Empat

59.6K 6.3K 521
                                    

Hai, covernya manis, kan? Makasih buat yang udah ngubek rumah Om gugel untuk menemukannya, ya. Lope-lope yu. Part ini baru kelar aku tulis dan disunting ala kadarnya, jadi silakan koreksi typo dan kelimat tidak efektifnya. Selamat membaca.

**

Kata sahabatku, Sofi, aku punya banyak sifat unik. Meskipun tidak bisa dibilang buruk, tapi juga tidak bisa disebut baik. Karena itu dia mengambil jalan tengah dengan menyebutnya unik. Di antara banyak sifat unik itu, beberapa yang menonjol adalah aku orang yang spontan. Tidak seperti kebanyakan orang, saringan di mulutku lubangnya besar-besar. Alhasil, hampir semua sampah di kepalaku ikut meluncur deras di mulut. Bocor. Aku juga pembangkang. Aturan yang tidak kusukai akan kucari celahnya. Bukan, bukan melanggar. Aku tidak suka melanggar aturan, aku hanya berusaha menyelinap di antara celah yang tersedia itu. Hei, semua aturan dibuat oleh manusia. Dan manusia itu tempatnya salah. Tidak ada aturan yang sempurna.

Satu lagi, aku sedikiiiit pendendam. Hanya sedikit, lho, lihat itu, aku memakai huruf 'i' yang banyak di belakang huruf 'k', kan? Jadi, ketika ada seseorang yang menyenggol egoku, sengaja atau tidak, aku akan mengingatnya. Dan mencari jalan untuk membalasnya. Untungnya, tidak terlalu banyak orang yang berhasil mengusik egoku. Mulutku comberan, jadi toleransiku terhadap ucapan orang juga sangat tinggi.

Di antara sedikit ucapan yang berhasil menyinggung perasaanku, kalimat Pak Andra yang mengatakan bahwa pekerjaanku sampah adalah salah satunya. Pak Freddy sangat menghargai hasil kerjaku. Bila ada yang tidak berkenan di hatinya, kami mendiskusikannya. Cara itu selalu berhasil menumbuhkan ide-ide baru yang lebih baik.

Tapi ho...ho...ho... jangan panggil aku Sita kalau tidak bisa menemukan cara halus untuk membalas Pak Andra. Cara halus yang menyakitkan. Melakukan konfrontasi dengan pimpinan bukan cara bijak. Aku juga tahu itu. Tapi aku akan bermain cantik. Sangat cantik. Aku memang tidak punya wajah semenawan artis atau model, tapi aku punya otak besar dan kreatif. Otak dan kreativitas menjadikan aku staf favorit Pak Freddy. Ah, lagi-lagi aku teringat laki-laki itu. Dia bos yang berjuta kali lebih baik daripada Pak Andra. "Bungkusan" Pak Andra memang lebih bagus, tapi kemasan indah kalau kelakuannya nol besar, apa gunanya?

"Gosip baru!" Raisa mendorong kursinya dengan kaki mendekatiku yang baru tiba di kantor. Tumben dia rajin. Biasanya dia tidak muncul sampai kopi dalam gelas kertasku habis.

"Lo nginep di kantor?" Aku meletakkan tas dan duduk. "Tumben jam segini udah nongkrong."

"Ish, lo mau dengar nggak?" Raisa tak peduli sindiranku. "Ini gosip yang baru diangkat dari oven. Panas, Sit. Panas."

"Lo kata kue, panas!"

Raisa berdecak kesal. "Ini tentang Pak Andra," mulainya tidak sabar. "Dia jalan dengan Mbak Sandra." Raisa membuat tanda kutip di udara pada kata jalan. "Ih, ternyata tipenya yang segede melon, ya?"

Aku meletakkan sebelah tangan di pinggang. Sebelah tanganku yang lain, memegang gelas kertas. Mulai menyesap isinya perlahan.

"Lo tau dari mana?"

"Tadi gue barengan ama Melia anak produksi dari tempat parkir. Jadi sempet ngobrol gitu. Dia kan segedung dengan Mbak Sandra. Dan katanya, dia ngeliat Pak Andra keluar dari apartemen Mbak Sandra."

"Lalu?" Aku kembali menyesap kopiku.

"Jam satu, Sit. Lo pikir mereka ngapain di apartemen Mbak Sandra menjelang subuh gitu?"

"Kali aja dia numpang sahur. Sekarang kan kamis. Mereka mungkin sepakat puasa senin kamis gitu. Siapa yang tahu, kan?"

Raisa makin cemberut. "Ye, di mana-mana juga orang sahur jam 4. Lo mau bunuh diri sahur tengah malem? Yang ada lo udah kelaperan pas pagi."

Dirt On My Boots (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang