CHAPTER 5

21 4 0
                                    


Berhari-hari terlampaui, dan setelah berpikir panjang serta mempersiapkan segala alat canggih miliknya, akhirnya Ecxel merasa strategi yang dirancangnya cukup matang.

Excel menghela napas, tekadnya sudah bulat untuk memulai aksi pemberontakan besar-besar itu.

Kendati demikian nyawanya melayang, yang penting Ashley akan baik-baik saja—pikirnya.

Setelah itu, Excel merogoh kantung celananya, mengambil pisau lipat canggih rakitannya, kendati berukuran kecil, namun benda itu bisa menebas leher manusia dalam sekali. Tak seperti pisau lipat kebanyakan, benda itu juga berknop otomatis dan mempunyai wadah kecil untuk menadah mesiu dan beberapa stik kecil yang tajam di bagian pegangannya.

Jemari Excel bergerak menekan knop otomatis yang berada di pegangan benda itu. Seusai ia menekan knop terakhir, serta-merta suara desiran pelan timbul.

Senyuman Excel terbit, tak sia-sia ia merakitnya. Lekas Excel mengarahkan ujung benda itu ke dinding penjara yang berlamina baja. Tak menunggu lama, benda itu telah membuahkan hasil, acuan lubang besar di dinding siap dilampaui. Lekas ia menyingkirkan sisa beton yang menghambatnya.

Setelah itu, Excel menaruh kembali asal pisau lipat tadi. Lekas ia melompat keluar dari ruang penjara melalui lubang itu.

Setelah Excel keluar, kepalanya celingukan, memastikan keadaan aman. Setelah Excel merasa cukup aman, ia pun menghela napas pelan dan lantas merogoh kantung celananya, hendak mengambil pistol canggih bermesiu campuran listrik miliknya. Setelah mengeluarkan pistol canggihnya, Excel memeriksa benda itu sebentar, setelah cukup yakin, ia segara menggenggamnya erat.

Excel mulai melangkahkan kakinya yang berbalut sepatu but dengan pelan. Kini epinefrina-nya berpacu. Kentara dari raut wajahnya, kini Ecxel tengah bersiaga tempur.

Setelah Excel berjalan beberapa meter, pandangan matanya mendapati segerombolan silincer melintas. Lekas Excel bertiarap di balik tembok kelokan lorong.

Excel pun segera membidik dan menarik pelatuk pistol canggihnya. Serta-merta suara dentaman terdengar susul-menyusul sampai ke penjuru lorong.

Beberapa silincer melihat Excel dan lantas mengacungkan senjata canggih padanya. Namun, sebelum silincer itu menarik pelatuk senjatanya, sengatan listrik maha dasyat dari pistol Excel menghempas tubuh berlapis baja mereka ke dinding lorong terlampau dahulu.

Excel bangkit, lekas ia melanjutkan jalannya pelan sembari celingukan, mengawasi jikalau ada lawan yang melintas. Setelah Excel merasa cukup aman, segera ia mempercepat langkahnya dan lantas berkelok ke lorong sebelah kanan, menuju ruangan di mana Ashley kini tengah diteliti.

Sesampainya di sana, Excel celingukan—memastikan keadaan aman, setelah merasa aman, lekas ia membuka pintu ruangan itu tanpa berpikir panjang dahulu, namun sayang, sengatan listrik bertegangan besar menyambut dirinya, lantaran itu, Excel terhempas beberapa meter ke lantai.

Serta-merta dengungan keras tanda bahaya bak sirene dinamit menyeruak ke penjuru lorong.

"Sial!" umpat Excel seraya mencoba bangkit, namun berkali-kali mencoba, ia terus terjatuh pada posisi yang sama.

Sebab hal itu, berduyun-duyun silencer datang, tapak kaki mereka mengumandang hingga ke sudut-sudut ruangan.

Silincer-silencer itu cekatan mengacungkan sejata ke Excel yang kini berbaring lemah di lantai. Salah satu dari silencer itu merampas seluruh benda miliknya termasuk pistol dan pisau canggih rakitannya yang ia simpan di dalam kantung celana.

Excel berdecak pelan seraya terus menyumpah serapah dalam hati tentang betapa bodoh dirinya melupakan kecanggihan yang dimiliki kota Gautama.

Pintu ruangan itu terbuka, muncullah beberapa ilmuan berseragam serba putih dengan Ashley yang kini tak sadarkan diri di kursi otomatis.

Run All NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang