3, Ramuan Ingatan

285 23 27
                                    

(Rejudul karena beberapa human error, terimakasih untuk @ShineLotus atas koreksinya, Kurasa aku lagi agak error dengan bahasa manapun -,- kuubah indonesia aja deh //pardon my poor engrish skill)

.

Namanya Sagita Handani. Lahir tanggal 23 Desember, warna matanya coklat pekat dan rambutnya hitam lurus. Tubuhnya kurus, lebih kurus dari orang kebanakan, dia bilang itu memang bawaan dari sananya. Di kelasnya ia duduk di baris ke 3 tengah, meski sebenarnya ia lebih suka duduk dekat jendela. Bukan tipe perempuan yang banyak mengobrol. Tidak berkelompok dengan siapapun. Tidak dekat dengan siapapun.

Namanya Sagita Handani. Meninggal tanggal 17 September. Tertabrak sebuah truk barang yang sedang melintas di jalan dekat sekolah. Kaki, tangan dan lehernya patah. Meninggal dalam ambulans yang membawanya ke rumah sakit.

Di hari kematiannya yang pertama, seluruh sekolah sempat geger. Dipastikan itu hanya kecelakaan biasa, namun anehnya beberapa orang yang menyaksikan kecelakaan itu melihat sendiri kalau Korbanlah yang berjalan ke depan saat truk melaju.

Rumahnya penuh dengan orang yang berziarah. Kedua orang tuanya menangis, mengatakan mereka tidak menduga hal ini akan terjadi. Teman sekelasnya..., guru sekolah...

Namanya Sagita Handani. Tertulis di halaman pertama buku bersampul putih yang tanpa tinta.

.

[Kosong.]

.

.

CRAS NUNQUAM SCIRE CH#3.

Tongkat itu terlihat sedikit pendek di jemari panjang yang memegangnya sekarang. Warna coklatnya pekat dan bentuknya agak memutar sehingga tidak runcing. Meski begitu entah kenapa tampak serasi dengan pemiliknya.

Tongkat dan penyihir.

Bahkan Aksara tampak sedikit berwibawa saat memegangnya. Kira hampir menahan nafas saat melihatnya. Ia sudah melakukan persiapan terakhir dengan meletakkan buku putih milik Sagita di atas meja tepat di depan sebuah kuali kecil yang sudah dipersiapkan aksara sebelumnya.

Kini mereka berdua—tiga dengan Dostoyevsky— Duduk berhadapan di meja UKS yang menjadi tempat percobaan ramuan dadakan ini.

Sebuah cairan berwarna bening yang kental dituangkan ke dalam kuali, cairan itu terlihat lebih banyak dari pada yang tertampung di botol kecil yang menampungnya, bahkan sampai memenuhi setengah isi kuali. Kira bisa mendengar kata-kata yang tak pernah ia dengar sebelumnya keluar seperti bisikan dari mulut penyihir di depannya itu.

"Aksara, aku pinjam Dotty ya"

Aksara nyaris tersedak mendengarnya, "D-Dotty?!"

"Kucingmu, aku nggak yakin bisa menyebutkan namanya dengan benar, kupanggil Dotty saja"

Dostoyevsky yang sejak tadi memang sudah ada di pelukan Kira itu hanya diam saja sembari mengeong pelan. Aksara tidak yakin kucing itu sudah kembali menjadi kucingnya yang sebenarnya atau masih orang yang tadi. Entah kenapa.... ia merasa sedikit tidak nyaman dengan ini.

"Terserah, tolong jangan menyelaku dan.. yang paling penting jangan lepas kontak dengan meja ini atau kau tak akan bisa melihatnya" Aksara berkata sambil memalingkan wajah. Ia harus mengumpulkan konsentrasinya kembali.

Setelah ini, toh semuanya akan berakhir bukan?

"Apapun yang akan kaulakukan. Akan kupastikan aku nggak akan melupakannya"

Mengabaikan ucapan Kira yang sejak tadi terngiang di kepalanya, Aksara memejamkan mata dan mulai mengangkat tongkatnya. Ia bisa merasakan desiran angin datang entah dari mana, dan udara di sekelilingnya menghangat.

Cras Nunquam ScireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang