Part #2

8.5K 585 38
                                    

Sebatang rokok yang menyala tanpa gue hisap, apinya meretik dan membakar habis hingga filternya. Ini kali kedua gue merevisi piping isometric drawing yang sedang gue kerjakan di dalam kamar. Setelah selesai, gue mematikan laptop dan bersandar di kursi.

Menyesap kopi pahit buatan Bik Narti yang mendingin dan beranjak ke dapur. Mencuci cangkir kopi tersebut dan kembali beranjak ke dalam kamar.

Gue meraih ponsel dan menatapnya dengan kesabaran seorang dewa menanti kabar dari Sandra, seorang wanita fashionable yang gue pacari selama hampir tiga tahun ini.

Sejujurnya tahun ini gue berencana melamar dia, tapi setiap kode yang gue beri ke Sandra selalu gagal sebelum rencana itu terealisasikan.  Gue merasa bahwa Sandra sedang berusaha menghindari gue. Padahal kami nggak ada masalah apapun, karena memang frekuensi pertemuan kami bisa dibilang sangat jarang terjadi.

Beberapa hari ini dia sulit dihubungi, entah ponselnya yang tak ada jaringan atau memang tak ingin dihubungi.

Miris. Teringat saat dulu ketika teman-teman club Honda CBR mendorong gue untuk mendekati Sandra dan akhirnya dia menerima gue sebagai pacarnya. Dulu gue berfikir hanya supaya teman-teman gue berhenti ngegodain gue yang masih jomblo ini, dan saat ini pun kami masih tetap bersama selama tiga tahun ini.

Apa mungkin kini dia lelah dengan gue dan malas untuk mengakuinya?

Hubungan itu kini hambar dan stuck, gue bingung harus mulai dari mana untuk merubahnya. Gue meletakkan ponsel dengan kesal ke arah meja kecil disamping lampu nakas. Merapihkan kamar dan memindai ruangan sesaat.

Gue beranjak ke pojok ruangan untuk membuang abu rokok yang telah penuh ke tempat sampah di balkon. Lalu merebahkan diri di ranjang dan memejamkan mata. Meski sulit, gue merilekskan diri mencoba untuk tidur dan berusaha menyingkirkan kegelisahan yang gue rasakan sesaat tadi.

***

Gue bangkit dari kursi sambil mengedarkan pandangan ke arah workstation yang mulai sepi. Biasanya masih ada beberapa rekan kerja yang masih bekerja menuntaskan pekerjaan mereka pada Jum'at malam seperti saat ini.

Setelah merapihkan meja kerja, gue menyambar tas berikut ponsel dan berlalu dari ruangan gue. Melirik jam tangan yang menunjukkan pukul delapan lewat sepuluh menit sambil melangkah ke arah resepsionist dan meletakkan ID Card di pintu lalu melewati lorong jajaran lift.

Memasuki lift yang berdenting membuka yang membawa gue turun ke basement. Melangkah santai hingga ke arah CR-V gue yang terparkir pararel dan menekan tombol kunci immobilizer.

Memutar kemudi keluar basement dan membelah jalan Jend. Sudirman yang ramai lancar dengan cepat. Jalanan mulai merayap dari arah Senopati hingga Tendean, alhasil ketika tiba dirumah waktu sudah menunjukkan jam sembilan lewat lima belas menit.

Bik Narti masih terjaga ketika gue memasuki rumah dan mohon diri untuk kembali ke dapur guna memanaskan makan malam untuk gue. Setelah gue membersihkan diri dengan cepat di kamar mandi dan berpakaian, gue beranjak ke dapur sambil menghubungi Sandra untuk yang ke sekian kali.

Kali ini dering ponsel terhubung namun tak diangkat olehnya, gue mencoba bersabar hingga masuk ke voicemail. Gue akan menghubungi dia lagi setelah gue makan malam.

Gue kembali menghubungi Sandra lewat telfon rumah kost-nya dan mendapat kabar bahwa Sandra tengah berada di Jogyakarta menemui orangtuanya.

Apa gue harus kesana demi untuk bertemu dia?

Meski gue merindukannya akhir-akhir ini, gue sadar bahwa sikap gue ke dia cuek. Gue nggak bisa selalu ada buat dia. Mungkinkah dia menyerah pada hubungan ini? Kenapa dia nggak berusaha untuk jujur sama gue jika menginginkan perpisahan?

Gue akan bersabar menunggu Sandra hingga dia kembali ke Jakarta. Entah kapan.

***

Sabtu malam ini, di rumah tengah di persiapkan acara lamaran antara Mel dan Yudha. Ibu dan Bik Narti sibuk menyiapkan menu spesial untuk acara tersebut sedari sore menjelang malam.

Gue bertugas menyambut keluarga Wardhana di carport dan berkenalan dengan singkat dengan mereka. Adik Yudha cukup cantik dan sepanjang berlangsungnya acara, Yuliana selalu melayangkan pandangan pada gue.

Denyut aneh menyerang jantung gue saat ia diam-diam tersenyum manis ketika tatapan kami bersirobok. Kami bertatapan selama seperkian detik dan harus melepaskan pandangan kami karena sang Ibu mengajaknya berbicara dengan berbisik. Gadis itu kembali tersenyum manis mendengarkan sang Ibu dan mengangguk.

Setelah acara lamaran tersebut selesai, keluarga Wardhana pun pamit dan gue melirik adik Yudha yang ternyata masih memperhatikan gue. Meski gue merasakan ketertarikan padanya, gue harus memastikan bahwa apa yang gue rasakan saat ini bukanlah fatamorgana sesaat.

Gue mengikuti langkah Mel menuju kamarnya dan seketika dia tahu kalau gue butuh teman cuthat.

"Cerita dong Mas!"

Kalimat demi kalimat gue lontarkan mengenai kegelisahan gue mengenai Sandra dan hubungan kami yang stuck, bahkan saran dari Mel tentang menyambangi kantor Sandra pun terbersit dibenak gue.

"Mas curiga dia punya kekasih baru," kata gue skeptis.

"Nggak boleh su'udzon Mas," tegur Mel dengan lirikan tajam.

"Mungkin Mas terlalu cuek Mel, dan dia adalah tipe perempuan yang haus akan perhatian." Entah itu adalah pembelaan terhadap sikap gue selama ini ke Sandra.

Mel menghela nafas perlahan, "Mas cinta sama Kak Sandra nggak sih?" Pertanyaan Mel menyentil hati gue. Dan saat ini gue masih ragu tentang keberadaan rasa cinta gue untuk Sandra. Meskipun begitu, saat ini hati gue masih stuck padanya.

"Hubungan kami akhir-akhir ini hambar, seolah-olah dia menghindari Mas." Ucapan gue yang menolak menjawab pertanyaan Mel barusan.

"Terus sekarang gimana?"

"Seperti usulmu tadi, Mas akan mampir ke kantornya segera," ucap gue sambil bangkit berdiri. Mel mengangguk pelan.

"Istirahat sana, mimpi indah. Aura calon pengantin harus bagus," celetuk gue sebelum meninggalkan kamarnya. Ia hanya mencebik kesal mendengar celetukan gue.

Seperti kebanyakan malam yang gue habisi di dalam kamar, menanti datangnya malam sambil menyulut rokok. Cukup menenangkan, bagai candu yang belum dapat gue lepaskan untuk saat ini. Setelah sebatang rokok habis, gue membaringkan tubuh di ranjang dan mencoba memejamkan mata meski sulit.

Membayangkan senyuman manis Yuliana yang sempat melintas di fikiran gue.

Apa-apaan ini?

***

Tbc

May 3rd, 2018.

Lovely SweetheartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang