'Secara resmi, besok kamu akan dinikahkan dengan Pangeran dari kerajaan sebelah.' Kalimat yang kejam itu keluar dari mulut ayah kandungnya sendiri. Hanya dengan sebaris kalimat, gadis itu merasa hidupnya hancur.
"Tap-Tapi Ayah-"
"Tidak ada tapi-tapian. Besok Ayah akan memanggil penghulu kerajaan ke istana untuk menikahkan kalian berdua. Kamu sudah harus menyiapkan gaunmu malam ini. Ayah akan memanggil seseorang untuk mendandanimu besok pagi," ucap sang ayah tanpa ampun.
"Ayahanda, saya belum mengenal dengan baik Pangeran itu. Hanya sebatas tahu nama. Saya tidak mau dinikahkan oleh orang yang belum saya kenal baik." Gadis berkerudung panjang berwarna merah muda itu menggigit bibirnya.
"Kamu sudah berani membantah Ayah ya, Yaya?" Nada suara dari sang ayah mulai terdengar tidak bersahabat, membuat nyali gadis itu ciut.
"Saya permisi, Ayahanda." Gadis itu membungkukkan badannya sekali sebelum kembali ke kamarnya dan menumpahkan semua kesedihan dan kekecewaannya pada bantal yang dipeluknya erat.
Setelah puas menangis, gadis itu berniat untuk mencuci mukanya di wastafel yang terletak di kamar mandi yang berada dalam kamarnya. Gadis itu tidak menyadari bahwa model pintu kamar mandinya berbeda dari biasanya dan langsung membukanya karena masih diliputi perasaan sedih dan kecewa.
Tiba-tiba iris karamelnya membulat saat melihat cahaya terang menghujam ke arahnya dari dalam pintu itu dan ... ia tersedot ke dalamnya!
***
"Tidak mau! Pokoknya saya tidak mau!"
"Kamu masih tetap keras kepala seperti biasa? Bisa tidak kamu hentikan sikapmu yang kekanak-kanakan itu? Bisa membawa pengaruh buruk pada kerajaan kita!"
Obrolan makan malam itu tidak berjalan dengan mulus seperti malam-malam berikutnya. Seorang laki-laki yang awalnya memotong makanannya dengan tata krama yang baik, kini pisau dan garpunya saling berdentingan tidak keruan.
"Terang saja saya menolak. Ayah tiba-tiba hendak menikahkan saya dengan putri dari kerajaan sebelah. Bertemu saja saya belum pernah. Tiba-tiba saja langsung membahas tentang pernikahan? Siapa yang mau menerima?"
"Boboiboy!" sentak pria yang telah memasuki usia uzur itu. "Turuti kata Ayah! Jangan membantah!"
"Pokoknya saya tidak mau!" Laki-laki yang sudah lewat lama dari masa pubertasnya itu berdiri. Meninggalkan makanannya yang masih bersisa.
"Boboiboy! Kembali!"
Laki-laki itu membanting pintu kamarnya dengan kasar, membuat para pengawal yang berjaga di depan kamarnya agak kaget. Wajahnya terlihat tidak senang. Ia menghempaskan badannya ke kasur.
"Padahal aku masih ingin bebas ..." Laki-laki itu menggigit bibirnya.
Tiba-tiba tebersit sebuah ide dalam benaknya saat melihat jendela yang terbuka lebar sehingga angin malam menembus masuk dan menerbangkan gorden berwarna merah maroon yang terpasang di jendelanya.
Setelah mengambil pedang kesayangannya, laki-laki itu dengan gesit melompat keluar jendela, meninggalkan kamarnya yang nyaman dalam istana. Samar-samar terdengar jeritan panik dari dalam kamarnya, mungkin pengawal yang menyadari kepergiannya, tapi ia tidak peduli. Ia terus berlari kencang.
Sudah satu jam berlari dari istana, laki-laki itu sudah jauh dari kota, apalagi istana. Ia memutuskan untuk mencari penginapan untuk malam ini. Sebenarnya ia tidak mengapa tidur di mana saja, namun ia malas kalau harus berurusan dengan para bandit yang berkeliaran. Sampai di sebuah rumah besar yang sepertinya penginapan atau guest house, ia mengetuk pintunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Door of Midnight
FanfictionKalau aku tidak menemukan pintu itu pada malam hari, mungkin aku tidak akan pernah bertemu denganmu ... Kingdom!AU -Boboiboy and friends- -Hint BoYa & FaYi-