Tell me all you've thrown away
Find out games you don't wanna play
You are the only one that needs to know
Setengah jam kemudian Jana sudah ada di dapur, mencoba membuat pancake. Tepat pukul 08.00 dia mendengar langkah menuruni tangga dan tidak lama kemudian Erga muncul masih mengenakan piamanya. Tapi wajahnya kelihatan fresh, yang berarti dia sudah mencuci muka dan menggosok gigi sebelum turun.
"Pagi, Sayang. Tidur nyenyak tadi malam?" Tanya Jana sambil menunduk untuk mencium kepala Erga.
"Pagi, Bunda," balas Erga sebelum berjalan menuju lemari es untuk mengeluarkan susu. Jana memperhatikan gerakan Erga yang sistematis. Kebiasaannya setiap hari Minggu adalah mengeluarkan susu dari dalam lemari es, meletakkannya di atas meja, kemudian mengambil tiga gelas dari dalam lemari sebelum meletakkannya di atas meja juga. Dan pagi ini tidak terkecuali. Jana meletakkan pancake di atas tiga piring, sebelum menghiasnya dengan buah-buahan. Pisang sebagai mata dan mulut, sedangkan stroberi sebagai hidung dan rambut. Special untuk Raka, dia membuat tanduk dengan dua potong stroberi, sesuai permintaannya.
"Kalo kamu mau, hari ini kita bisa berenang. Gimana?"
Wajah Erga langsung ceria mendengarnya dan dia mengangguk antusias. Semenjak insiden di rumah bowin, Jana mendapati bahwa Erga dan Raka ternyata terobsesi dengan kolam renang. Mungkin karena di sanalah mereka bisa main air sampai puas tanpa kena omel karena basah.
"Bunda?"
"Mmmhhh?"
"Bunda lagi sedih, ya?"
What? Kenapa Erga menanyakan hal ini? Apa wajahnya sebegitu bengepnya? Mencoba mengontrol kepanikannya, Jana memutuskan menghindari menjawab pertanyaan itu, memilih bertanya dengan suara setenang mungkin, "Kenapa kamu Tanya begitu, Sayang?" "Karena aku denger Bunda nangis tadi malem," ucap Erga dengan polosnya.
Dan Jana hampir saja menjatuhkan piring yang baru saja diangkatnya. Mampus gue!!! Gimana dia bisa denger gue nangis sih? Gue udah nutupin muka pakai bantal. Apa yang harus dia katakana sekarang? Dia tidak mau berbohong, tapi dia juga tidak mau mengatakan yang sebenarnya. Mungkin kalau dia berdiam diri selama beberapa menit lagi, Erga akan melupakan pertanyaan itu. Dia mnoleh dan mendapati Erga sedang menatapnya penuh ingin tahu, menunggu jawaban darinya. CRAP!
Akhirnya dengan susah payah Jana berusaha menjawabnya. "Bunda..."
Kata-kata jana terpotong oleh kemunculan Raka yang seperti badai. "Pagi, Bunda. Pagi Erga. Waaahhh pancake, aku mau pancake. Bunda kasih tanduk nggak ke pancake-ku? Oh ya,
Bunda, kemaren aku sama Erga main Twister sama Mbah Uti. Terus Mbah sakit pinggang, jadi mesti berhenti. Tapi Mbah janji kita bisa main lagi hari ini. Kita bisa nggak ke rumah Mbah hari ini untuk main Twister, Bunda? Bunda, aku punya tebak-tebakan baru, mau denger nggak?"
Tanpa menunggu jawaban darinya, Raka langsung memulai tebak-tebakannya, dan Jana tidak tahu apakah dia harus mengembuskan napas lega karena terlepas dari menjawab pertanyaan Erga atau menggeram pasrah karena harus mendengarkan Raka, yang kalau sudah ngomong nggak ada remnya.
Mereka baru saja memasuki rumah setelah menghabiskan hamper seharian di kolam renang ketika ponselnya berbunyi. Jana meminta Raka dan Erga untuk segera membawa peralatan renang mereka ke atas dan mandi sebelum menjawab panggilan itu.
"Halo."
"Jana?"
"Ya?" "Ini Ben."
Jana yang sedang mencoba melepaskan sandalnya tidak betul-betul memproses nama ini dan bertanya, "Ben siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dirty Little Secret by AleaZalea
RomanceSEBAGIAN PART DI PRIVATE. Jadi follow dulu akun saya:) MEET THE HERO Ben Barata. Sukses dengan kariernya dan berkehidupan mapan, tapi masih merasakan kekosongan dalam hidupnya. Dan dia yakin kekosongan itu hanya bisa diisi oleh Jana, cewek yang meng...