2

17 5 2
                                    

Suara itu seperti salah satu pertanda kiamat kecil bagi Diandra Maharani. Sebenarnya kata-kata itu biasa, sangat biasa malahan jika yang mengucapkannya bukan Maharani Maheswari-Rani- sepupu paling laknat yang pernah dia dapat. Orang yang paling tak bisa menjaga rahasia, katanya Rani sih namanya jujur. Tapi jujur pake cara Rani yang ada malah ajur! Masa habis ciuman sama pacar juga diceritain ke orang tua? Kan ya sarap.

Diandra semakin melebarkan seringainya saat menyadari seorang lelaki jangkung dengan balutan tuxedo bermotif batik di samping Rani yang juga sedang tersenyum.

"thanks DJ Mara" Diandra tersenyum lalu membungkuk hormat pada para tamu undangan lalu turun dari panggung setelah berbisik pada lelaki jangkung dengan tuxedo bermotif batik.

"aku tunggu penjelasanmu, Ga.lih."

Diandra bergegas berjalan ke backstage. Tempat dimana Arkan telah menunggu dengan paper bag milik Diandra.

"lama aelah" ujar Arkan saat melihat adiknya baru keluar dari pintu.

"bawel ah. Mana? Mau ganti baju aku. Cari Yudhi! Sekalian nanti mau aku sidang Galih!" Arkan mangutmangut mengerti dan menyerahkan paper bag berwarna coklat itu ke tangan Diandra.

Diandra dengan cepat melesat ke toilet, mengganti penampilannya dari DJ Mara ke Diandra Maharani sebelum ada lebih banyak orang yang menyadari DJ Mara adalah dirinya.

Diandra mengganti baju dan tatanan rambutnya setelah dia memberi sedikit pewarna rambut semprot yang selalu dia bawa kemanapun dia bawa. Suara ponsel di dalam paper bag mengganggu activitasnya menguncir rambut.

Arkan Ogeb
Nggak usah keluar dek!!

Diandra mengeringit heran. Belum sempat Dian membalas, ponselnya kembali berbunyi.

Arkan Ogeb
Tetep di dalem toilet! Kalo nggak mau nyesel tetep diem di dalem. Sumpah deh deeek!! Nggak usah keluar dulu ya...

Emang apasih yang bisa bikin Diandra nyesel? Emang diluar lagi ada perampokan? Bukannya nyesel Dian itu mah... Malah girang dia! Ya iya lah, kan jadi bisa gaya-gaya ala James Bond, tembak kanan tembak kiri nggak perduli yang ketembak sandra atau perampoknya.

Ada apasiiih? Pengeboman? Muntilasi?? Aah dari pada lama-lama Dian bisa mati penasaraaan, mending keluar. Dian memasukkan ponselnya dan bergegas keluar dengan kening yang berkerut-kerut.

"oh jadi git-" ucapan Arkan terpotong dengan pintu yang dibuka oleh Diandra. Diandra memandang kedua orang di hadapannya dengan datar. Ternyata cuma Arkan sama mas mantan, bukan lagi ada perampokan atau pengeboman. Ck! Tak sesuai ekspetasi Diandra. Eh tapi... Tadi... Arkan ngomong sama ....

MANTAN??

Ini bencana yang lebih dahsyat dari pengeboman Hiroshima dan Nagasaki. Ini pengeboman rindu yang di picu masih sayang mantan!!

"Hai Diandra"

Arkan mengusap wajahnya kasar. Rencana menjauhkan Diandra dengan Dika sang mantan tersayang GATOT! Alias gagal total karena sifat Diandra yang kelewat kepo.

Sementara wajah Diandra berubah pucat seperti orang yang baru saja bertemu hantu. Ya! Hantu!! Orang yang selalu menghantui setiap mimpi Diandra.

"udah selesai?" ucap Arkan memecah keheningan dan kontak mata antara Dian dan Dika.

"ha? Ah... Itu... Udah kok" belum abang ogeb!! Ini masih belum selesai mandangin mantan!!! Perusak suasana amat deh ini orang .

" kalau udah cari Yudhi yok!" ajak Arkan yang di hadiahi tatapan sengit Diandra.

Bodo amat! Bodo amaaaaat!!! Mau Yudhi di culik banci! Di muntilasi! Bunuh diri! Bodo amat!! Ini mantan ketemu setahun sekali waktu idul fitri, kan ya mubazir kalau di lewatin gitu aja.

"buru-buru ya Khan? Ganggu gak?" tanya Dika sambil sesekali melirik Diandra yang tetap mematung dengan mulut sedikit terbuka.

"ah ya gitu deh Ka! Si Yudhi ngilang mulu, terus si Galih malah nyungsang di panggung sama Rani" jawaban Arkan membuat wajah Diandra ditekuk-tekuk.

Habis ini kamu yang aku sungsangin di taman lawang baaaang!!

"kita duluan ya? Ayo Di!" ajak Arkan sambil melotot garang ke arah adiknya itu. Diandra mengikuti Arkan dari belakang sambil bergumam mengutuk Arkan yang dengan teganya memisahkan reoni mantan yang terjadi setahun sekali- eh pengecualian! Tahun ini setahun dua kali, satu idul fitri, satunya lagi hari ini.

"Arkan!! Ngapain coba harus nyari Yudhi sama aku sih? Sendiri kan bisa?"

"terus kamu nostalgia lagi? Baper lagi? Ditinggal lagi? Nangis lagi??" Diandra mengerucutkan bibirnya tanpa mau menjawab.

"habis itu ujung-ujungnya gagal move on? Ketemu satu jam aja gagal move on satu tahun apalagi mau berdua duaan terus nostalgia. Aduh dek! Mau-mau aja di PHP. Bener deh kata orang, bego sama polos beda tipis." gerutu Arkan dengan langkahnya yang lebar. Cukup sekali dalam satu tahun saja Arkan melihat Diandra murung, cukup selama ini saja Diandra menutup hatinya untuk orang lain, cukup beberapa tahun ini saja nama Mahardika Okta Nugraha yang tertulis di hati Diandra dan Arkan berjanji akan menghapus nama itu dari hati adik kesayangnnya ini.

"Dika nggak salah, aku aja yang terlalu baper sama dia" ucap Diandra pelan sambil memalingkan wajahnya. Arkan menghela nafas kasar. Ini yang di benci dari Dika, laki-laki itu bisa merubah adiknya yang imut-imut singa menjadi kucing penakut.

"bela aja terus sampe cicak beranak buaya!!" ucap Arkan lalu menarik tangan Dian arah Yudhi yang sedang makan di salah satu meja dengan orang tuanya.

"Arkan? Dian kenapa kok kusut gitu?" tanya Bunda Eka setelah Diandra dan Arkan duduk di samping mereka.

"Dian di samain sama ondel-ondel Bun" bohong! Ya Diandra berbohong pada orang yang telah dia anggap ibu ini. Tak mungkin berbicara yang sebenarnya pada mereka, Dian tidak mau pesta ini malah jadi ajang cermah ala Mamah Eka yang memintanya untuk move on.

Ya kali? Dikira move on itu kayak orang makan? Gampang dan dilakukan sehari 3x. Move on itu kayak bayi belajar bilang huruf "r" susahnya minta ampun. Baru bisa ngomong "r" waktu umurnya 4 tahunan.

"Bunda kira ada apa, itu rambut kamu di warna lagi?" ujar Bunda Eka sambil menunjuk ujung rambut Diandra yang berwarna biru navy, sementara yang ditunjuk hanya cengar-cengir tidak jelas.

"untung ya Di, kamu itu putih. Coba kamu hitam, aduuuh udah beneran kayak ondel-ondel kamu!" omel Bunda Eka. Yudhi menatap dua wanita di hadapannya dengan pandangan datar. Maklum, Bunda Eka hanya memiliki dua putra tanpa memiliki seorang putri.

"udah ah Bun. Itu kasian Dian nya. Baru dateng juga kok. Dian mau makan? Mau Ayah ambilin?" tanya Ayah Tio.

"mau Yah! Sop merah ya, tanpa nasi sama jus alpukat." Arkan mendegus keras, Diandra selalu mendapat perhatian lebih dari siapapun.

"oke, ayo Khan. Kamu ambil makan sendiri!" ujar Ayah Tio sambil berdiri dari tempatnya, diikuti Arkan. Diandra tersenyum semakin lebar saat melihat wajah sebal Arkan.

"tadi Dian tampilnya bagus ya?" ujar Ayah Tio saat mereka berjalan ke meja makan. Ayah Tio dan Bunda Eka memang mengetahui hobby Diandra dan selalu mendukung setiap keputusan yang diambil Diandra. Bahkan mereka membuatkan studio musik khusus untuk Diandra.

"ya. Dia sangat mempesona dan berbakat."

"ngomong-ngomong Khan"

"iya Yah?" jawab Arkan sambil mengambil sayur dan menuangkannya di mangkok yang dia bawa.

"tadi Ayah ngajak Dika, gimana? Mereka udah ketemu?" seketika itu juga tenaga yang ada di tubuh Arkan menguap.

Arkan selama ini berusaha keras memisahkan Dika dengan Diannya agar Dian tak berlarut-larut dalam cinta dan duka yang selalu dia bawa. Namun Ayah Tio malah...

Kritik dan saran ditunggu!! Maaf ini mood berantakan.

Like A Old SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang