Tanpa sadar, aku dan Jun cepat menjadi akrab.
Hampir setiap hari aku datang ke cafe, yang katanya kepunyaannya itu, dan hampir setiap hari pula kami mengobrol. Entah mengobrol soal kuliah, cafe-nya, pekerjaanku, impiannya menjadi ahli kopi, dll. Dan ternyata Jun lebih tua dariku 2 tahun.
Kami semakin sering bertemu di luar cafe. Kami sering jalan bersama, nonton film, dll.
Aku selalu merasa nyaman saat bersama Jun. Tak pernah ada rasa benci jika itu untuk Jun. Tanpa sadar sudah 1 tahun sejak pertama kali kami bertemu. Dan selama itu pula aku selalu berharap lebih.
“Jadi apa yang membuatmu sering ke sini, Minghao?” tanyanya suatu hari saat kami janjian bertemu di cafe-nya.
“Apa aku membutuhkan alasan untuk terus kesini?” balasku memandanginya.
“Tidak, hanya saja aku jadi teringat saat pertama kali aku bertemu denganmu. Kamu terlihat sangat berantakan.”
Jun menghentikan perkataannya. “Aku senang kamu semakin membaik. Aku senang kamu sudah bisa tertawa lagi. Aku suka senyummu, Minghao.” lanjutnya dengan wajah tersenyumnya -yang sangat menyilaukan- itu.
“Ya, disini membuatku lebih baik.” balasku singkat dan langsung mengalihkan pandanganku ke luar jendela. Aku tidak ingin wajah merahku ini ketahuan olehnya. Aku sangat senang dia memujiku.
“Hei, Minghao.” Jun menghela nafasnya.
“Ada yang harus aku bicarakan denganmu” Suaranya terdengar lebih pelan dari biasanya.
“Ya?” kini aku berbalik menatapnya kembali.
“Aku akan melanjutkan kuliahku di luar negeri.” Sontak hal itu membuatku kaget.
“K.. Kapan kamu akan pergi?” tanyaku masih dengan wajah kaget. Aku merasa mataku berkaca-kaca. Aku berusaha agar tidak menangis.
‘Luar negeri? Dalam waktu sesingkat ini?Kenapa Jun baru memberitahukan hal ini sekarang?! Dia tak memikirkan perasaanku kah?’, tanyaku dalam hati.
“Besok pagi. Malam ini aku sudah harus bersiap-siap. Maaf mendadak.” Jun memandangku dengan wajah menyesalnya.
Perasaanku bercampur aduk. Tidak, ini terlalu cepat. Terlalu cepat untuk berpisah.
Disaat aku merasa hubungan ini dekat, sekarang ini yang terjadi? Aku tak bisa.
Jun terus memandangku. Kini jemarinya meraih tanganku dan menggenggamnya erat. Aku terdiam –menahan tangis- tanpa mau melihatnya.
“Aku selalu ingin memberitahukanmu, tapi.. Aku selalu tidak bisa. Aku..”
Cukup.
“Kalau begitu pergilah sesukamu!” ucapku menghentikan kalimat Jun sambil setengah berteriak. Aku bisa merasakan butiran bening di ujung mataku siap jatuh.
“Aku pergi!” Aku bangkit dari kursiku dan mengambil tasku.
“Tunggu!” Jun menahan tanganku.“Maafkan aku.”
“Pergilah. Pergi sesukamu! Jangan kembali lagi!” ucapku yang langsung menarik tanganku dan lari keluar café itu.
Di luar café aku menangis. Aku sedih, aku kecewa. Sebegitu tidak berharganyakah aku. Bahkan untuk memberitahuku saja Jun tak bisa.
Dari luar jendela terlihat Jun yang mengacak-acak rambutnya. Sesekali Jun memukul meja. Aku hanya melihatnya sebentar lalu berlari pulang ke rumah.
Di rumah aku terus menangis. Aku tahu seharusnya aku tidak seperti ini. Tapi Aku tidak bisa. Aku sudah terlanjur kecewa padanya.
"Yo've got an email... "
Aku meraih hpku. Disitu ada satu pesan dari.. Jun.
To : Minghao
Maafkan aku. Aku tahu kamu kecewa, tapi aku tidak bisa membatalkannya. Aku ingin mengejar impianku menjadi ahli kopi. Kamu tahu itu kan? Minghao.. Aku pasti akan kembali. Aku harap kamu masih mau menungguku di cafe itu. Aku pasti akan pulang. Aku janji. Jun.Sesudah membacanya, aku kembali menangis hingga aku menyadari Jun kini benar-benar pergi.
***
Tbc..
Yey, kelar juga ini chapter :P
Happy reading😍
![](https://img.wattpad.com/cover/99956598-288-k467303.jpg)