Moonbyul POV
Aku terbangun dengan badmood karena kejadian semalam. Aku merasa kesal mengingat Yongsun membela Eric didepanku, tapi aku juga merasa bersalah karena telah menamparnya. Aku tidak pernah bersikap kasar sebelumnya. Entah kenapa sejak Eric muncul dikehidupan kami, emosiku makin tak terkendali.
Aku membersihkan tubuhku, memakai pakaian kerjaku, mengambil suntikan yang kupersiapkan untuk Yongsun, menaruhnya di tasku, lalu turun ke dapur untuk sarapan roti selai kacang dan susu putih kotakan. Kubuat dua porsi, untukku dan untuk Yongsun. Sebelumnya aku makan porsiku terlebih dahulu. Baru kemudian, aku menaruh makanan Yongsun di nampan.
Aku berpikir kalau aku pasti akan pulang malam juga hari ini, aku harus membawakan sekalian makan siang untuk Yongsun. Aku lalu mengambil sisa satu kotak pizza meatlovers ukuran medium, dan spaghetti yang kubeli untuk cemilan makan malam kemarin. Dan aku membawakan satu liter botol jus buah. Aku pikir itu cukup untuk makan siang Yongsun hari ini.
Kubawa semua itu dengan hati-hati ke basement, seperti biasa aku buka gemboknya lagi. Dan kemudian aku masuk kedalam kamar Yongsun. Dia sudah bangun, kelihatannya sudah mandi, dia sudah berganti pakaian. Tampak duduk termenung disisi tempat tidur sambil menatap lantai. Mukanya masih merah bekas tamparanku kemarin.
"Untuk apa kamu kemari? Sampai kapan aku harus kamu kurung disini, Byulyi?" , tanyanya ketika melihatku muncul dari pintu.
"Aku tidak tahu. Ini makananmu hari ini. Aku harus pergi ke kafe. Jangan berbuat macam-macam." , kataku kasar sambil menaruh makanan di lantai tak jauh dari pintu.
Aku lalu berjalan sambil membawa nampan menuju dia yang masih duduk menatapku marah. Aku membalas tatapannya dengan tajam mengancam. Aku dorong tubuhnya sehingga dia jatuh kekasur, aku naiki dia, dan dia mulai meronta ronta
"LEPASKAN AKU BYUL! APA YANG KAMU LAKUKAN?", katanya sambil masih meronta-ronta.
Percuma saja Yongsun, kekuatanmu kini jauh lebih lemah daripada biasanya.
Kutekan tubuhnya dengan nampan yang kubawa supaya dia tidak terlalu banyak bergerak.
"DIAM KIM YONGSUN! AKU HANYA MAU MEMBERIMU VITAMIN SUPAYA KAU CEPAT SEHAT!", teriakku sambil memegangi tubuhnya yang meronta-ronta. Dia tidak berhenti meronta walaupun kupegangi dari tadi. Aku sungguh kesal sekali. Sungguh tidak bisa diatur.
BUG!
Dia menjerit kesakitan karena kupukul dengan nampan yang kubawa tadi. Lalu buru-buru kukeluarkan suntikan berisi obat penenang dengan kadar tertentu yang diberikan oleh Minseok oppa kemarin malam sebelum aku pulang ke rumah.
"Tenang saja Byul, aku sudah menakar kadarnya. Suntikan ini tidak akan membuatmu tak sadarkan diri sepenuhnya. Ini hanya cukup membuatmu sangat rileks.", kata dr.Kim Minseok, salah satu dokter psikiater pribadiku. Dia sudah kuanggap sebagai kakak kandungku sendiri.
"Terima kasih oppa. Kau sangat membantuku. Akhir-akhir ini aku merasa anxiety ku sangat meningkat. Ini membuatku tak stabil secara emosi. Aku takut merugikan yang lain.", jawabku sambil tersenyum.
"No problem. Aku harap kau bisa menangani anxiety mu, Byul. Obat-obatan ini sebetulnya tidak baik. Tapi ini preventif saja bila dibutuhkan. Jangan ketergantungan.", saran Minseok oppa dengan khawatir menatapku.
"Jangan khawatir, oppa. Aku tidak akan memakainya sembarangan. Ahhh ini sudah malam, aku harus segera pulang. Sampaikan salamku kepada Jongdae oppa, kapan-kapan aku akan datang ke rumah kalian bermain dengan dua keponakan kembar kesayanganku itu.", kataku sambil tersenyum dan beranjak dari kursi pasien di ruang periksa klinik Minseok oppa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Possesion
عاطفيةpos·ses·sion /pəˈzeSHən/ noun 1. the state of having, owning, or controlling something. 2. an item of property; something belonging to one.