Aku bergerak gelisah masih ingat dengan percakapan tadi malam bersama Dea yang sampai sekarang membuat aku masih tercengang dan tak habis pikir.
"Apa? Mba meminta aku bertemu dengan teman Mba yang bahkan aku tidak tahu namanya itu? Aduh Mba, aku tidak bisa." Aku memegang kedua lengan Dea meminta dia lewat tatapku untuk tidak bertindak sejauh ini. Apalagi sampai harus membuat Andre cemburu segala, apalagi saat sosok yang di cintai Andre telah ada di rumah ini.
Ya. Vio ada di rumah ini. Dia tinggal di sini, entah untuk berapa hari aku juga tidak tahu. Dan yang paling membuat aku sakit hati adalah alasan dia tinggal karena pembatalan pernikahan. Kenapa dia membatalkan pernikahan tanpa alasan yang jelas? Tak habis pikir aku di buat oleh wanita itu, apalagi Dea mulai menyuruh aku untuk hati-hati. Semakin membuat khawatir saja.
Tapi seberapapun aku membenci kehadiran Vio tak terlintas dalam otakku untuk menghadirkan lelaki lain sebagai balas dendam. Tidak, aku hanya ingin Andre bukan laki-laki lain.
"Dia hanya ingin membantu kamu untuk membuat Andre sadar, bahkan dia juga sudah memiliki kekasih Luna. Jangan terlalu berlebihan menanggapi semuanya. Kalau setelah kamu dekat dengan laki-laki lain dan Andre tetap dengan sikap dinginnya maka kamu berhak untuk meninggalkan dia." Suara Dea mulai memaksa, apalagi rayuannya mulai membuat aku goyah. Wanita di depanku ini pandai membuat tertarik.
"Tapi mba.."
"Apa kamu juga tidak penasaran dengan perasaan Andre? Apa kamu tidak ingin tahu bagaimana respon laki-laki itu jika melihat kamu bersama laki-laki lain?" Aku hanya menatap Dea dengan gamang dan detik itu juga Dea langsung menepuk tangannya mengatakan kalau kediamanku adalah tanda setuju membuat aku hanya melongo.
Dan sekarang aku masih duduk di meja makan dengan perasaan campur aduk, mengabaikan piring nasiku yang sama sekali tidak menarik minatku sedikitpun.
"Apa masakannya tidak enak Luna?" Suara tanya itu membuat aku langsung mendongak dan melihat Tante Delila menatap aku menunggu jawaban.
Aku mengerjap langsung menggeleng pelan. "Tidak Tante, makanannya enak. Saya hanya kurang berselera." jawabku pelan mulai tidak suka dengan semua tatapan mata yang hanya tertuju kearahku.
"Kamu ingin makan yang lain?" Andre yang duduk depanku bertanya, seraut wajah khawatirnya membuat hatiku menghangat tapi saat tatapku bertabrakan dengan milik vio kehangatan itu langsung membakarku.
"Tidak terimakasih." Aku kembali menyendok sarapanku dengan tampang merana.
Suara dentingan sendok kembali terdengar, dan semua orang kembali sibuk dengan makanannya masing-masing.
Bunyi bel depan hampir membuat aku tersedak tapi dengan cepat aku meminum air putih yang ada di depanku, mengabaikan tatap Andre yang melihat keanehanku.
"Aku yang akan membuka pintu." Dea bangun dan langsung mengedipkan mata padaku. Saat itulah aku tahu kalau sebentar lagi aku akan jantungan. Ternyata Dea benar-benar memanggil sosok asing itu, bahkan aku mengira percakapan kami semalam hanya angin lalu saja.
"Siapa yang bertamu sepagi ini." Suara Lucas terdengar, ku lirik lelaki itu yang telah menandaskan sarapannya dan mulai berdiri. Lucas adalah sosok tak tercela, aku mengagumi lelaki milik Dea ini bahkan sedikit iri akan kisah mereka. "Mami, Lucas berangkat dulu." Lucas berjalan kearah Tante Delila, memberikan kecupan di pipi dan mulai berjalan menjauh dari meja dapur.
"Lucas hei!" Suara asing itu mau tak mau membuat aku langsung baerbalik melihat tubuh yang memeluk Lucas dengan tepukan pelan di punggung. "Lama tidak jumpa kawan." Suara laki-laki itu dalam membuat aku penasaran dengan wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Night (Abigail Book 2)
RomanceKesalahan satu malam membuat Andre Abigail harus terikat dengan wanita yang sama sekali tidak di cintainya saat wanita yang di cintainya lebih memilih untuk menikah dengan orang lain. Saat ternyata gadis itu mampu mendobrak rasa cemburunya, sanggupk...