If I had the chance, love
I would not hesitate
To tell you all the things I never said before
Don't tell me it's too late.
Semua semakin memalukan ketika Jana gelagapan menjawab pertanyaan bertubi-tubi yang ditembakkan Raka dan Erga tentang "oom yang sudah mencium Bunda". Ya, begitulah mereka memanggil Ben. Jana tidak mencoba membetulkannya karena panggilan itu jelas-jelas tidak mendingan daripada "Ayah".
"Bunda, kalo oom yang tadi Cuma temen Bunda, kenapa dia nyium bunda?" Tanya Raka. "Ya karena kadang-kadang orang dewasa suka nyium temen mereka," jawab Jana. "Kalo gitu, kenapa Bunda nggak pernah nyium Oom Obar?"
"Bunda cium Oom Obar kok."
"Tapi itu di pipi. Yang ini Bunda cium di bibir," tegas Raka.
Shit! Untuk pertama kalinya Jana menyesali kepandaian anaknya. Dengan sedikit terbata-bata, dia membalas, " itu karena... biasanya... orang dewasa Cuma akan nyium... temen lama di bibir, sayang."
"Jadi Bunda udah lama kenal oom yang nyium Bunda itu?"
You have no idea, ucap Jana dalam hati. Tapi dia hanya menjawab, "Kami dulu teman sekolah."
Raka dan Erga mengernyitkan kening, tanda mereka sedang berpikir keras. Untungnya kemudian kening mereka ;icin kembali dan Jana bisa bernapas lega. Sayangnya hanya untuk sementara.
"Oom itu namanya siapa, Bunda?" Tanya Erga.
Jana harus bersusah payah menahan diri agar tidak menggeram frustasi. Andaikan dia hanya punya satu anak, dia akan bisa menangkis pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan padanya dengan lebih efektif. Tapi kenyataannya, dia harus menghadapi diinterograsi oleh Sherlock Holmes dan Dokter Watson wannabe ini. Jana berdebat dengan diri sendiri apakah dia mau lagi-lagi berbohong kepada Erga, tapi dia tahu ini mungkin saat terbaik untuk mulai memperkenalkan anak-anak kepada ayah mereka. Dia yakin Ben belum selesai berurusan dengannya. Cepat atau lambat dia akan muncul lagi, dan ketika itu terjadi, dia harus siap. Akhirnya dia berkata sambil menempelkan senyum pada wajahnya. "Ben"/
"Ben siapa?" "Ben Barata."
Erga mengangguk-angguk, seakan menyetujui nama itu. "Oom Ben tinggal di mana, Bunda?" lanjut Raka.
"Bunda nggak tahu, sayang. Emangnya kenapa kamu Tanya-tanya?" Raka mengangkat bahunya dan berkata cuek, "Cuma mau tahu aja."
Seakan itu belum cukup, anaknya ini juga degan polosnya melaporkan kejadian itu kepada
Papi dan Mami. Hari minggu setelah kejadian, dia dan anak-anak pergi ke rumah orangtuanya untuk makan siang rutin bulanan mereka ketika Mami bertanya, "Ada kabar apa minggu ini?"
"Donna nagis di sekolah, habis rambutnya ditarik sama Mark," lapor Raka, selalu antusias menceritakan hal-hal yang terjadi disekolah.
"Wah, kok Mark jahat banget begitu?" sambut Mami dengan wajah penuh ketidaksetujuan. "Oh, Mark nggak jahat, Mbah, dia Cuma suka sama Donna," jelas Raka sambil mengunyah makanannya.
"Raka, kalo mau ngomong makanannya ditelan dulu," tegur Jana. Raka menelan makanannya sebelum membalas, "Ya, Bunda." "Darimana kamu tahu Mark suka sama Donna?" Tanya Mami
"Soalnya Mark pernah nyium pipi Donna," jawab Raka kini dengan mulut penuh makanan lagi dan Jana menyerah mencoba mendisiplinkan anaknya yang sepertinya memiliki attention span superpendek ini.
Mami langsung mengerutkan dahi mendengar berita ini dan berbisik supaya hanya bisa didengar oleh Jana yang duduk disebelahnya. "Jana, coba kamu bicara dengan guru sekolah Erga dan Raka. Bilang ke mereka untuk lebih tegas dengan anak seperti Mark. Entah apa jadinya anak itu kalo dia seenaknya aja narik rambut dan nyium setiap cewek disekolah. Mungkin dia perlu dirotan kalo kejadian lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dirty Little Secret by AleaZalea
RomanceSEBAGIAN PART DI PRIVATE. Jadi follow dulu akun saya:) MEET THE HERO Ben Barata. Sukses dengan kariernya dan berkehidupan mapan, tapi masih merasakan kekosongan dalam hidupnya. Dan dia yakin kekosongan itu hanya bisa diisi oleh Jana, cewek yang meng...