Improvement ~ One

150 35 10
                                    

Hari pertama sekolah sebagai murid kelas XI emang berat, sih. Berat bangun pagi, berat mau mandi, dan berat mau pergi sekolah. Semuanya serba berat. Kalau gak mikirin Mama yang udah teriak-teriak di bawah sana, sudah pasti Aya masih tidur dengan mimpi indah yang sayangnya cuma mimpi.

"Ayaaaaaa, kamu mau terlambat, hah?" Tuh, kan! Baru aja dibahas. Dengan malas Aya bangun dari tempat tidur, mengambil handuk dan masuk ke Kamar mandi.

Pukul 07.00

Aya mengangkat bahunya tidak perduli. Masih ada waktu 15 menit untuk mandi, pakai baju, kemudian turun ke bawah untuk sarapan.

Dengan tergesa-gesa, Aya turun untuk sarapan. Mama yang melihat anak gadisnya seperti itu hanya bisa mendengus kesal. Oh, jangan salahkan Mamanya karena sengaja membangunkan Aya lebih lama. Salahkan saja anak gadisnya itu karena tidak pernah merubah tabiat buruknya.

"Pagiii Mama Aya yang cantik," cengirnya polos. Mengambil sebuah roti kemudian melahapnya sambil memakai sepatu.

"Anak gadis kok begini banget, sih. Sudah sana kamu cepat pergi. Ini hari pertama kamu sekolah loh, Ay. Bisa-bisanya ya kamu santai begini!"

Aya menggelengkan kepalanya dramatis.

"Mama ngusir Aya yang cantik ini?" cibirnya pelan.

"Udah, gak usah sok drama. Nih, bekal kamu. Awas gak kamu makan!" Ancam mamanya. Aya terkekeh pelan. Terkadang dia bingung melihat Mamanya. Anak udah sebesar ini masih dikasih bekal.

Aya pamit pergi dengan menyalim tangan Mamanya kemudian mencium kedua pipi wanita paruh baya itu. Kegiatan yang selalu Aya lakukan dan tidak pernah dia lupakan selama 16 tahun terakhir.

****

Dengan bermodalkan kaki yang panjang, Aya berlari menuju gerbang sekolah. Untung saja jarak antara rumah dan sekolahnya tidak jauh. Jalan kaki selama 10 menit saja sudah sampai. Karena itu, dia selalu berjalan kaki kalau ke sekolah. Selain jaraknya dekat, Mamanya tidak pernah mau membelikan Aya sepeda motor. Oh, Mamanya memang sedikit pelit, sih.

"Hai, Kakak Senior yang katanya cantik banget ini, kenapa mukanya lesu banget, sih?" Aya memutar bola matanya malas. Bisa gak sih sehari aja dia gak ketemu sama makhluk ini? Padahal, harapan Aya di hari pertamanya sekolah sebagai Senior adalah dengan gak ketemu sama makhluk yang berjenis kelamin perempuan yang baru saja menyapanya.

"Urusan lo banget ya kalau gue lesu begini? Kenapa? Takut kadar kecantikan gue hilang?" perempuan yang di sebelahnya tertawa mengejek. Dengan menahan kesal Aya berjalan tanpa memedulikan gadis di sebelahnya.

"Jutek banget sih, Ay. Udah kelas XI, loh. Kayaknya mulai dari sekarang lo bukan saingan gue lagi deh," ujar gadis itu santai.

"Maksud lo apa, sih?"

Gadis itu mengangguk serius. "Iya, mulai dari sekarang lo bukan saingan gue lagi. Karena tahun ini kita gak sekelas, dan gue rasa kadar kecantikan lo udah hilang. Jadi gue rasa lo bukan lawan gue dalam masalah kecantikan. Terlebih lagi kita udah gak sekelas."

Aya menganga di tempatnya. Gila!

"Sinting!"

Tanpa basa-basi Aya melangkah cepat meninggalkan gadis yang berteriak kesal padanya. Lebih baik mencari kelas barunya, daripada berhadapan sama kucing betina satu itu.

Sebenarnya dia agak deg-degan sih. Gimana pun, dia bakalan dapat teman baru. Ya, harapannya dia tetap satu kelas sama Jenita, sahabat karibnya. Rasanya Aya malas sekali kalau harus berbaur dan membiarkan orang lain masuk ke kehidupannya. Rasanya berat sekali.

ImprovementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang