First.

153 12 0
                                    

Jenuh.

Satu kata itu menggambarkan perasaan Aldifa saat ini. Pada jam-jam terakhir seperti ini guru yang harusnya mengajar di kelasnya tidak masuk karena suatu halangan. Pastinya penghuni kelas XI IPA-2 ini sangat gembira. Bagaimana tidak? Saat di penghujung KBM atau saat-saatnya kantuk datang, diberi freeclass. Ini sangat dimanfaatkan oleh siswa untuk melakukan berbagai hal seperti; membaca novel, mendengarkan musik, mengobrol dengan teman semeja, menjahili teman, tidur jama'ah, bahkan beberapa ada yang sedang asik berpacaran.

Lain halnya dengan Aldifa, ia sangat jenuh. Teman semejanya sudah jauh di alam mimpi, otomatis ia tidak ada teman mengobrol. Mengingat Aldifa terlalu malas jauh-jauh untuk sekedar mencari teman ngobrol. Perempuan itu menarik gulungan kabel earphone dari dalam tasnya. Setelah ia colokkan ke ponsel, tangannya menari-nari di atas layar ponsel untuk memilah lagu. I wanna write you a song dari One Direction menjadi pilihannya. Bulu matanya yang hitam lebat bergerak ke bawah, menutupi bola matanya rapat-rapat. Seakan dengan memejam ia berharap dapat menikmati lagu dengan tenang di samping keadaan kelas yang sangat berisik. Tidak lupa kakinya mengetuk-ketuk lantai seirama dengan lagu yang didengarnya. Beberapa menit berlalu, Aldifa menikmati itu. Hingga tiba-tiba muncul satu nama di pikirannya.

Darrel.

Perempuan berkuncir kuda itu kembali menyalakan ponselnya. Ia mencari kontak Darrel di salah satu aplikasi chatting, lalu dikirimnya beberapa pesan.

2 menit...
4 menit...
8 menit...

Tidak ada balasan.

"Ih tai banget sih, biasanya juga main handphone pas belajar." dumalnya tak karuan. Untuk kesekian kalinya ia melirik jam di dinding.

Kok nggak bunyi-bunyi rusak kali ya bel sekolah?

"Cha bangun!" Aldifa melirik ke samping kiri, dimana terdapat teman semejanya sedang tidur. Ia heran, kenapa Icha sangat doyan sekali tidur. Tidak tahu tempat pula.

Kringg...

Aldifa menghela napas lega. "Dari tadi kek ya Allah," tangannya bergerak untuk memasukkan seluruh bukunya yang di meja ke dalam tas. "Cha pulang! Lo mau nginep sekolah apa gimana sih?"

"Hm." Icha menggumam sembari membuka matanya perlahan. Ia masih sibuk menetralkan kesadarannya. "Lah, udah pulang aja," suaranya terdengar parau.

"Heh! Lo itu tidur udah lama banget gila."

"Masa sih?" ucap Icha terlihat linglung.

"Udah ah gue duluan ya, dah Cha." Aldifa keluar kelas dengan terburu-buru. Ia sedang tidak berminat keluar kelas beriringan dengan Icha. Perempuan itu ingin cepat mencari seseorang yang tadi ia kirimi pesan. Langkahnya terayun menuju kelas koridor kelas XI Ips.

"Eh Adit!" Aldifa menghentikan langkah Adit yang baru saja keluar kelas. "Darrel mana?"

"Anjrit lo Al, gue kaget." Adit mengusap-usap dadanya sebagai reaksi kaget. "Darrel di BK daritadi belum balik."

"Lah ngapain?"

"Kena celana sama Pak Sofyan."

"Si Bego.” Umpat Aldifa sedikit heran. “Yaudah gue kesana deh, thanks Dit."

Setelahnya, ia buru-buru ke ruang BK tanpa menunggu sahutan Adit.

***

Saat ini Aldifa sudah berdiri di samping pintu Ruang BK sambil menyenderkan setengah badannya ke tembok. Menunggu seseorang yang beberapa saat lalu ia cari. Butuh beberapa menit untuk menunggu orang itu keluar dari ruangan. Ini sudah kali ke empat semester ini Darrel terkena masalah hingga dibawa ke BK. Dari yang sepele seperti ini, hingga yang ia menonjok adek kelasnya karena suatu alasan.

"Lama banget lo ah."

"Santai dong, Bebi." ucap Darrel dengan senyum manisnya. "Yuk balik." tangan Darrel sudah melingkar mantap di punggung perempuan yang lebih pendek darinya itu. Gerakannya menyisyaratkan perempuan itu untuk berjalan. Wajah Aldifa yang putih dan ceria itu saat ini terlihat kesal. Menunggu Darrel memang hal yang tidak Aldifa sukai.

"Rel bentar," Aldifa menarik tangan kanan Darrel di sela-sela perjalanan melewati koridor. "Ke kantin dulu ya?"

"Es krim?" Darrel menoleh ke Aldifa yang saat ini memasang muka melas.

Darrel sudah hafal dengan kebiasaan Aldifa yang membeli es krim setelah pulang sekolah di kantin. Karena Aldifa merupakan pecinta es krim. Lebih tepatnya es krim kanti sekolah mereka. Tapi perempuan itu masih saja selalu izin terlebih dahulu. Padahal Darrel juga tidak mungkin menolak ajakan Aldifa.

Aldifa mengangguk tiga kali sebagai jawaban iya.

Mereka sengaja tidak membahasa masalah BK. Karena Aldifa sendiri sudah mengetahui sebab sahabatnya ke BK, dan yang terkena masalah pun terlalu malas membahasnya jika Aldifa sendiri tidak bertanya. Keduanya mengarahkan kakinya menuju kantin untuk membeli es krim. Mereka melewati beberapa orang yang masih bertahan di sekolah untuk berbagai urusan.

"Oh iya, nanti bakal ada Market Day ya, Rel?" Aldifa mengingat perkataan Icha di kelas tadi. Icha bilang akan ada Market Day untuk waktu dekat-dekat ini. Rutinitas sekolah Kharisma setiap tahunnya dalam praktek pelajaran Prakarya.

"Hah, Market Day? Kapan?" bukannya mendapat jawaban, Darrel malah balik bertanya.

"Ish, gue nanya malah balik nanya."

"Di kelas gue belom diumumin," memang benar, seingat Darrel belum ada informasi mengenai Market Day dekat-dekat ini.

"Di kelas gue juga. Kan lo OSIS, harusnya tau lebih dulu dong! Dasar OSIS gadungan." ledek Aldifa.

Darrel hanya menunjukkan muka datarnya dengan bibir yang ia buat menjadi garis lurus.

Darrel memang merupakan anggota OSIS. Darrel, laki-laki urakan yang terlihat menyepelkan sekolah itu, siapa sangka ia merupakan anggota OSIS? Yah, karena biasanya, Organisasi Siswa Sekolah itu hanya diisi oleh murid-murid yang notabenya adalah pemikir. Pemikir yang dimaksud dalam hal ini adalah orang yang mau dengan repot memikirkan sekolahnya. Bagaimana sekolahnya dapat berkembang dengan baik, meraih prestasi melalui siswa-siswinya yang sebenarnya pintar—namun sebagian besar siswa malas mengikuti kontes-kontes yang berbau pendidikan, dan yang berhubungan dengan perkembangan sekolah lainnya. Bahkan jabatannya apa pun Aldifa tidak tahu. Karena ketika ditanyai Aldifa apa jabatannya, ia hanya menjawab dengan cengengesan. Maka dari itu Aldifa belum mengetahuinya hingga sekarang. Walaupun sebenarnya ia tidak terlalu peduli juga. Yah, tapi sepenglihatan Aldifa, Darrel cukup aktif dalam rapat-rapatnya.

Sampai di depan Bu Susi–penjual es krim di kantin sekolah–Adlifa langsung memesan es krim yang biasa ia beli. Bu Susi juga sempat menyapanya hangat.

Kedua anak remaja itu duduk menunggu pesanan mereka.

"Gue males banget praktek Prakarya, ribet." ujar Darrel tiba-tiba, membayangkan bagaimana merepotkannya praktek itu. Berkelompok pun, Darrel malas berpartisipasi dengan acara satu itu.

"Ye, lo mah apa yang nggak males?" Aldifa mengambil tali rambut dari saku seragamnya, lalu ia mulai mengikat rambutnya menjadi ekor kuda. Siang ini cukup terik, membuat keringat Aldifa mulai bercucuran.

"Makan masakan Mama Risa, gue nggak males."

Aldifa tidak memedulikan ucapan asal Darrel. Ia bangkit setelah mendengar panggilan Bu Susi bahwa pesanannya sudah jadi, kemudian berjalan untuk menghampiri wanita berumur itu.

Dari arah belakang Aldifa, muncul seseorang yang tidak sengaja menyenggol tangan Aldifa yang menjulur memberi uang pada Bu Susi. Tangan Aldifa tergeser sedikit. Tidak sampai jatuh uangnya, namun berhasil membuat Aldifa menoleh pada orang itu.

"Sorry." ucap orang itu berlalu mendekati Bu Susi, ia juga memesan es krim.

Aldifa mendongak, ternyata laki-laki yang mempunyai mata hitam pekat itu yang menabraknya. Laki-laki yang mempunyai sedikit aura dingin terhadap orang tak dikenalnya. Jelas Aldifa mengenalinya, karena ia sekelas dengan laki-laki itu.

Tak mau memikirkannya, Aldifa segera membayar dan kembali ke Darrel yang sudah berdiri bersiap melangkah pergi.


***

PENDEK BANGET AHAHA NYOBA NYOBA DULU Y G?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 28, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang