Hit the lights
And I'll be crawling to your window tonight.
"Nama saya Erlangga Oetomo. Umur saya tujuh tahun. Saya punya saudara kembar namanya Raka..." Jana sedang memanuver mobil menuju kantor sambil mendengarkan Erga membacakan karangan Bahasa Indonesia-nya.hari ini jadwalnya sedikit kosong, jadi dia bisa menjemput anak-anak sendiri. Biasanya dia akan nge-drop anak-anak di rumah Mami dan menjemput mereka setelah pulang kerja, tapi hari ini dia akan membawa mereka ke kantor. Sudah seminggu ini hidupnya kembali tenang tanpa ada gangguan dari Ben. Dan sudah ngeblok nomor Ben dari ponselnya, dia membutuhkan beberapa hari untuk tidak loncat setiap kali ponselnya berdering. Membutuhkan waktu selama itu juga baginya untuk tidak deg-degan setiap kali akan membuka e-mail.
Satu hal yang dia ketahui tentang Ben adalah bahwa laki-laki itu pantang menyerah. Kalau dia sudah menginginkan sesuatu, dia tidak akan berhenti sampai mendapatkannya. Itu berarti, semakin dia menghindar, Ben akan semakin gencar mengejarnya. Oleh sebab itu selama seminggu ini dia berusaha mengurangi waktunya berada di tempat umum, dengan begitu mengurangi kemungkinan baginya bertemu dengan Ben secara tidak sengaja. "Gimana, Bunda? Bagus nggak?" Erga bertanya dan dengan sedikit gelagapan Jana mencoba mengingat-ingat isi karangan tadi.
"Bagus kok," jawab Jana dengan nada sedikit bersalah karena sebetulnya dia tidak pasti apakah karangan itu memang bagus atau tidak. "Karangan kamu gimana, Raka?" Jana mengalihkan perhatiannya pada anaknya yang satu lagi, yang kali ini kebagian duduk di bangku belakang. Melalui kaca tengah dia lihat Raka sedang sibuk menarik-narik seatbelt-nya.
"Raka," panggil Jana sekali lagi.
Ketika Raka tidak bereaksi juga, Jana melihat Erga melemparkan kotak tisu dari bangku depan padanya. "Aduhhh," ucap Raka sambil mengusap-usap hidungnya. "Sakit, tahu," omelnya dan siap melempar kotak tisu itu kembali kepada Erga.
Jana harus mengangkat tangannya, mengingatkan agar mereka tidak berkelahi di dalam mobil karena dia sedang mengemudi. "Erga, kamu nggak boleh ngelempar kotak tisu ke Raka, oke?" Jana memberi peringatan.
"Tuh, dengerin Bunda," ucap Raka dengan penuh kemenangan karena dibela.
"Ya, Bunda," ucap Erga sambil memutar tubuhnya kembali menghadap ke depan dan menundukkan kepalanya.
"Dan, Raka... kamu kalo diajak ngomong, jawab, jadinya nggak dilempar kotak tisu lagi, oke?"
Bukannya mengucapkan, "Ya, Bunda", seperti Erga, Raka hanya mengerutkan keningnya, kesal karena sudah diperingatkan. "Raka, kamu denger Bunda nggak?"
Membutuhkan beberapa detik bagi Raka untuk membalas, tapi akhirnya dia berkata pelan,
"Denger, Bunda."
Dari sudut matanya Jana melihat Erga menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan kembarannya, dan Jana ingin tertawa terbahak-bahak. Erga mungkin baru berumur tujuh tahun, tapi dia berjiwa 70 tahun.
Beberapa menit kemudian mereka tiba di kantor dan tanpa aba-aba Raka dan Erga langsung tumpah dari mobil dan lari secepat mungkin ke dalam gedung. Well, secepat kaki mereka bisa membawa mereka sambil memanggul ransel penuh buku, tas makanan, dan botol minum. Kalau dipikir-pikir lagi, mereka sudah seperti Frodo dan Sam dalam perjalanan ke Mount Doom. Jana hanya bisa menatap pasrah kepergian mereka yang selalu balapan menekan tombol lift. Entah berapa kali dia memperingatkan mereka agar tidak lari jauh-jauh darinya kalau di tempat umum, tapi semuanya sia-sia. Akhirnya dia harus berkompromi dengan memperbolehkan mereka main "balapan nekan tombol lift" selama berada di bangunan kantornya saja. Setidak-tidaknya semua satpam di gedung ini mengenalnya dan akan menjaga anak-anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dirty Little Secret by AleaZalea
RomanceSEBAGIAN PART DI PRIVATE. Jadi follow dulu akun saya:) MEET THE HERO Ben Barata. Sukses dengan kariernya dan berkehidupan mapan, tapi masih merasakan kekosongan dalam hidupnya. Dan dia yakin kekosongan itu hanya bisa diisi oleh Jana, cewek yang meng...