Awal Mula

51 4 0
                                    

Author POV

"Hidup yang sempurna itu hanyalah sebuah khayalan yang tidak akan pernah ada, apabila kalian terus merasa kurang."

Itu adalah kalimat yang selalu dilontarkan orang kepada mereka yang merasa hidup ini tidak adil. Dan kalimat itulah yang sering Runa dengar dari orang-orang yang dulunya mengaku sebagai sahabat terdekatnya.

Runa, gadis berambut sepunggung dan berkacamata yang sebulan lagi tepat berumur 21 tahun, menutup novel yang baru dibacanya dengan kasar -well, bisa dikatakan ia malah membantingnya- dan menyepaknya hingga ke pojok ruangan, bergabung dengan sampah yang sudah menggunung bahkan meluber dari tempatnya. Ruang -atau kamar- miliknya yang berukuran 4x4 terlihat berantakan seperti sehabis dilanda bencana besar, mungkin perpaduan gempa lokal dan angin topan cocok untuk menggambarkan kekacauan yang ada.

Komik-komik berserakan di lantai, sampah yang menggunung di pojok, tumpukan pakaian kotor yang belum sempat dicucinya juga terlihat menumpuk mengenaskan di belakang pintu. Namun begitu pun, entah mengapa ia terlihat nyaman-nyaman saja dengan keadaan 'kapal pecah' disekelilingnya.

Kini Runa malah dengan santainya berbaring di tempat tidur sembari membaca komik. Ia membalik lembaran demi lembaran komik detektif itu, tenggelam dalam kasus yang disuguhkan oleh salah satu komikus favoritnya, Gosho Aoyama-sensei. Ia bahkan tidak memperdulikan suara adik dan ibunya yang bertengkar diluar kamar, yang sepertinya mulai diperparah dengan suara benda pecah dan makian yang dilontarkan sang ibu.

Runa mendengus.

Drrtt....drrtt...

Smartphone miliknya bergetar. Ia melihat nama pemanggilnya. Lissa. Ia menggeser panel hijau.

"Apa?"tanpa tedeng aling-aling Runa langsung bertanya pada si penelepon,

"Kau sedang ada dimana Runa?"suara Lissa bertanya di sebrang.

"Neraka."jawab Runa singkat. Terdengar helaan napas. Sepertinya Lissa sudah paham 'Neraka' mana yang dimaksud Runa.

"3 Jam lagi perwakilan dari kantor Pusat akan datang."ucap Lissa. "Aku minta kau datang sekarang ke kampus. Bu Nia ingin semua anggota berkumpul, terutama kau, Ketua."sambungnya lagi. Runa memutar kedua bola matanya. Ia benci dipanggil dengan sebutan 'Ketua'

"Ya..ya... Aku akan kesana dalam waktu satu setengah jam. Tolong siapkan ruangan selagi aku ke sana.."pinta Runa. Ia memutuskan sambungan telepon dan meletakkan kembali ponselnya di atas meja. Komik detektif yang tadi sedang dibacanya pun kembali ia lemparkan ke seberang ruangan. Malas-malasan ia bangkit dan menuju kamar mandi.

Dia, Haruna Vyana, -Ia tidak mengerti mengapa kedua orang tuanya memberinya nama ini, padahal ia tidak memiliki darah Jepang-, biasa dipanggil Runa, mahasiswi tingkat akhir di sebuah Universitas ternama, ditunjuk sebagai Ketua dari sebuah cabang Badan Pemerintahan pemetaan wilayah Negara yang ada di kota Medan, Asisten dari seorang Dosen yang sudah menjadi seorang Guru Besar, berperangai agak kasar, cuek, tegas, namun bagi mereka yang sudah mengenal dirinya dengan dekat, ia memiliki rasa humor yang tinggi. Ia sudah menyelesaikan Ujian Meja Hijau-nya dua minggu yang lalu, dan tinggal menunggu hitungan bulan baginya untuk menerima peresmian status sebagai seorang Sarjana, dan dinobatkan sebagai lulusan termuda tahun ini.

Sepertinya hidupnya terlihat sempurna. Sarjana di usia muda, pernah menjabat sebagai Sekretaris SEMA, dan memiliki pekerjaan tetap yang menguntungkan. Orang-orang yang mengaguminya selalu mengatakan bahwa ia telah memiliki segala apa yang diimpikan semua orang.

Ya. Memang akan terlihat sangat sempurna jika dilihat dari luar saja. Mereka tidak tahu apa yang dialami Runa selama hampir 21 tahun ia hidup di dunia ini.

HaRuNa (Hadi❤Runa❤Naufal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang