Chapter 3 : Dilema

73 30 31
                                    

Mata Alice memandang langit-langit kamarnya.
30menit lagi dia masuk sekolah, namun badannya enggan untuk berpisah dengan ranjang.
Ia terlalu malas untuk bangun, terlalu malas untuk mandi, dan terlalu malas untuk sekolah.
Apalagi jika membayangkan ia harus bertemu Meidy dan Anta.

"Dekk.. bangun"
Alice melirik ke arah pintu kamarnya yang terbuka

"Alice sakit mahh.. gausah masuk aja yaa.."
Ibu Alice memegang dahi putrinya namun tidak panas sama sekali.

"Sakit hati dia ma.. Temennya pacaran sama gebetannya. HAHAHAHA..."

Alan berbicara saat melewati kamar Alice. Namun suara itu masih bisa didengar semua orang di rumah itu sepertinya. Alice menatap ibunya kikuk, dan sang ibu hanya tertawa saja.

"Astaga.. anakku sudah kenal cinta ya? Sakit hati itu wajar dek... Ditikung temen itu juga wajar. Kalo kamu keliatan sedih di depan dia berarti kamu kalah sama dia. Masa kamu mau dikalahin sama orang seperti itu? Ayo sekolah.. buktiin kalo kamu itu gak masalah kalo dia rebut gebetanmu."

"Masalah lah maa kalo dia rebut gebetan adekk... Dia udah adek anggap seperti sahabat sendirii"

"Adek yakin mereka pacaran? Apa adek sudah dengar langsung kalau mereka pacaran?"

Alice terdiam. Memang ia belum mendengar langsung mereka sudah pacaran atau belum. Tetapi mereka tampak mesra saat nonton kemarin dan itu membuat Alice sangat yakin.

"Kan.. pasti belum. Beri kesempatan untuk temanmu itu menjelaskan. Siapa tau itu salah paham. dan selama janur kuning belum melengkung. Sah-sah aja kalau kamu mau rebut kembali dia. Sekarang mandi ya.. Sekolah. 25menit lagi masuk loh..."
Alice mengangguk dan berjalan gontai ke kamar mandi
.
.
.
.
.
.
Setelah menyiapkan semua keperluannya ke sekeolah Alice bergegas menuju ke halaman yang berjarak tidak jauh dari kamar tidurnya.
Ia berniat memberitahu ibunya bahwa ia sudah siap untuk berangkat ke sekolah karena ayah Alice tuan Kim sibuk bekerja di luar kota sehingga ia setiap hari harus berangkat subuh.

"Maa aku sudah siap nih sekolah, beri anak bungsu kesayanganmu ini keberkatan agar berhasil merebut pujaan hatinya"

"Dibekati putri ku tersayang. Kau pasti bisa!"

"Ok tapi.. siapa yang antar aku ke sekolah?"

"Jangan khawatir! ALANN! ALAANN~"

"Maa jangaannn!"

"Kenapa? Dia kan kakakmu"

Alan yang merasa dipanggil oleh ibunya pun datang dengan wajah sok keren.

"Apa eomma?"

"Antar adikmu ini untuk berperang nak.."

"MOH! Berangkat aja sendiri!"

Tanpa ba bi bu Alan langsung berlari ke garasi dan meninggalkan Alice yang tak bisa berbuat apa-apa.

"Tuhkan ma..."

"Yaudah nak eomma mau ganti pakaian dulu"

"Okeee!"
.
.
.
.
.
.

Sesampainya disekolah ia sekali lagi melihat pemandangan yang kurang menyenangkan tuk dilihat.
Ia melihat Meidy dan Anta yang berboncengan dengan santainya melewati Alice.
Alice sudah memituskan untuk memberi Meidy pelajaran.
Ia berencana untuk melabrak Meidy.

Rencana Alice untuk melabrak sahabat barunya tersebut tertunda berkat siraman rohani dari sahabat sebangkunya Fanny.
Ia menasehati Alice untuk lebih bersabar dan tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan berdasarkan sepkulasinya.
.
.

"Anak anak perkenalkan nama saya Errick Sugiutomo. Saya guru fiska yang akan mengajarkan kalian selama setahun kedepan, perlu diketahui kalau saya memiliki prinsip bahwa bawasannya blablablablabla" terang guru tersebut panjang lebar.

ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang