Another day

14 3 1
                                    


Hari kedua di Bali, cuaca masih saja tidak bersahabat. Hujan dan gerimis datang bergantian. Jangankan untuk jalan-jalan, menikmati jacuzzi di depan bungalow pun Ninda belum sempat. Sebenarnya Ninda sudah pengen nyemplung aja, cuma Ale malah panjang lebar menceramahinya. Nanti sakitlah, masuk anginlah, dan ujungnya ceramah tentang kesehatan lebih dari 10 menit. Ninda hanya bisa mengiyakan, ternyata rasanya dilarang itu seperti ini. Disatu sisi dia sebal karena keinginannya di tentang, tapi disisi lain, Ninda benar-benar merasa di perhatikan, seolah dia sangat berharga dimata Ale. Selama ini Ninda bebas melakukan apapun yang dia mau. Mau free diving, menyelam bersama lumba-lumba, naik gunung, backpacker sendirian keluar negri. Orang tuanya tak pernah masalah dengan itu, dan adik-adiknya masih terlalu sibuk dengan dunia mereka sendiri daripada menghawatirkannya. Jadi sekarang Ninda masih sangat menikmati perintah-perintah dan larangan Ale.

"Yang, handphone kamu dipegang terus ya dari tadi. Aku di anggurin, nanti lama-lama aku jadi bir loh."

Ninda mengerutkan dahinya mencoba mencerna kata-kata Ale.

"Apa korelasinya di anggurin sama bir le?"

"Yah, garing yah. Maksudnya dianggurin, anggur kan kalau di permentasi jadi bir. Gitu loh" Jelas Ale panjang lebar.

Ninda yang mendengar penjelasan Ale tak pelak tertawa. Bagaimana bisa Ale merelasikan seperti itu, humor yang harus mikir dulu. Lagi-lagi, kalau berhubungan sama Ale apapun, harus pake logic.Tapi satu perubahan Ale yang Ninda sadari setelah menikah lebih luwes, lebih banyak omong, lebih santai. Dan satu lagi, lebih sering menggodanya.

"Siniin coba hape-nya." Ale mengambil Handphone Ninda tanpa persetujuan.

"Gak ada apa-apa le, kamu mau liat apa."

"Pengen liat aja, apa yang bikin kamu betah banget sama hape."

"..."

"Kamu mainan instagram."

Ninda masih tanpa komentar, dia hanya terdiam dan memperhatikan mimik wajah Ale sambil menerka-nerka apa yang sedang dibaca suaminya itu. Hampir sepuluh menit berlalu dan Ninda hanya diam memperhatikan suaminya itu, tak beranjak sedikitpun.

"Ini aku balikin."

Ninda mengecek akunya dan menemukan satu postingan baru di akun Instagram-nya. Wajah selfi Ale yang full face dengan deskripsi satu emoticon love.

"Kok gak komentar? Liat gak aku upload apa pake akun kamu?" Tanya Ale penasaran

"Iya, gak papa le, emang kenapa?"

"Hm...kamu gak ada upload photo nikahan kita sih?"

"Pengennya nanti, kalo dari vendor photonya udah ngasih. Biar bagus yang di posting."

"Oohh" Ale hanya ber-o-ria seolah menggantung kalimat lain setelahnya, sedangkan Ninda menatap suaminya itu heran.

Ninda hendak meletakan handphonya diatas nakas, namun tangannya lebih dulu ditarik Ale kedalam pelukkan laki-laki itu. Bersandar di dada bidang Ale adalah posisi favorit Ninda akhir-akhir ini. Ninda balas memeluk suaminya, lalu mengadahkan kepalanya ia menatap Ale yang juga balas menatapnya.

"Hm... yang, banyak banget sih itu cowok-cowok yang curhat sama kamu. Tadi aku baca DM kamu"

Ah, Ninda paham sekarang. Mungkin ini yang mendorong Ale memposting photo selfinya tadi. Ninda paham bahwa laki-laki memiliki ego untuk diakui, untuk menandai kepunyaan mereka. Padahal dari tadi dia sibuk membalas komentar yang membanjiri photo yang di-tag teman-teman yang kebetulan hadir di acara resepsinya kemarin, harusnya Ale melihat tab melupakan hal itu.

"Ya, mereka curhat aja le..."

"Ceritain mantan-mantan kamu dong yang." Ale menarik Ninda mendekat.

Ninda sedikit kaget mendengar permintaan Ale. Ini suaminya habis baca apa di instagram sampai tiba-tiba minta di ceritain masa lalu. Tapi, Ninda tidak masalah dengan semua itu. Tidak ada yang dia sembunyikan tentang masa lalunya.

"Mantan? Aku gak punya mantan."

"hah? Serius?"

"banget"

"Kenapa?" Tanya Ale yang masih merasa aneh mengetahui Ninda tidak memiliki mantan.

"Gak sempet. Gak ada waktu juga. Dari SMA aku tuh kerjar-kejaran sama waktu. Pas kuliah sibuk sama BEM. Pas kerja dapetnya kerjaan yang keliling-keliling gini."

"Masa? Tapi itu yang curhat sama kamu banyak banget gitu? Modus semua itu yang. Kamu jangan ladenin lagi ya."

"Iya Bapak Aleedzar Mahardika."

"Cepet banget nurutnya..."

"Ya, perintah suami mau gimana lagi. Lagian aku juga males sebenernya. Kadang udah niat baik, tapi malah berakhir jelek."

"Maksudnya?"

"Ya gitu, sebenernya temen-temen emang banyak yang suka cerita sama aku. Mungkin karena aku jomblo terus, jadi fast respone kali ya hahaha" Ninda menertawakan dirinya sendiri.

"Gak cuma cowok ya Le, temen-temen aku yang cewek juga banyak yang suka curhat-curhat ke aku." Ninda masih memilih kata-kata yang tepat untuk menceritakan kejadian memalukan itu pada Ale.

"Gak mau muter-muter. Kamu pernah diapain yang?"

"Di labrak sama ceweknya temenku. Hehehe, bego banget kan ya akunya."

"Lah, gimana ceritanya?"

"Ya gitu, punya temen yang sering cerita ke aku, trus ternyata pas dia putus, mantar pacarnya itu ngelabrak aku. Ya aku sih maklum aja, mantan pacarnya masih muda, masih mahasiswa gitulah. Jadi aku ajakin ketemu, malah aku yang di tuduh. Udah ah aku males ngingetnya."

Yang Ale tahu sekarang adalah istrinya itu cool. Dia dewasa dalam bertindak. Dan tentu saja seperti yang dia sudah ketahui, Ninda sangat bertanggung jawab atas apapun pilihannya.

"Terus gimana lagi?"

"Ya gak ada, kita gak jadi ngomong karena dia nuduh aku dan maki-maki gak jelas. Aku males cari ribut, ya udah aku dengerin aja toh besoknya aku ada flight ke Banjarmasin, gak bakal ketemu ini sama temenku maupun mantan pacarnya itu. Mungkin dia butuh orang buat meledakkan amarahnya, ya udahlah aku dengerin aja, dia selesai ngomel, baru aku jelasin. Perkara dia gak percaya ya udah aku gak begitu peduli."

"Hahaha, seru juga! Trus ada lagi gak?"

"Seru dari hongkong! Gak ada, itu doang yang paling parah. Kalau yang lain sih, banyakan nyindir dan nyinyirin aja. Ya, gak begitu ngaruh lah ke aku."

"Uh, Istri aku cool banget. Tapi besok-besok, kalau ada yang begitu lagi sama kamu, aku gak mau ya."

"Iya."

Ale memeluk Ninda erat. Diciuminya rambut istrinya itu berkali-kali. Ale menyesal kenapa baru dipertemukan dengan Ninda awal tahun lalu. Coba mereka dipertemukan lebih cepat, mungkin dia tidak perlu merasakan sakitnya patah hati.

"Sekarang giliran kamu. Ceritain tentang masa jahiliyahnya kamu. Muka-muka kayak kamu mah gak bakal mantannya dikit."

Ale menaikkan salah satu alisnya, "Emang muka aku kenapa yang? Ganteng yah?" tanya Ale dengan begitu percaya diri.

"Ganteng" Ujar Ninda nyaris tak terdengar lalu menelungkupkan wajahnya di dada bidang Ale.

"Ngomong apa sayang, yang jelas dong..." Ale memutar hingga posisi badannya di atas Ninda, sedangkan wanita itu masih manutup wajahnya dengan kedua tangannya, malu.

Sekarang apa yang mereka bicarakan sudah dilupakan begitu saja. Mungkin bagi mereka yang datang untuk liburan, Bali dan hujan adalah kombinasi yang buruk. Tapi bagi Ale, Bali dan hujan membuat waktunya bersama Ninda sempurna. Oh andaikan hujan akan terus turun selama 5 hari lagi, dia akan sangat bersyukur. Selama ini Ale sepakat bahwa Bali adalah pulau dewata yang wajib ditelusuri keindahannya. Tapi sekarang, dia hanya ingin menjelajahi surga dunia yang lain.


What Love Really MeansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang