Chapter III - Jealous

9 6 0
                                    

Langit kota seoul terlihat semakin menguning memberitahukan pada seluru penghuni bahwa hari semakin sore. Sebentar lagi bulan akan menggantikan sang surya yang sudah lelah bekerja selama dua belas jam agar seluruh penjuru dunia tetap terang.

Disebuah halte bus yang terletak tak jauh dari lingkungan kampusnya, gadis dengan rambut sebahu itu menatap langit dan tersenyum tanpa ada hal yang menyenangkan disekitarnya. Bahkan sahabat satu kelasnya juga tidak mengajak Eunha mengobrol tentang banyak hal.

Minatozaki Sana. Gadis asli keturunan jepang itu menatap Eunha dengan dahi berkerut. Ada yang aneh pikirnya. Akhir - akhir ini sahabatnya terlalu sering tersenyum sendiri. Apa dia baik - baik saja. Sana dengan sengaja menghadapkan wajahnya sangat dekat pada Eunha.

"Beritahu aku apa yang kau sembunyikan!" Sana berkata seakan memerintah.

"Apa maksudmu. Menyembunyikan apa?" Eunha mengerutkan dahinya menanggapi pertanyaan Sana.

"Akhir - akhir ini kau sangat aneh. Kau selalu tersenyum sendiri. Entah itu di kantin, perpustakaan, ataupun halte bus. Ponselmu juga selalu sibuk saat aku menelfon mu malam hari." Jelas Sana panjang lebar.

"Itu karena aku sudah tidur. Kau tahu kan aku menyukai tidur? Hmm.." Eunha mencoba menutupi rahasianya dengan Yoongi. Sana tidak boleh tahu tentang hal ini. Jika saja gadis dengan tubuh ramping ini tahu ia pasti akan mengumumkannya pada seluruh penghuni kampus.

"Sebaiknya kau ju-"

"Bisa aku pinjam Eunha sekarang?" Sana belum sempat menyelesaikan perkataannya untuk Eunha tetapi seseorang yang berada tak jauh dari tempat mereka tiba - tiba saja memotong perkataan Sana. Kedua gadis yang sedang membicarakan sesuatu yang serius itu menolehkan kepalanya pada sumber suara.

Seseorang dengan pakaian rapi itu menghampiri Eunha dan Sana. Itu Jimin. Untung saja Jimin datang lebih cepat karena jika tidak Sana pasti akan banyak bertanya hal. Jimin menatap datar kearah Sana. Jimin tidak suka kalau gadis yang berteman dekat dengan wanita yang dicintainya ini muncul dihadapannya. Entah mengapa Jimin merasa muak.

"Oppa?" Sana menundukan kepalanya.

"Eunha. Masuklah kedalam mobil sekarang." Jimin berbicara dengan suara kelewat dingin.

Eunha berdiri dan mengambil langkah untuk pergi dari halte tersebut. Jika Jimin bertemu dengan Sana maka suasananya akan menjadi sangat menegangkan. Eunha saja merasa takut jika Jimin berada dengan Sana maka ia akan menampakan wajah datarnya.

"Aku duluan, Sana-ya." Eunha berkata pelan lalu pergi melewati Jimin.

Jimin berbalik untuk meninggalkan Sana yang tidak pernah melihat wajahnya. Baru saja Jimin akan melangkah seseorang mencekal pergelangan tangan Jimin.

"Oppa chamkaman. Ada yang harus kujelaskan padamu." Sana berujar lemah. Ia tak tahu harus berbicara dengan cara apa agar Jimin mau mendengarkannya.

"Lepaskan tanganku!" Jawab Jimin tanpa membalik badannya. Tidak ada respon dari gadis tersebut hingga Jimin melepas tangan Sana dengan kasar.

"Tidak ada yang harus kau jelaskan. Semuanya sudah sangat jelas untukku."

"Kau salah paham. Aku hanya men-"

"Geumanhae! Menjauhlah dariku! Aku membencimu jangan muncul dihadapanku lagi." Jimin beranjak dari tempatnya.

"Saranghae Jimin Oppa! Jeongmal saranghae." Sana berteriak dengan sangat keras. Jimin bisa mendengarnya dengan jelas. Lantas Jimin menghentikan langkahnya.

"Simpan saja cintamu untuk orang lain." Ucap Jimin tanpa membalik badannya dan melangkahkan kembali kakinya.

Sana merasa sangat lemas. Kakinya tak sanggup lagi menopang berat badannya, ia duduk lemas dilantai dingin halte. Jimin benar - benar tidak mau memaafkan kesalahan yang bahkan bukan murni oleh Sana. Sana menatap tubuh Jimin yang semakin menjauh dan menghilang dibalik mobil dengan warna silver yang Jimin bawa. Jimin sudah sangat berubah. Tidak seperti Jimin yang Sana kenal. Ia sadar sekarang. Dirinya memang tidak pantas untuk pria baik seperti Jimin. Mungkin seharusnya Sana kembali ke jepang saja agar ia bisa melupakan Jimin.

The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang