[12] A

21.5K 1.4K 36
                                    

"Pagi," Raza mengucek matanya sambil menguap.

"Pagi kak," balas Agatha tersenyum manis, pil penghilang rasa nyeri itu benar-benar membuatnya merasa jauh lebih baik. Moodnya meningkat drastis.

"Kakak gak tidur?" Agatha menatap Abisena yang sibuk menguap. Lingkar hitam menghiasi matanya.

"Tidur, tapi sebentar. Kita harus segera pergi," Abisena menyerahkan buku yang sudah habis dibacanya pada Sisi, "akan kuceritakan sampai dirumah nanti," lanjutnya tanpa menatap Sisi sedikitpun.

Tiba-tiba saja Sisi menangis, membuat Agatha, Raza, Bian dan Agni menatapnya aneh. Ada apa sebenarnya?

"Sisi kamu kenapa?" tanya Agatha sambil memeluk Sisi. Bukannya menenangkan, Sisi malah menangis semakin menjadi-jadi. Rasa bersalah dan keragu-raguan kembali muncul. Membuat hatinya semakin terobek-robek.

"Kenapa?" tanya Agatha lagi, kali ini ikut terisak karena tidak tega melihat sahabatnya menderita. Mereka berdua menangis meraung-raung membuat para lelaki menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Drama apa lagi ini?

Sesungguhnya Agatha ingin menyemangati Sisi, mengatakan pengkhianatan yang gadis itu lakukan tidak akan merubah hubungan mereka. Ia tidak yakin dengan Abisena ataupun Agni, tapi setidaknya mereka akan memaafkan Sisi walaupun membutuhkan waktu yang sangat lama.

"Tidak... tidak apa-apa. Maafkan aku, Agatha. Maaf." ucap Sisi meskipun ia tahu Agatha tidak akan mengerti.

"Kenapa minta maaf, kau tidak salah. Penculikanku bukan kau penyebabnya." Meskipun kau harus terlibat didalamnya, lanjut Agatha dalam hati.

"Tenanglah Sisi," Abisena menyela. Tidak tahan dengan acara tangis-tangisan wanita-wanita ini. Penyebabnyapun tidak ia ketahui.

"Semua akan baik-baik saja. Aku sudah mengatakannya sebelumnya," lanjut Abisena tenang, "bisakah kau percaya padaku?"

Sisi mengangguk, tentu saja ia percaya pada Abisena. Begitu pula laki-laki itu yang percaya padanya. Tapi, Sisi hanya mampu merusak kepercayaan yang Abisena berikan. Sampai dirumah? Bisakah mereka kembali seperti dulu saat mereka mengetahui kejahatan yang dilakukan olehnya.

"Kalau begitu ayo kita turun," Abisena mengulurkan tangannya.

"Makasih," balas Agatha meraih uluran tangan kakaknya itu.

"Bukan kamu!" Abisena mendecak kesal, membuat Agatha terkekeh malu. Raza, Bian dan Agni hanya bisa menahan tawa sementara pipi Sisi kembali memerah melihat tingkah kedua kakak beradik itu.

"Kalau bukan aku, siapa? Kak Raza? Biaaan?" lanjutnya pura-pura tidak peka.

"Arrghh," Abisena mengacak-acak rambut Agatha kesal. Dasar perusak suasana! Ia segera meraih pergelangan tangan Sisi, membantu gadis itu berdiri kemudian menyeretnya kelantai satu.

"Adududuh romantisnyaaa ...." ejek Agatha, membuat Sisi semakin tertunduk malu.

"Jahil banget jadi orang," Agni menepuk kepala adik bungsunya itu memperingati.

"Habis, dua-duanya itu ... em ... apa sih istilahnya buat mereka yang saling suka tapi sok malu-malu kucing?" tanya Agatha, "padahal mau," lanjutnya.

"Apaan? Caper?" tanya Agni bingung.

"Ih... caper itu cari perhatian. Bukan ah!"

"Baper?" kali ini Raza yang benjawab. Mereka generasi tahun 1980-an memang tidak mengerti dengan istilah-istilah baru yang digunakan anak-anak zaman sekarang. (mereka kelahiran 1989-ya. 27 tahun di tahun 2016. Part ini dibuat november tahun 2016).

"Bukaaan!" Agatha menggeleng.

"Waffer?" Bian menggaruk kepalanya.

"Itu kakak kali yang laper," dengus Agatha kesal. Secepat itu ia menyadari kesalahannya yang bertanya pada om-om tua seperti mereka.

Stuck On You [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang