Spesial Part

1.9K 252 109
                                        

8 tahun berlalu.

8 tahun adalah waktu yang tidak singkat, kini aku benar-benar sudah merelakannya.

Bertahun-tahun aku menangisimu setiap malam. Membayangkan kamu berada disampingku.

Bertahun-tahun relung hatiku terasa sepi, saat tidak ada dirimu dalam genggamku.

Kini aku benar-benar sadar dunia ini bukan milikku dan milikmu.

Kita punya jalan yang berbeda.

🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Suara handphoneku berbunyi.
'Park Jimin'

"Iya, kenapa Jim?" Aku bertanya pelan sambil mengemudikan mobil.

"Kamu lagi sibuk? Bisa minta tolong jemput anak-anak disekolahnya?"

"Bisa, aku langsung menuju kesana ya." Aku langsung menutup sambungan telephone nya.

Sesampainya disekolah aku menunggu diluar mobil, menyandar pada pintu mobil. Seorang anak perempuan dan laki - laki keluar dari gedung sekolah berlari dengan semangat kearahku.

"Hey, kalian jangan berlari." Teriakku ke arah mereka.

Anak lelaki kecil itu memelukku saat dia sampai dihadapanku. Aku mengusap dan mencubit pipi gembulnya dengan gemas. Dia mirip sekali dengan Jimin waktu kecil.

Anak perempuan yang lebih besar pun juga sama. Mereka memelukku.

"Ayo kita masuk!" Aku membukakan pintu mobil untuk mereka.

Saat aku mulai membawa mobil melaju, mereka sangat ramai. Anak lelaki yang paling kecil bermain dengan robot-robotannya dan yang perempuan asik bermain boneka beruang kecilnya.

"Bagaimana tadi kalian disekolah?" Tanyaku, mereka berdua berhenti sibuk dengan mainan masing-masing dan mendengarkan Ku.

"Wah, tadi akyu senang sekali. Akyu dapat pelmen dali bu gulu." Anak lelaki kecil itu tersenyum lebar hingga matanya menyipit.

"Lalu, kamu?" Aku bertanya anak perempuan yang sedang bermain bonekanya

"Ah, biasa saja. Ayah mengapa tidak menjemput kami?" Anak itu terdengar sedih

"Ayah sedang bekerja." Aku tersenyum menjawabnya

"Tante, tante aku laper." Anak perempuan berambut hitam pekat itu berkata.

"Nanti sampai rumah tante masak ya."

"Yey...Masak yang aku suka ya tante." Dia kini tersenyum lebar.

"Tante kapan ya mama pulang? Aku kangen mama."

"Mama bilang kapan pulangnya?"

"Tadi pagi mama telepon katanya besok pulang."

"Sabar ya, nanti mama kalian pulang. Kan Mama cari uang untuk kalian."

Aku kembali fokus ke jalanan. Aku sudah sering sekali menjemput mereka. Satu tahun yang lalu, Jimin dan keluarga kecilnya pindah ke dekat rumahku.

Awal mula aku benar-benar canggung, ia pun juga. Tapi aku tahu kita sudah dewasa dan itu bukan hal yang baik. Jimin dan istrinya juga sudah berbicara dan meminta maaf padaku beberapa hari setelah mereka pindah menjadi tetanggaku. Aku tidak menyimpan dendam lama pada mereka. Mereka, aku sudah memulai hidup baru sejak lama. Sampai sekarang, Jimin tetap menjadi temanku. Istrinya juga, meskipun kami tidak terlalu dekat.

Oh ya, Istri Jimin memang jarang berada dirumah karena wanita itu sering sekali keluar negeri untuk berkerja. Jadi, Jimin  sering merawat anaknya sendirian. Awalnya aku sedikit canggung untuk menawarkan bantuan, tapi melihat anak - anaknya yang sering dititipkan ke tempat penitipan anak membuat aku tidak tega. Aku mulai menyapanya dan menawarkan dengan sukarela untuk membantu mereka.

Aku memiliki banyak waktu luang di rumah, aku tidak bekerja kantoran hanya memiliki toko online jadi aku pikir  membantu Jimin bukanlah hal yang berat.

Anak-anak manis ini sering main kerumahku, mereka sering main dengan anjingku dirumah. Anak - anak Jimin sangat lucu. Aku menyukai mereka. Mereka membuat keadaan rumahku menjadi lebih berwarna. Meskipun mereka bukan darah dagingku aku sudah menganggap mereka sebagai anak - anakku. Melihat mereka terkadang membuatku berpikir bagaimana rasanya jika aku mempunya anak. Bagaimana jika mereka adalah keluarga kecilku.

Sebelum tidur aku juga sering berpikir bagaimana hidupku jika masih bersama Jimin, tapi aku langsung menyingkirkan pikiran itu. Jimin, istrinya dan anak-anaknya adalah keluarga kecil yang bahagia.

Sesampainya di rumah, aku memasak untuk mereka dan menemani mereka bermain sampai Jimin menjemput anak-anak manis ini.

"Hi..." Jimin masuk kerumahku.

Anak bungsunya berlari memeluk Jimin.

"Ayah..." Jimin langsung menggendong anak laki-laki di depannya.

Jimin dengan menggendong anak bungsunya itu berjalan ke arahku dan anak sulungnya yang sedang mewarnai.

"Ini, aku belikan sedikit cemilan untukmu." Jimin tersenyum dan memberikanku sekotak makanan ringan.

"Ah, kau tidak udah repot-repot Jim." Aku berusaha menolak.

"Ini hanya sedikit, terima kasih sudah menjemput mereka." Ia tersenyum tulus.

Akhirnnya, Aku menerima pemberiannya meskipun menolak pasti nanti Jimin tetap akan meninggalkan makanan itu di meja sebelah Tv.

"Ayo kita pulang!" Jimin mengusap kepala anak perempuannya.

Anak perempuan itu langsung berdiri dan memelukku, "Tante aku pulang dulu ya." Aku tersenyum dan mencium pipinya.

Anak laki-laki di gendongan Jimin pun turun, memelukku dan menciumku juga,
"Telima kacih tante."  Ucapnya.

"Ayo kita pulang, tante ingin istirahat." Jimin membungkukan badannya dan mengambil kedua tangan anaknya.

"Terima kasih, ya. Kami pulang dulu." Jimin dan kedua anaknya pun berjalan perlahan menuju pintu meninggalkanku dengan senyuman hangat.

Setiap kali melihat Jimin dengan kedua anaknya pergi meninggakanku, selalu membuatku tersenyum dan sedih. Dua perasaan yang kadang menjadi satu.

Di dalam lubuk hatiku yang terdalam mungkin aku masih mencintainya. Mungkin juga itu adalah alasan spele yang membuat aku tetap memilih untuk sendiri dan  tidak ingin membebani hati dengan cinta yang lainnya. Tapi aku merasa sudah cukup bahagia saat ini.

Dengan hidupku yang sekarang dan Jimin yang sudah bahagia dengan keluarga kecilnya sudah cukup membuatku tersenyum.


Layu . pjm [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang