II

13 4 2
                                    

Kami berangkat tak lama setelah pekikanku mengenai James yang tersenyum karena setelahnya satu persatu orang mulai memasuki angkot. Mungkin senyum James membawa berkah. Ah, nanti sampai rumah ku suruh dia rajin-rajin senyum, mungkin saja tukang sayur mau memberikan diskon karnanya (walaupun aku tidak yakin perumahan sesepi itu ada tukang sayur yang berkeliaran).

Perjalanan memakan waktu sekiranya sepuluh menit dan kami turun diperempatan seperti supir angkot sampaikan. Kami di intruksikan untuk menyebrang dengan begitu kami akan menemukan angkot dua tiga dengan mudah.

Tidak ada rambu penyebrangan maupun fasilitas menyebrang membuat aku berdiri merapat pada James. Setidaknya jika aku tertabrak aku memiliki teman, ya walaupun James pastinya berdoa jangan sampai terjadi. Maksudnya jangan sampai hal tersebut terjadi bersama denganku, kalian tau.. merepotkan baginya.

James mengulurkan tangannya mengisyaratkan pengendara untuk melambat agar kami dapat melewatinya dengan aman. Beruntung angkot dua tiga sedang berhenti lantas kami langsung menaikinya walaupun agak sumpek karena nyaris penuh.

Kali ini kami hanya memakan waktu lima menit dengan angkot dua tiga dan berhenti tepat didepan masjid besar. Aku memandang masjid tersebut kagum. Masjid tersebut berwarna hijau muda, jika dilihat dari depan pilar-pilar besar tersebut memiliki ukiran-ukiran bunga dan didalamnya seperti banyak lampu gantung, keren! Aku masih terkagum didepan masjid sedangkan James sudah berjalan terlebih dahulu didepanku. 

Disamping masjid terdapat jalan kecil dan kami memasukinya. Sepanjang jalan kami mendapati kos-kosan yang berjejer dan berhadapan setelahnya kami menemukan jalan besar. Bedanya jalan ini dengan jalan besar yang berada didepan masjid adalah yang ini lebih banyak ditempati pedagang kaki lima dan hanya sedikit kendaraan berlalu lalang.

Perjalanan memakan waktu tiga menit hingga kami benar-benar berhenti digerbang sekolah persis di ujung jalan setelah kami melewati godaan pedagang kaki lima yang meneriaki dagangannya. Maksudku, setelah aku susah payah menahan godaan gorengan dan James yang susah payah menahan malu.

SMA Kencara 1.

Tulisan besar tersebut menyambut kami saat kami berdiri tepat didepan gerbang legam hitam tersebut. Sesosok satpam menghampiri kami dengan wajah ramah mengatakan ini bukan waktu untuk berkunjung. James berbincang sebentar dengan sang satpam hingga akhirnya sang satpam mengangguk paham dan membukakan gerbang tersebut untuk kami.

Setelahnya dengan yakin James memasukinya dan aku kembali mengekorinya. Aku sempat terkagum pada bangunan sekolah ini, mungkin karena dulu aku dan James berada didaerah perkampungan jadi begitu melihat bangunan sekolah ini aku merasa bersemangat. Aku melangkahkan kakiku dengan cepat agar dapat berjalan disamping James. Begitu tepat disampingnya wajah James tidak menunjukan rona apapun, datar seperti biasa. Berarti hanya aku yang senang.

Seperti orang yang sudah terbiasa berada disini, James dengan cepat menemukan ruang tata usaha tanpa bertanya kepada siapapun membuatku melirik curiga, maksudku bagaimana seorang yang baru saja menapaki kaki disekolah ini- ralat, menapaki kaki dikota ini begitu tahu harus kemana arah yang ia tuju. Otaknya menyeramkan.

Sekarang kami berdiri didepan meja TU dengan seorang bapak yang mohon izin keruang lain untuk mengambil berkas setelah kami memberikan surat keterangan dari sekolah sebelumnya beserta dengan ijazah sd dan smp kami.

"Kenapa?" Tanya James saat pandangan kami bertemu, sepertinya tatapan ku masih bertahan pada tatapan curiga. Jujur saja, tatapan curiga membuat alisku pegal hingga tanganku memijitnya.

"Kamu sering kesini?" Tanyaku guna mengorek informasi darinya.

"Enggak."

"Kok afal banget?" Dan dia hanya mengedikan bahu. Jika saja kami sedang tidak berada diruang tata usaha mungkin aku sudah menggetuk kepala pintar tersebut. Walaupun aku tidak yakin juga apakah berani melakukannya diluar ruang tata usaha atau dimanapun.

SHADOWSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang