat jawaban, Mingyu menarik tangan Wonwoo. Duduk di bangku taman yang sudah menjadi tempat favoritnya.
"Kau tidak tahu caranya tersenyum?" Mingyu tidak bisa menahan rasa penasarannya. Selama ini, ia sama sekali belum melihat kekasihnya tersenyum. Dan kali ini Wonwoo mengangguk.
"Coba tunjukkan padaku!" pinta Mingyu semangat. Ia duduk menyamping dan menghadapkan Wonwoo ke arahnya. Berharap bisa melihat senyum dari wajah putih itu. Ia ingin tahu seperti apa rupa Wonwoo saat dihiasi senyuman.
"Tersenyum?" tanya Wonwoo.
"Iya, tersenyum. Hanya tersenyum."
"Sekarang?" tanya Wonwoo lagi yang membuat Mingyu harus menahan rasa kesalnya.
"Tentu saja sekarang. Aku tidak mau duduk di sini sampai besok pagi." Namun lagi-lagi alis Mingyu berkerut. Wonwoo kembali menunduk dan menolak melihat ke arahnya.
"Kenapa tidak pesan dulu?" gumam Wonwoo.
"Hah?" Otak Mingyu terasa kosong seketika. Ia benar-benar tidak bisa menafsirkan ucapan kekasihnya. Ia merasa, tidak ada yang perlu dipesan dari sebuah senyuman.
"Wonwoo-ya, kau tahu kan maksud ucapanku? Aku memintamu untuk tersenyum. Aku tidak sedang-"
"Kalau kau pesan, aku bisa mempraktekkannya lebih dulu."
"Kau ... huft ...." Pemuda bergigi taring itu menghembuskan nafasnya. Ia tidak tahu akan sesulit ini ingin melihat sebuah senyuman. Saat setiap hari ia melihat senyum diobral di tempat kerjanya, tapi begitu sulit melihat senyum kekasihnya sendiri.
"...kau hanya perlu tersenyum, bukan akan melakukan eksperimen Wonwoo-ya." Meski geram setengah mati, Mingyu masih mencoba menahan rasa kesalnya.
"Setelah tersenyum, aku harus menangis juga?"
Dan sepertinya, Mingyu yang akan menangis histeris menghadapi sifat kekasihnya. Seberapa keraspun ia berpikir, ia masih tidak mengerti dari mana pertanyaan aneh itu selalu terlontar untuk menanggapi ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Knife
FanfictionCOMPLETE - Yang Mingyu bayangkan mendapat kekasih dengan cara romantis. Bukan dengan sebuah pisau yang menghunus lehernya.