EXTRA Chapter

161 13 0
                                    

- Yoongi PoV -
Sesampainya di rumah, aku langsung merebahkan diri di ranjangku. Perjalanan 6 jam dari Busan ke Seoul dengan mobil, membuat pinggangku sakit.
GReeeeP
Sesuatu yang dingin dan basah mencengram kakiku, spontan aku berteriak horror dan langsung menarik kakiku ke atas ranjang.
"Ahahaha...", tawa seseorang dari kolong ranjang. Aku mengenali suara tawa itu.
"Hyung, teriakanmu seperti peremuan saja.. Ahahaha...", sosok itu keluar dari kolong ranjang.
Sosok itu adalah Jungkook, adikku satu-satunya.
Aku menarik yukatanya hingga tubuhnya ikut terangkat, membantingnya ke ranjang.
"Puas?",
"Hn!", angguknya menahan tawa.
Aku hanya bisa mencibir dan menekuk masam wajahku saat melihatnya terus menertawakanku. Kalau saja wajahnya jelek saat tertawa, mungkin aku sudah menjitaknya.
"Ayo senyum, Hyung!", tangan dingin Jungkook menarik kuat pipiku, "Nanti keriputmu bertambah kalau tidak banyak senyum",
Kugenggam kedua tangannya yang dingin dan basah.
"Mengapa tanganmu sedingin ini?", aku menggosok-gosokkan tangannya agar hangat.
"Aku terlalu lama merendam tanganku di air es", jawabnya dengan santai, dia tidak tahu bahwa aku mencemaskannya.
"Mengapa kau melakukan itu?",
"Agar kau terkejut dan aku berhasil mengejutkanmu!",
"Untuk apa kau mengejutkanku? Seperti tidak ada kerjaan saja!",
"Agar kau tidak terkejut lagi saat aku memberimu kabar gembira",
"Kabar gembira? Kulit manggis ada ekstraknya?", candaku.
"Ha! Tidak lucu!", Jungkook memasang wajah garing.
Garing ya?
"Ne, mengapa aku harus terkejut? Seharusnya aku ikut gembira juga kan?",
"Kabar gembira bagiku, belum tentu kabar gembira bagimu juga",
Benar. Aku dan dia jarang berpendapat sama. Perbedaan pendapat sering membuat kami bertengkar.
"Kabar apa itu?",
"Aku punya seme!",
"Seme?",
Aku mulai membayangkan hal aneh ketika mendengar kata itu. Aku tahu apa itu 'seme'?
"Hn. Alien telah mengakui bahwa aku ukenya. Sekarang, kami resmi berpacaran! Iyeey!",
Bagai tersayat katana, aku mendengar kabar 'gembira' itu. Adikku gay? Dan yang terparah, dia uke?
"Apa maksudmu?",
"Sudah kuduga kau akan terkejut, Hyung",
"Ya, aku terkejut untuk yang kedua kalinya",
Jungkook menarik tangannya dari genggamanku.
"Singkatnya, aku berpacaran dengan laki-laki. Aku uke lho", dia tersenyum.
"Jangan bercanda!",
Senyum di wajahnya luntur seketika.
"Apa aku terlihat seperti bercanda?", dia menatapku tajam.
"Apa yang kau rencanakan?",
"Aku serius!", tegasnya.
"Apa ini rencanamu untuk menolak perjodohanmu dengan Jenny?",
Jungkook menjambak rambutnya dengan kesal. Jika dia marah atau kesal, dia selalu menjambak rambutnya atau memukul kepalanya. Aku tidak suka dengan perangainya ini.
"Orang yang kucintai bukan Jenny! Tolong, jangan terus-terusan mengatur hidupku!",
"Kau melangkah di jalan yang salah",
"Kalian tidak tahu perasaanku!",
Jungkook melompat turun dari ranjang, dan berlari meninggalkan kamar sambil membanting pintu kamar dengan kuat.
Dia marah lagi, padahal sudah lama kami tidak berbicara seakrab ini. Kesibukanku di Busan, menyita waktuku untuk dekat dengan Jungkook.
Sejak orang tua kami meninggal, Jungkook yang masih berumur 7 tahun, dididik keras oleh kakek. Jungkook merasa terkekang dan mencoba memberontak, tetapi kakek malah memarahi dan menghukumnya. Jungkook terpaksa mengikuti semua aturan dan perintah kakek. Lama kelamaan, Jungkook mulai terbiasa hidup keras.
Sedangkan aku, yang saat itu telah berumur 12 tahun, bisa mengurus diriku sendiri. Kakek yakin bahwa aku adalah anak yang mandiri. Kakek telah mempercayakan perusahaan keluarga yang ada di Busan padaku.
Kakek memang memperlakukan kami berbeda, kakek lebih menyayangi Jungkook ketimbang aku. Aku tidak iri, karena aku dan kakek sependapat. Bagi kami dan semua pengikut klan Jeon, Jungkook adalah pusaka berharga keluarga Jeon.
Tidak ada yang boleh menyakitinya.
Jungkook tidak pulang ke rumah lagi. Dari informasi yang kudapat, dia menginap di rumah pacarnya. Aku tidak menyangka orang yang dipacari Jungkook adalah Kim Taehyung, ketua Bangtan yang pernah kukalahkan dulu.
Ck! Kuharap mereka tidak memanfaatkan adikku lagi!
Jungkook pulang ke rumah hanya untuk mengambil pakaiannya. Dia berniat untuk menetap di rumah Taehyung.
"Sebutkan 2 yang terpenting dalam hidupmu", tanyaku pada Jungkook yang sibuk berkemas.
Jungkook menghentikan gerakan, dia mengernyit mendengar pertanyaanku.
"Jawab saja, Jungkook",
"Hanya 1, yaitu Alien", jawabnya.
"Harus 2",
"Kau dan Alien", jawabnya malas, kembali membereskan pakaiannya.
Aku senang bahwa aku termasuk 2 yang terpenting baginya.
"Jika aku strawberry, dan Alien jeruk, mana yang akan kau pilih?",
"jeruk",
"Jeruk? Bukankah kau tidak suka Jeruk?",
"Hn. Karena jeruk itu Alien",
"Kau tidak suka strawberry?",
"Suka",
"Mengapa tidak memilih strawberry?",
"jeruk lebih penting dari apapun",
"O, begitu", aku sengaja memasang wajah sedih di hadapannya.
Jungkook menepuk punggungku dengan kuat.
"Tapi aku tahu, strawberry selalu ada untukku",
Aku memang selalu ada untuknya, tetapi dia jarang menganggapku ada. Dia selalu mengatasi masalahnya sendiri. Padahal aku ingin membantunya. Apa aku tidak bisa diandalkan?
Gank Bangtan sedang nongkrong di teras cafe. Melihat aku berjalan menghampiri, mereka dengan sigap berdiri menyambutku. Meskipun sudah lama tidak bertemu, aku masih bisa mengenali mereka. Ada Kim Namjoon, Jung Hoseok dan... Kim seokJin? Bukan, tubuh bantet itu tidak mungkin milik Kim seokjin. Dia pasti anggota baru.
"Ada udang di balik bakwan. Sedang mencari apa kawan?", tanya hoseok.
Mereka belum berubah, tetap konyol seperti biasa.
"Daripada hanya nongkrong, kutraktir kalian",
"Heh?!", mereka malah terkejut dengan kebaikanku.
Di Cafe.
"Mana yang lebih penting, sahabat atau pacar?", tanyaku.
"Tentu saja sahabat!", jawab Namjoon dan Hoseok kompak, sedangkan pemuda bantet berambut hitam itu belum menjawab.
"Kalau begitu, jangan biarkan sahabatmu membelok terlalu jauh",
"Ini ada hubungannya dengan Taehyung?", tanya Namjoon yang mengerti dengan orang yang kumaksud.
"Hn", anggukku.
"Kau tidak berpikir bahwa Taehyung berpacaran dengan adikmu hanya untuk balas dendam kan?", tebak Hoseok.
"Itu yang ada di pikiranku saat ini",
"Asal kau tahu, Taehyung tulus mencintai Kookie. Meskipun cintanya tidak sebesar cintaku pada Kookie-chan", jelas pemuda bantet itu.
Ow! Si bantet ini menyukai Jungkook? Ternyata, adikku benar-benar mempesona di mata siapapun, termasuk laki-laki. Apa aku harus bangga?
"Sebaiknya kau restui saja hubungan mereka", saran Hoseok.
"Tidak semudah itu", tolakku.
"Apa kalian tahu? Taehyung adalah anak tunggal di keluarganya. Keluarganya pasti mengharapkan keturunan. Jika bersama Jungkook, bagaimana bisa menghasilkan keturunan?",
"Bayi tabung", jawab Namjoon cepat, disertai dengan anggukan dari kedua temannya.
Ck! Mereka benar-benar kompak dan bodoh.
"Jungkook adalah adik kesayanganku satu-satunya. Aku ingin dia mendapatkan pendamping terbaik yang tidak akan mengkhianati ataupun menyakitinya. Jika pilihannya hanya ada Kim Taehyung, maka aku masih belum merestuinya",
"Rela tidak rela, kau harus merestuinya. Demi kebahagiaan adikmu", saran Namjoon.
"Aku masih belum yakin bahwa dia adalah orang yang tepat untuk adikku. Untuk itu, kalian HARUS membantuku. Buktikan bahwa Taehyung pantas untuk adikku",
"Caranya?", tanya Hoseok.
"Hasut dia untuk memutuskan adikku",
"Tidak mau!", tegas mereka.
"Aku hanya ingin tahu, apa pilihannya? Sahabat atau Jungkook? Dari pilihan inilah, aku bisa tahu apakah dia pantas untuk adikku?",
Mereka bertiga terdiam.
"Jika dia mencintai adikku, dia pasti akan memilih untuk tetap bersama adikku dan mengabaikan hasutan kalian. Tapi, jika dia mengikuti hasutan kalian dan melepaskan adikku, maka dia sama sekali tidak pantas untuk adikku",
BRaaaaK
Hoseok baru saja menggebrak meja, membuat semua mata tertuju padanya.
"Asal kau tahu, adikmu itu telah membuatnya membelok!", tegas Hoseok.
"Aku tidak peduli", ucapku cuek.
Ya, itu bukan urusanku.
"Jika kalian mendukung mereka, maka bantu aku, agar aku bisa merestui mereka. Sederhana, bukan?", jelasku sambil tersenyum ramah pada mereka.
"Intinya. Apapun yang terjadi pada kami, Taehyung harus tetap memilih Jungkook dari pada kami, begitu?", tanya Namjoom.
"Hn. Aku tidak suka adikku dinomor-duakan olehnya",
Hoseok dan Namjoon mulai berdiskusi.
"Ah! Satu hal lagi. Adikku belum genap berusia 15 tahun. Dia masih labil. Apa kalian yakin, adikku benar-benar mencintainya?",
"Aku akan membantumu!", tegas si bantet tanpa berdiskusi dengan mereka. Kedua temannya meliriknya dengan tatapan 'sumpe lu?'
"Aku tahu, Taehyung pasti akan memilih sahabatnya daripada Jungkook", jelas si bantet.
Sudah kuduga.
"Aku membantumu bukan untuk merusak hubungan mereka. Aku ingin tahu, apa yang akan dilakukan Kookie jika Taehyung mencampakkannya?",
Mencampakkan adikku? Ck! Kalimatnya sangat tidak enak didengar.
"Dari situ, kita bisa mengukur seberapa besar cinta Kookie pada Taehyung",
Apa yang dikatakan si bantet ini ada benarnya juga. Aku yakin, Jungkook tidak serius dengan si pirang itu. Jungkook berpacaran dengan dia hanya untuk membuat kakek marah dan malu saja.
"Hn. Jimin benar. Rasanya tidak adil kan jika hanya mengetes Taehyung saja? Bisa saja adikmu yang tidak serius mencintai Taehyung", sambung Hoseok menyetujui pendapat dari si bantet yang bernama Jimin.
Akhirnya kesepakatan terjadi. Mereka mau bekerja sama denganku.
Beberapa hari kemudian.
Secara kebetulan, aku bertemu dengan Jimin di jalan. Dia sedang bersama seorang anak laki-laki, kira-kira berumur 6 tahun.
"Adikmu?", tanyaku.
"Hn. Baby, ayo beri salam pada paman Yoongi", perintah Jimin.
"Hai, paman Yoongi!", sapa anak itu. Anak itu sangat manis, mengingatkanku pada Jungkook kecil.
Ngomong-ngomong, aku masih terlalu muda untuk dipanggil paman.
Kami berbincang-bincang sebentar, sambil menunggu adiknya selesai les piano.
Jimin bilang, bahwa mereka sudah merancang sebuah rencana, dan mereka butuh bantuanku. Dalam rencana, aku disuruh untuk mengancam Taehyung yang melibatkan keselamatan mereka. Lalu mereka sengaja mengacak-acak markas mereka ataupun berpura-pura terluka, seolah-olah Jeonlah pelakunya.
Aku kurang suka dengan rencana ini, mereka mengkambing-hitamkan Jeon. Tapi mau bagaimana lagi, cara ini lumayan cepat untuk memutuskan hubungan Taehyung dan Jungkook.
"Mana yang akan kau pilih, antara sahabat atau pacar?", tanyaku mengingat saat itu Jimin belum menjawabnya.
"Pacar. Apa lagi kalau pacarku itu Jungkook", ucap Jimin.
"Alasannya?",
"Jika Jungkook adalah pacarku, aku tidak perlu siapa-siapa lagi. Lagi pula, sahabat tidak akan meninggalkanku meskipun aku mengkhianati mereka",
Jawaban yang sama dengan Jungkook. Jika adikku benar-benar gay, aku rasa Jimin lebih pantas untuk adikku ketimbang si kuning itu.
"Siapa namamu?", aku berpura-pura lupa. Aku ingin memastikan nama keluarganya.
"Park Jimin. Kau boleh memanggilku Jimin",
Park? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu.

TBC

JEON JUNGKOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang