Bab 5 : Kisah Sang Putri

202 22 4
                                    

...

Malam itu, terjadi badai salju disekitar kawasan Kastil milik Canute. Padahal sebelumnya, langit tampak cerah dan baik-baik saja, tapi entah dari mana badai itu datang dan mengamuk di luar sana. Cleo yang semula ingin bermain di teras kamar, kini mengurungkan niatnya dan memilih untuk berbaring di atas tempat tidurnya dengan sesekali berguling dari satu sisi ke sisi yang lainnya.

Gadis itu bosan. Tapi ia tidak bisa melakukan apapun disana. Bahkan ia juga tidak mempunyai teman untuk bercerita. Canute? Pemuda itu tidak pernah kembali untuk menemuinya, bahkan untuk mengantar makan malamnya ia menyuruh seorang pelayan untuk melakukannya.

Entahlah, Cleo juga tidak mengerti kenapa tiba-tiba pemuda itu mengurung diri di kamarnya sampai seperti ini. Mungkin, hal ini masih berkaitan dengan pertemuannya dengan sang Kakak.

Cleo menebak, Canute dan Bard sama sekali tidak bisa akur dan memiliki masalah rumit dimasa lalu. Hingga pertemuan itu berakhir dengan tidak menyenangkan.

Selain pemuda itu, ia juga tidak melihat sosok Celine lagi. Entah kemana gadis itu pergi, tapi setelah menyampaikan peringatan pada Cleo, ia tidak pernah menampakan dirinya lagi. Saat itu, Cleo mengira bahwa Celine adalah sosok roh yang bergentayangan, karena ia dapat datang dan pergi sesuka hatinya.

Tentu saja, Cleo berusaha untuk menepis pemikiran aneh semacam itu dari pikarannya. Sekali lagi ia fokus pada apa yang diperingatkan Celine padanya. Juga sedikit informasi yang diberikan gadis kecil itu.

"Perpustakaan, aku harus pergi ke sana."

Gadis itu bergegas bangkit dan mengenakan mantel bulu yang tergantung di tiang tempat tidurnya. Setelah itu, ia mengintip dari balik pintu kamarnya, memastikan bahwa lorong tersebut sudah sepi. Cleo pun cepat-cepat keluar dari kamarnya dan berjalan menuju perpustakaan.

Ia berjalan sambil menggumamkan arah yang harus dilaluinya, sesuai dengan petunjuk yang diberikan Celine.

Sepanjang perjalanan, Cleo beberapa kali menoleh ke sekitarnya, ia sedikit takut saat menjelajahi kastil itu sendirian di malam hari, apalagi tanpa ditemani oleh seseorang. Di tambah keadaan lorong yang remang-remang karena hanya dicahayai oleh sebuah lentera yang di pegang olehnya.

Sebenarnya, hampir disepanjang dinding terdapat sebuah obor yang dinyalakan khusus untuk malam hari. Tapi, saat Cleo memasuki sebuah pintu besar yang terletak di bagian bawah tangga utama. Tidak ada satu pun obor yang menyala di dinding. Jelas sekali kalau tempat itu sudah jarang dilalui atau bahkan digunakan. Dan Cleo juga berpikir bahwa dirinya sudah masuk ke tempat terlarang.

'Semoga Canute tidak marah karena aku menjelajahi Kastilnya layaknya seorang pencuri' batinnya gelisah.

Cleo terdiam, ia kini tiba di ujung lorong yang terbagi menjadi dua jalan. Kemudian tanpa ragu ia berjalan ke jalan yang ada disebelah kirinya. Berjalan lurus mengikuti jalur hingga dirinya tiba di depan anak tangga.

Kepalanya mendongkak, melihat banyaknya anak tangga yang harus di laluinya hingga sampai ke atas sana. Sudut bibirnya berkedut, gadis itu kesal dengan pemandangan yang tersaji di atas kepalanya. Berapa sipit pun ia memicingkan matanya, gadis itu sama sekali tidak bisa melihat ujung dari anak tangga tersebut.

Yah. Dia memang sudah diperingatkan tentang hal ini oleh Celine. Tapi gadis itu tetap saja masih penasaran dengan perpustakaan yang dimaksud Celine.

Bagaimana tidak membuat penasaran? Jika gadis itu bilang, dirinya bisa mengetahui apa yang telah terjadi di Kerajaan ini. Celine berkata padanya, bahwa di perpustakaan itu terdapat sebuah buku yang berisi kisah sejarah tentang Kerajaan ini, dimulai dari pertama kalinya Kerajaan ini dibangun sampai terakhir saat Kerajaan ini mendapat kutukan dari Sang Putri.

Once Upon a TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang