Chapter I

341 8 5
                                    

Seragam? Rapih.

Rambut ? Stylish.

Wajah?

Ah, kalau itu gak usah ditanya. Mata besar yang jernih, alis hitam yang tebal dan rapih, bibir tipis kemerahan, dan hidung mancung yang lurus. Semua orang yang melihatku pasti langsung setuju kalau aku ini G.A.N.T.E.N.G!

Oke, mungkin kalian kaget langsung mendengar fakta-fakta tentangku. Jadi, biar aku perkenalkan diriku ini. Namaku Bayu Permana. Dari mulai keluarga, teman-teman, tetangga, sampe abang tukang sayur mengakui kalau aku ini memang berwajah tampan, jago olah raga, dan berotak encer. Ya, semacam natural God given talent gitu lah. Dari kecil sampai sekarang sudah tak terhitung pujian yang aku dapatkan berkat kegantenganku yang mampu menggoyahkan iman para wanita ini.

Singkat cerita, pokoknya selama ini hidupku aman, damai, sentosa. Namun semua itu berubah, ketika Negara, ah maksudku seorang murid pindahan dari Jepang datang beberapa minggu yang lalu dan mengacaukan segalanya.

Namanya Morinaga Arya. Aku dengar dia keturunan campuran. Ibunya orang Indonesia dan Ayahnya orang Jepang. Dia lahir di Bandung, tapi dibesarkan di Osaka, Jepang. Meski sejak kecil tinggal di Jepang, tapi dia selalu berbicara bahasa Indonesia dengan Ibunya. Jadi bahasa Indonesianya cukup bagus, meski ditelingaku yang penutur asli ini aksennya terdengar aneh sih.

Semenjak dia datang, perhatian para siswi perempuan mulai terbagi. Mereka masih sering fangirling-an saat melihatku lewat sih, tapi melihat mereka juga fangirling-an saat melihat Arya membuatku merasa tidak nyaman. Rasanya seperti sesuatu yang selama ini menjadi milikku direbut orang asing yang datang entah dari mana. Awalnya aku tak tak merasa begitu tersaingi, aku anggap kehadirannya hanya sebagai pelengkap dalam dunia per-fangirl-an di sekolahku. Tapi lama kelamaan aku mulai merasa terganggu saat para siswi perempuan mengomentari apapun yang dilakukan Arya. Bahkan ketika dia diam, mereka seakan tak kehabisan kata untuk memuji Arya. Dia cool lah, wajahnya mirip salah satu member boyband korea lah, hingga pada titik yang sangat menjengkelkan mereka mulai membandingkannya denganku.

Sebenarnya Arya bukan tipe anak yang menyebalkan, setidaknya menurutku begitu. Dia tak banyak bicara, tapi bukan orang yang sombong. Buktinya dia tak ragu untuk berterimakasih padaku saat aku mengambilkan penghapusnya yang jatuh dan kami pun sempat berkenalan secara pribadi. Tapi setelah insiden para fangirl yang membandingkan diriku dengannya, aku tak bisa menahan rasa dongkolku saat melihatnya. Memang sih, itu bukan salahnya. Tapi tetap saja aku hanya bisa jengkel padanya. Aku tahu ini egois, tapi menyalahkan Arya menjadi hal paling mudah yang bisa aku lakukan untuk membuatku merasa lebih baik. Karena mungkin di dalam hatiku, aku pun mengakui bahwa Arya itu memang ganteng, tapi aku tetap lebih ganteng.

"Bay! Kamu mau sekolah gak? Udah siang nih!" teriak abangku Angga dari balik pintu. "Lima menit gak keluar, kamu abang tinggal!" ancamnya kemudian.

"Ya, bentar lagi!" sahutku sambil menyambar tas yang tergeletak di atas kasur, lalu berlari menuju mobil yang sudah siap di depan rumah.

"Kamu ngapain aja sih? Tumben lelet banget. Udah kayak mamah aja kalau mau jalan-jalan," gerutu abangku sambil memasang sabuk pengaman.

"Aku bilangin mamah baru tahu rasa! Bisa dijewer sampe putus tuh kuping abang," ancamku dengan nada jahil.

"Dasar tukang ngadu!" umpat abangku sambil menoyor kepalaku.

"Ini kepala Bang, bukan bola basket. Gak udah di dribble juga kali," protesku kesal.

Bang Angga menghela nafas. "Kapan sih mama sama papa pulang dari Jerman?" gumamnya sambil mulai mengemudikan mobilnya.

Aku merapihkan rambutku yang sedikit acak-acakkan akibat toyoran maut abangku. "Kapan lagi mama sama papa bisa ngerayain anniversary mereka dengan layak, Bang? Selama ini yang mereka pikirin selalu kebahagian kita," ucapku sambil memalingkan pandanganku kearah luar jendela.

Bang Angga sempat terdiam sejenak."Kamu bener, Bay. Mereka layak dapet liburan yang panjang, toh sekarang abang udah kerja. Dan kamu udah gede..." ucapnya menggantung. "Hari ini kamu pulang bareng temen-temenmu lagi?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.

"Hem," timpalku singkat sambil mengangguk.

"Jangan pulang kemaleman ya, abang hari ini kerja lembur. Dan Pak Dendi belum bisa balik kerja karena istrinya masih dirawat."

Aku mengangguk.

Tanpa terasa mobil yang dikemudiakan abangku telah tiba di depan gerbang sekolahku. Beberapa anak perempuan berhenti berjalan seketika ketika melihatku turun, dan mata mereka makin berbinar ketika melihat abangku membuka jedela mobil dan melambai padaku.

"Hati-hati!" ucapnya sebelum pergi.

"Pagi Bayu!" sapa segerombolan siswi yang entah sejak kapan sudah semakin banyak berdesakan di dekat gerbang.

"Pagi!" timpalku sambil menyunggingkan senyum terbaikku. Seketika aku bisa mendengar teriakan histeris para siswi, plus satu suara 'gedebug' dibelakang sana. Ah, mungkin senyumku terlalu menyilaukan.

"Eh, eh, Itu Arya!" teriak salah seorang siswi tiba-tiba. Dan seperti yang sudah-sudah, pertatian mereka seketika beralih pada Arya yang berjalan dengan langkah santai kearah gerbang, atau tepatnya kearahku.

"Arya, pagi!" sapa segerombolan siswi yang tadi menyapaku.

Arya hanya mengangguk, namun itu sudah cukup membuat mereka jungkir balik. Dia tetap berjalan dengan langkah santai hingga akhirnya dia berhenti beberapa langkah dariku. Membuat kontras dari tinggi badan kami terlihat. Mungkin aku lupa menceritakan pada kalian sebelumnya, bahwa aku memiliki tubuh tinggi untuk ukuran anak SMA, tapi dengan berat hati harus aku akui bahwa Arya sedikit lebih tinggi dariku. Hanya sedikit, tidak banyak. Mungkin hanya 5 cm.

"Kamu hari ini ada acara?" tanyanya tiba-tiba.

"Hah?!" Aku menatapnya dengan ekspresi bingung.

"Aku bilang, kamu hari ini ada acara?" Arya mengulangi pertanyaannya dengan ekspresi yang sama datarnya.

Aku mengerutkan dahiku, namun akhirnya menggeleng juga sebagai jawaban.

"Oke. Kalau gitu, sampai ketemu nanti," ucapnya dengan nada datar, lalu berlalu pergi begitu saja meninggalkanku.

"Eh, tunggu! yang tadi itu apaan?" tanyaku dalam hati. Aku mencoba mencerna maksud dari pertanyaan Arya, tapi itu hanya buang-buang waktu. Akhirnya aku memutuskan untuk masuk kelas dan mengabaikan kejadian yang baru saja terjadi itu. Tak pernah terpikirkan olehku jika kejadian yang terjadi begitu tiba-tiba itu kelak akan menjadi awal dari kisah yang merubah hidupku.

************

TBC

.

.

.

Haiyoooo~

Minna san, konnichiwa *\(^.^)/*

Hajimemashite, Shun desu. Yoroshiku Onegaishimasu~ #Bow

Sebelumnya, Shun ingin mengucapkan : Terimakasih telah membaca cerita dengan kualitas abal-abal ini... #Hiks

Meski mungkin masih banyak lubang disana-sini, tapi Shun berharap teman-teman sekalian tetap bersedia membaca chapter-chapter selanjutnya dan mendukung cerita ini~

Tapi yang lebih penting, Shun berharap teman-teman bisa terhibur dan menikmati kisah sederhana ini. *Meski typo yang mungkin teman-teman temukan akan membuat teman-teman berpikir kalau cerita ini ditulis oleh anak SD yang baru belajar ngetik pake Ms Word*

Kritik dan saran yang membangun pun akan dengan hati Shun terima. Jadi, jangan ragu untuk komen ya :)

Arigatou Gozaimasu... #Bow



School IdolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang