Netra biru Excel terus menatap ke arah luar jendela menyaksikan serdadu hujan menerpa permukaannya. Beberapa kali, ia mampu melihat sang halilintar menyapa kelamnya malam kota Gautama. Beberapa kali juga, Excelius Porter, teringat pada memorabilia semasa kecil, ketika dirinya amat takut terhadap kilatan cahaya di antara hujan itu. Namun, sekarang Excel tidak pernah merasa takut lagi.
Sedari tadi Excel tengah sibuk dengan sebuah alat berbentuk kaleng, yang ia dapatkan dari bagian tubuh sebuah robot. Ya, dua hari lalu, Major Minus kembali mengirimkan pesan ancaman kepada Excel. Ancaman itu berupa serangan sebuah robot metalik yang hampir mencelakai dirinya dan Ashley. Namun, bagi Excel dan Ashley, robot kalengan itu bukanlah tandingan mereka.
Setelah mengalahkan robot itu, Excel mendapatkan benda kaleng tersebut. Excel mulai berspekulasi bahwa benda itu memiliki pemicu alat pelacak. Namun, Excel tidak mau mengambil keputusan dengan menghancurkan mesin pelacak itu, karena sekali lagi, semua masih hipotesis belaka. Alangkah baiknya untuk mempelajari alat itu terlebih dahulu, pikirnya.
Lagi-lagi halilintar menyambar, memecah bumantara. Jelas itu membuat Excel terbangun dari lamunannya. Kembali, relung emosinya dipenuhi kekesalan karena dirinya tak mampu memecahkan fungsi alat kaleng itu! Excel menutup mata, menenangkan diri.
"Kau pernah takut halilintar?" tanya suara lembut seorang gadis yang membuat Excel menoleh ke belakang. Mata Excel pun berlabuh ke wajah jelita Ashley Griffin yang tengah terduduk di atas sebuah meja. Rambut jingga Ashley seakan bersinar di bawah afotik. Dia memain-mainkam kedua kakinya, seakan dia terombang-ambing di atas ayunan taman kanak-kanak. Butuh beberapa saat untuk mengembalikkan konsentrasi dan mencerna pertanyaan dari Ashley. Excel menarik napas dalam-dalam. Ashley bertanya soal halilintar bukan?
"Yah, aku ingat ketika aku masih kanak-kanak, aku sangat takut terhadap kilatan cahaya itu. Dan semua ketakutanku berawal dari kisah mitologi yang menguasai pikiranku." Excel berbalik badan ke arah Ashley. Dia berdeham beberapa kali sebelum melanjutkan kisah 'guntur'-nya. "Kau pernah dengar kisah tentang Thor, putra dewa Odin bersama palu mirakelnya? Ada sebuah kisah yang berkata bahwa Thor sering menjelajah angkasa raya menggunakan dua ekor kambing. Ketika dia mengayunkan palunya dengan gagah maka akan terciptalah guntur dan halilintar. Itulah mengapa aku takut. Bagaimana jika Thor marah, dan guntur itu benar-benar menghujam Gautama?"
Jelas jawaban kanak-kanak itu membuat Ashley tertawa kecil. Namun, Excel segera meneruskan kisahnya.
"Namun, ketika aku sudah sedikit dewasa, aku pun sadar bahwa ada penjelasan ilmiah mengenai bagaimana halilintar terbentuk. Dan itu tidak membuatku takut lagi," kata Excel.
"Jadi, menurutmu, sumber ketakutan manusia adalah ketidak-adaannya logika atau pemikiran rasional yang ilmiah di otak mereka?" Ashley dipenuhi tanda tanya.
"Entahlah. Terkadang, jika kau berpikir logis pun ketakutan masih mengikutimu," jawab Excel. "Manusia diciptakan bersama ketakutan. Ketakutan sendiri mau tak mau harus kau anggap jadi teman. Bagaimana denganmu? Kau takut guntur?"
Ashley mendesah kecil mendengar pertanyaan itu. "Bertahun-tahun hidup terbelenggu tubuh mutan ini. Bertahun-tahun pula aku hidup dengan api. Kau tahu kan aku pyrokinesis?" ujar Ashley sambil mengangkat bahunya. Wajahnya terlihat lucu bagi Excel ketika bercerita. "Dan ... bagiku tidak ada bedanya antara api dan guntur. Jadi, bisa kau simpulkan bahwa aku tak pernah takut guntur!"
Excel jadi tertawa dibuatnya. Berhari-hari sudah dia melewatkan hari demi hari bersama gadis mutan bernama Ashley itu. Entah darimana, seorang Silencer yang sudah ditempa menjadi candrasa pemburu mutan seperti Excel menjadi luluh karena Ashley. Bagi Excel, ada sesuatu yang berharga di dalam mutan-mutan seperti Ashley. Dia pernah memburu mutan sebelumnya. Namun, baru Ashleylah yang membuat Excel sadar bahwa Major Minus salah mengenai ras mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Run All Night
Ficção Científica- Event Seleksi Kelompok 2 - Ashley Griffin, seorang mutan yang berhasil membuat Excelius Porter, Lead Silencer kota Gautama, luluh akan pesonanya. Ketika pemberontakan terjadi, pelarian dari kota Gautama pun dimulai. Akankah mereka berdua...