1

20 4 4
                                    

Bruno Mars - count on me

Ketiga lelaki itu saling melempar pandang sejak 2 jam yang lalu, sesekali melirik gadis yang duduk di sofa belakang mereka. Gadis itu tampak acuh dengan keberadaan ketiga sahabatnya, lebih memilih memfokuskan diri dengan laptop di pangkuannya.

"Di, wanna play game with us? " tanya lelaki yang di duduk pojok kanan dengan tangan yang masih memegang playstasion. Mencoba mencari perhatian gadis dengan rambut yang di cepol asal itu.

"no Arkan" Diandra menjawab tanpa melirik lawan bicaranya. lelaki itu menghela nafas kasar. Arkan melotot kepada lelaki di sampingnya yang langsung gelagapan karena pelototan Arkan.

"Diandra, Dian ku sayang... kita ada di sini, bukan di depan laptop. Abang udah dandan ganteng buat neng sayang kok malang jadi kacang" kali ini lelaki di samping Arkan yang angkat bicara.

Namanya Galih Priatmojo, lelaki paling jahil, dibekali paras rupawan dia selalu menggoda Diandra dengan seribu satu rayuan mautnya. Dan seperti biasa, Diandra hanya tersenyum miring tanpa mau menanggapi rayuan receh Galih, bahkan dia tak mau repot melepas headphone berwarna hitam dari telinganya.

"Di, kamu ada job?" Arkan masih mencoba membuat Dian mengalihkan perhatiannya. Sementara Diandra hanya bergumam pelan. Tangannya masih menari lincah di atas  mouse sambil sesekali meresapi lagu yang sedang dia racik.

"Kapan?"  tanya Arkan. Kerutan di dahi Diandra tak berkurang sama sekali, matanya masih menatap grafik equalizer di layar laptopnya.

"coba dengerin deh" kali ini gadis itu mengambil musik box berbentuk coklat di atas nakas dan menghubungkan laptop. Terdengar lagu almost never enough dari Ariana Grande yang sudah di ubah menjadi  house music dengan tempo 127 BPM (Beats per minute).

Ketiga lelaki itu berdecak kagum dengan lagu hasil olahan gadis di belakang mereka. Mengubah lagu- ah tidak, ini bukan mengubah lagi. Namun Diandra telah mengganti nyawa lagu itu menjadi ciri khasnya, memberi nyawa baru pada lagu.

"hacep nying!"

Arkan dan Galih menoleh ke asal suara dengan mulut yang terbuka lebar.

"tampar gua Gal! Bilang ini bukan mimpi!" dengan cekatan Galih menampar pipi Arkan dan membuat memekik Arkan kesakitan.

"bukan mimpi" ujar Arkan sambil mengusap bekas tamparan Galih. Diandra terkikik geli.

"seorang Yudhistira Purnomo bisa ngomong gitu?" ujar Galih sambil menggelengkan kepala. Yudhi hanya mengangkat bahunya acuh.

"keajaiban dunia" celetuk Galih

"alay!" sahut Diandra, mengambil tempat duduk di samping Yudhi.

"Oh ya, Di... Kalau pamit sama Ibu mu gimana?" tanya Akan sambil melanjutkan game yang sempat di pause nya.

"Job ku nanti malem di peresmian Hotel Permata dan of course i need your help" ujar Diandra sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Dian.... Kebiasaan ya..." Diandra tersenyum tanpa dosa mendengar kata-kata Galih.

"Come on boys... Just for tonight, please... Toh tampilnya juga bentar, habis tampil langsung pulang, janji"

Diandra atau lebih akrab disapa dengan Dian adalah seorang DJ belia yang baru berusia 16 tahun beberapa bulan yang sekarang berjuang untuk lolos dari pengawasan Ibu tercintanya. Dan nama panggungnya adalah DJ Mara singkatan dari nama Maharani miliknya.

"Ok, aku bantu. Toh aku juga dapat undangannya. kalian berdua ikut! Masalah cara masuk bisa diatur." Arkan dan Galih melotot tak percaya, jika Yudhi sudah berbicara maka itu keputusan final. Dan haram hukumnya untuk di bantah.

Like A Old SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang