Mereka Peterpan dan kita ditakdirkan sebagai Tink.
Suatu hari, takdir akan mempertemukan Peterpan dengan Wendy-nya dan yang dapat Tink lakukan saat masa itu tiba hanyalah melepaskan Peter, membiarkan Wendy membawanya sejauh mungkin, hingga sampai p...
Mereka Peterpan dan kita ditakdirkan sebagai Tink. Suatu hari, takdir akan mempertemukan Peterpan dengan Wendy-nya dan yang dapat Tink lakukan saat masa itu tiba hanyalah melepaskan Peter, membiarkan Wendy membawanya sejauh mungkin, hingga sampai pada jarak yang cukup jauh bagi Tink untuk mampu merelakan Peter seutuhnya.
Lucu ya bagaimana yang selalu ada tergantikan dengan yang istimewa.
Karena itu kita harus menjaga Peterpan dengan baik sampai ia bertemu dengan Wendy suatu hari nanti dan memastikan bahwa ia sudah cukup bahagia selama menghabiskan waktunya bersama dengan kita. Kita harus menemaninya dalam suka dan duka.
Peterpan yang hari ini kita kenal akan tetap sama selamanya, tetapi tidak dengan hati dan perasaannya.
Hati dan perasaannya akan berubah suatu hari nanti.
Kita hanya orang biasa yang dengan sukarela memberi cinta yang kita miliki kepada mereka. Orang biasa yang dengan naifnya bermimpi setiap hari untuk menikahi mereka suatu saat nanti.
Namun aku, aku tidak mau itu terjadi. Aku tidak ahli dalam mengalah. Aku bukan orang yang bisa melepaskan dan melupakan orang-orang yang kucintai. Tanpa bermaksud munafik, tapi sungguh aku bukan orang yang bisa dengan lapang dada mengatakan, "Aku bahagia melihat mereka bahagia."
Aku yakin bisa jadi orang yang membuat mereka bahagia dan setidaknya aku ingin menjadi seseorang yang berharga bagi mereka.
Aku ingin mereka mengenalku sebagaimana aku mengenal mereka.
Aku tidak ingin memperhatikan hidup mereka dalam gambar yang membisu.
Aku ingin keberadaanku disadari.
Aku ingin terlihat.
Aku ingin merasakan keberadaan mereka lebih dekat dan berbagi perasaan yang sama secara langsung.
Karena aku mencintai mereka, sebagaimana Tink mencintai Peter.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Summer sering membangun monolog tentang dirinya sendiri.
Di malam hari, Summer seringkali terjaga sendirian, ditemani televisi yang menyala sepanjang malam. Sambil bersandar dikursi malasnya, ia menulis hal-hal yang dilakukannya hari itu atau apapun yang dirasakannya saat itu, salah satu saran jitu dari Dokter Nari untuk membantu Summer menyalurkan kegelisahannya.
Anjuran menulis juga salah satu cara Dokter Nari untuk mencegah Summer melakukan hal-hal buruk terhadap dirinya sendiri.
Lewat tulisan, Summer mendeskripsikan rasa takut, bahagia, amarah, dan perasaan-perasaan lainnya yang belum ia namai.
Perasaan sedih itu berwarna biru. Sedih itu rasanya seperti sedang ditenggelamkan oleh ombak yang tenang namun dalam tak berdasar.
Perasaan panik dan marah berwarna merah. Rasanya seperti dimandikan ombak besar yang galaknya bukan main.
Rasa bosan terasa seperti warna putih yang hampa, sedangkan bahagia berwarna jingga-persis seperti warna matanya yang terang dan hangat. Bagi Summer, segala yang berwarna jingga menyuarakan kebahagiaan. Jingga adalah warna musim panas, musim yang senada dengan nama yang dimilikinya.
Perasaan cinta adalah perasaan yang memiliki paling banyak warna. Kadang berwarna jingga, kadang kelabu, bisa juga biru, atau bisa juga terdiri dari beberapa warna yang belum dikualifikasikan. Warnanya kompleks dan biasanya tidak didominasi oleh warna tertentu.
Summer menarik secarik kertas dan menuliskan sebait tulisan, kali ini dan lagi-lagi, ia menulis tentang warna dan perasaan.
"Aku merasa biru hari ini. Namun biru kali ini terasa begitu pekat dan nyata.
Perasaan biru yang pekat ini membuatku putus asa, sedih, dan tertekan. Perasaan biru yang pekat ini bahkan menahanku untuk menangis, membuatku kesulitan menyalurkan perasaan sedih yang kini begitu berisik dalam diriku"
Summer mengangkat kepalanya, membiarkan tulisannya berakhir tanpa titik. Perasaan sedihnya kali ini hadir tanpa alasan, namun begitu kuat dan menyesakkan.
Dia bangkit dari kursinya lalu memandang keluar jendela kamarnya. Summer memperhatikan langit malam yang gelap tanpa bintang. Ia meletakkan lengannya di atas bingkai jendela lalu memejamkan matanya. Dalam hatinya, ia mendoakan ayah dan ibunya. Pada saat matanya terpejam, ia bisa merasakan biru pekat kembali mendominasi dirinya dengan begitu dasyat.
Di tengah kepekatan biru yang dalam, ia melihat senyum ramah ayahnya dan wajah ibunya yang jarang sekali bicara. Ia merasa dibawa kembali menuju 12 tahun yang lalu, saat dimana ia tertawa-tawa di pekarangan rumah tua yang menjadi kediaman masa kecilnya. Di sana tumbuh pohon besar yang teduh dengan rerumputan hijau yang asri. Ditengah kilasan kenangan yang singkat itu, ia bisa merasakan bagaimana rasanya bersandar dalam dekapan ayahnya yang hangat.
Ia membuka matanya dengan luapan air mata yang tidak lagi dapat ia kendalikan.
Kini ia tahu apa makna biru pekat.
Itu perasaan rindu.
Itu perasaan kesepian.
Itu perasaan atas keinginan besar untuk kembali pada suatu tempat yang kita sebut rumah.
Summer merindukan ayah dan ibunya. Ia merindukan rumahnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
TBC
(silahkan tinggalkan komentar setelah bunyi "bipp!")