I

36 6 0
                                    

Jess merenggangkan kedua tangannya tinggi tinggi kemudian membenarkan cepolan rambutnya yang sudah sepenuhnya turun. Ia melirik kearah James yang kini sedang membolak-balikan buku petunjuk pemasangan kabel-kabel penghubung telephone rumah dengan modem yang akan digunakan untuk mempermudah koneksi komputer maupun handphone mereka.

Itu sudah buku ke sembilan sejak ia baca buku petunjuk-petunjuk mulai dari kulkas, microwave, tv dan lainnya. Dan hanya memakan waktu dua puluh menit. Tolong catat dua puluh menit untuk sembilan buku petunjuk.

Jess bergidik ngeri kemudian meniup poninya kencang-kencang melepaskan amarah tak beralasannya.

"Obeng." Ucap James dengan nada datar membuat wajah Jess semakin masam. Selain pintar jangan lupa bahwa James pesuruh yang menyebalkan.

Namun tentu saja Jess tidak mengucapkannya kencang kencang dan langsung mengambil obeng pada kotak peralatan (hasil pinjam dari pak RT) yang berada dibawah kakinya sedari tadi. Sejenak ia bingung obeng berukuran apa yang harus ia kasih pada James namun jika ia berpikir lebih lama lagi mungkin palu yang sedari tadi James genggam akan melayang cantik kearah kepala Jess.

Jess segera berjalan pelan menuju James yang sedang duduk bersimpuh didepan meja tv dengan modem dan peralatan lain didepannya. Saat ini dia sedang mengggenggam papan dengan palu yang berada disebelah kaki kirinya. Ya setidaknya papan tidak akan sesakit palu, pikir Jess.

Jess menyodorkan obeng-obeng tersebut kearah James yang kini mulai menatap obeng tersebut bingung dan kembali menatap Jess kali ini dengan kernyitan luar biasa menyeramkan, bagi Jess.

"Umm, abis banyak banget ukurannya James.. jadi dibawa semua." Bela Jess, alih alih menutup mata siap siap menerima tamparan dari papan yang James pegang, namun sepertinya hal itu tidak terjadi karena tangannya terasa ringan.

James sudah kembali merakit papan untuk tatakan modem tersebut dengan sesekali memandang kearah meja tv. Jess mengangguk paham setelah melihat tanda yang diberikan james pada atas meja tv kemudian duduk pada sofa yang berada dibelakang James.

Rambut James jatuh pada dahinya membuat remaja tersebut sesekali mengusap rambutnya kebelakang. Sedangkan Jess yang duduk disofa besar belakang James sibuk mengibas-ngibaskan wajahnya dengan buku petunjuk perangkat komputer satu milik berdua mereka.

"Gak jelek-jelek amat, kan James?" Tanya Jess dengan kepala mengadah keatas dan tangan yang sibuk mengirimkan udara pada wajahnya.

"Apanya?" Suara berat James menyahut namun tidak berhenti mengerjakan pekerjaannya.

"Rumahnya." James berhenti kemudian melirik pada arah Jess yang masih mengadahkan kepalanya menatap langit langit ruangan yang terdapat bercak air dimana-mana.

Tangan Jess berhenti kemudian merenggangkannya kearah langit-langit, sedangkan James masih menatap Jess dalam diam. "Aku gak nyangka kita mampu."

"Rumahnya murah karna banyak minus." Jess berdecak mendengar jawaban James, ditambah dengan nada datarnya seolah Rumah ini bukan anugrah untuk mereka.

"Minus bisa ditambal, James. Sukur-sukur kakek yang punya rumah mau jual murah asalkan kita rawat baik-baik. Coba rumah yang beberapa hari lalu kita liat. Nyaris ancur harga mahal kan." Ucap Jess sambil melirik James yang masih menatapnya dalam diam. James hanya mengedikan bahu dan berbalik kembali mengerjakan pekerjaannya.

Dari sudut mata Jess ia menangkap remaja tinggi tersebut yang mulai bangkit dari duduknya dan berjalan menuju dinding yang berhadapan dengan sofa.

Jess tersenyum membayangkan usaha mereka untuk mencari tempat tinggal layak dengan hasil kerja keras mereka.

SHADOWSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang