Si Pawang Tanah

9 0 0
                                    

Semua warga di sekitar rimba saling bertanya mengapa tanahnya tak bisa lagi di tanami pohon. Keadaan tanah yang seperti itu membuat hidup para warga terbengkalai. Karena rimba tersebut adalah salah satu sektor yang cukup fundamental sebagai mata pencaharian warga di sekitar. Dan reboisasi adalah cita-cita yang diharap bisa mebuahkan hasil yang maksimal.
***
Pernah suatu ketika datang seorang yang kedatangannya tak diundang dan ia mengatasnamakan dirinya sebagai pawang tanah yang dengan sukarela ingin mereparasi tanah tersebut agar dapat ditanami kembali. Dengan berbekal beragam pupuk dari kediamannya, yang katannya sudah memiliki verifiabilitas tinggi, dan juga sudah pernah dibuktikan berhasil di banyak tempat. Mula-mula ia mencobanya dengan menebarkan seluruh pupuk ke tanah yang dilihatnya padat bak lempengan baja. Seperti yang biasa ia lakukan, ia membiarkan pupuk tersebut berbaur dengan tanah, setelah itu ditanami sebatang pohon, dan didiamkan selama dua hari, yang jika berhasil biasanya pohon tersebut akan tumbuh subur. Cara seperti itu ia peroleh dari hasil eksperimentasi-eksperimentasi sebelumnya, yang membuahkan hasil memuaskan.
***
Dua hari yang ditunggu sudah tiba, dengan rasa antusiasme dan rasa percaya diri, si pawang tanah tersebut bergegas mengunjungi rimba, dengan diiringi sejumlah warga di sekitar yang juga ingin mengetahui bagaimana hasil reparasinya. Seolah mereka sudah tak sabar, hingga membuat kakinya berjalan seperti serdadu hendak perang. Dan jelas, sesampainya di rimba, si pawang tanah terperenyak ketika melihat kondisi yang ada di depannya. Rasa antusiasme yang dibawanya sejak berangkat berubah menjadi muram durja. Yaa, si pawang tanah mengalami kegagalan yang cukup signifikan. Pupuk yang seharusnya dapat merubah tanah padat menjadi elastis tapi realitanya tidak sesuai dengan apa yang ia harap. Lebih absurd-nya lagi, pupuk tersebut turut berubah keras seperti padatnya tanah. Tak berhenti di situ, warga sekitar yang ikut andil menyaksikan itu pun mulutnya sudah mulai berani tak sopan, memaki si pawang tanah dengan perkataan yang tidak sesuai dengan standar operasional prosedur. Hingga makiannya pun membuat si pawang tanah jatuh lunglai tak bertenaga. Melihat hasil yang seperti itu, akhirnya warga sekitar juga membuat keputusan agar si pawang tanah tidak lagi intervensi dalam urusan rimba.
***
Dengan keadaan masih lunglai, dan refleksi tindakan abnormal yang masih membekas di wajah, si pawang tanah mengambil keputusan untuk bergegas pergi meninggalkan rimba, dan mengurungkan niat  sejenak untuk menyandarkan bahu sembari menyeruput kopi di Warung KPK (kopi paling kentel) Mbok Bilih. Sesampainya di sana, si pawang tanah melihat banyak sekali para aktivis nongkrong yang sedang asik menikmati kopi, dilihatnya pula mata para aktivis sedang serius menyaksikan tayangan televisi, yang ketika itu program televisi swasta menayangkan agenda rapat kerja seluruh pejabat di sebuah gedung. Melihat tayangan itu pun, lantas membuat mulut si pawang tanah berceloteh di samping para aktivis nongkrong, "Lohh, gedung yang di buat rapat itu kan rimba yang barusan gagal kureparasi!!"
Lagi-lagi si pawang tanah di hadapkan dengan situasi yang pahit. Karena, para aktivis nongkrong mengacuhkan celotehan si pawang tanah yang sebenarnya celotehan itu adalah manifestasi dari suara hati. Lantas dengan keadaan yang masih pahit, si pawang tanah meminta Mbok Bilih untuk membuatkan kopi, "Tolong, bikinkan kopi, mbok. Gulanya setengah gelas, kopinya setengah sendok.....!!"

Berguru Pada IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang