3. Blushing

41 5 1
                                    

I Love you more than my donuts (?)
Haha.
I mean, I love you more than my life

******

Alfina mengernyitkan dahi bingung. "Hah?" Tangan nya terulur mengeluarkan earphone dari telinga. "kakak ngomong apa tadi?"

Lontaran itu tidak sengaja ia keluarkan, alias keceplosan. Untunglah Alfina tidak mendengarnya. Devano menggeleng pelan. "nggak pa-pa."

Kedua alis Alfina bertautan menandakan ia bingung dengan cowok di sebelahnya itu. Ponsel tadi ia simpan di dalam saku, kemudian mendongak melihat langit yang indah dengan sinar rembulan di atasnya, juga bintang yg bersinar menghiasi langit malam. Ia jadi rindu akan sahabat yg telah lama tiada. "Gimana Lan keadaan lo? lo pasti bahagia banget ya disana. Gue rindu lo, Lan."

Devano terdiam. Gadis ini sedang merindukan seseorang, "Pasti dia bahagia kok, asal lo juga bahagia."

"Aduh. Gue lupa lo ada disini kak, hehe."

"Sok gengsi. Kalo sedih yaudah keluarin aja unek-unek lo, gue disini kok siap dengerin semua cerita lo."

Mata Alfina mengerjap, cowok ini kesambet apa? Sedangkan Devano sendiri diam, siap mendengar semua cerita gadis itu. Alfina menghela nafas pelan, berusaha menetralkan detak jantung nya dan berusaha menahan air yg sedari tadi ia bendung di mata nya. Ia bingung, haruskah ia ceritakan semua kepada Devano, leher Alfina menoleh 90° melihat Devano.

Apa gue harus ceritain?

Devano yg menyadari bahwa gadis itu sudah menoleh padanya hanya bisa diam, melihat semua luka yg lama ditahan oleh gadis itu, membuat hati Devano terluka. Devano berusaha untuk tidak memeluk gadis ini sekarang juga, disaat satu bulir air jatuh dari mata nya. Lewat air mata nya, Devano sudah tau, gadis itu sedang terluka sendirian dan tidak ingin membagi luka dengan nya.

Tangan Devano terulur mendekati wajah gadis itu, menyeka air mata yg makin lama kian banyak keluar. "Hush. Jangan nangis"

Air mata yg telah merembes itu terus keluar tanpa terhenti, yg membuat Alfina semakin lama terisak. Ia tidak bisa menceritakan semua kisah nya bersama Dilan, kepada orang-orang, ia masih belum sanggup menahan kenangan yg masih terekam jelas di memori otak nya.

Devano sendiri tidak memaksa Alfina untuk menceritakan, biarlah waktu terus berjalan, perlahan juga jika Alfina sudah menjadi milik nya akan menceritakan semua 'kan?

Gue jauh banget menghayal elah. Jadian aja belum Batin Devano.

Hingga disinilah awal dari kedua remaja ini memulai kisah mereka. Dimalam sunyi, ketika rembulan sedang bersinar dengan indah nya, serta hiasan langit yg begemerlap di langit. Mungkin kah awal malam indah ini, menjadi kisah indah juga pada ending nya, bagi mereka berdua?

❤ ❤ ❤

Hari ini sama seperti biasa nya, rumah nya akan sepi ditinggal orang tua yg menjalani bisnis keluar negri. Dava yg notabene nya sudah kuliah, masih molor di tempat tidurnya, setelah selesai menyelesaikan skripsi yg super ter-ter. Ter-susah, Ter-setres, Ter-kampret karna pada akhirnya pasti skripsi nya bakal diulang karna salah.

Yg membuat hari ini beda adalah, jika Alfina akan diantar-jemput oleh supir, sekarang sudah dijemput oleh Devano. Alfina sendiri bingung kenapa Devano tiba-tiba menjadi.. Perhatian padanya mungkin? Alfina tidak terlalu memikirkan itu, yg ia pikirkan sekarang adalah, bagaimana cara nya agar Devano menyetir mobil nya lebih cepat karena jam sudah menunjukkan pukul 08.00.

"Plis deh yaampun, lebih ngebut lagi, kak Fan. Udah telat noh!" Alfina menunjukkan arloji di lengan nya kepada Devano.

"Ini udah cepat, Fina. Biar pelan, asal selamat," Devano tidak memperhatikan arloji di lengan Alfina.

Alfina mendengus kesal, ketika melihat gerbang sekolahnya sudah tertutup rapat. Mereka berdua turun dari mobil segera mendekati gerbang besi yg menjulang tinggi, di dalam nya sudah ada pak sutno - satpam sekolah. "Pak! bukain pintu nya, dong!" Tangan Alfina menarik-narik gerbang itu, membuat keributan karna gebang yg berbunyi itu.

"Gabisa. Enak saja kalian, siapa suruh datang telat!"

Alfina memasang puppy eyes nya, membuat pak Sutno mendengus kesal, "Mau se-imut apapun kamu, saya gabakal bukain pintu nya."

Wajah Alfina datar kembali, ia menoleh kepada Devano yg dari tadi hanya bersender tenang pada mobil nya, memasukkan kedua tangan nya pada saku celana. Alfina berjalan menjauhi gerbang, serta mendekati mobil. "Gara-gara lo, nih! udah gue bilang bawa nya ngebut,"

"Na"

"Udah gue bilang jam delapan, masih aja bawa nya lambat banget"

"Naa,"

"For the first time gue kali ini telat datang sekolah. Omg, Alfina balvina seorang anak juara umum telat datang ke sekolah. Demi apa coba, ihhh kesel gue. Dan l--"

"Fina!"

"Apa!"

Devano menggaruk tengkuk nya yg tidak gatal, sedari tadi ia mencoba memanggil Alfina, tapi cewek itu tetap saja nyerocos. "Kita bisa lewat tembok belakang" Bisik cowok itu kepada Alfina.
Alfina terdiam. Benar juga ya? Dari pada gak masuk sekolah, mending ia manjat tembok belakang sekolah. Alfina merutuki dirinya yg membuang-buang waktu dengan marah-marah tidak jelas seperti tadi. "Yaudah ayo."

❤ ❤ ❤

Jika Alfina tau tembok nya setinggi ini, Alfina tidak akan mau meng-iya 'kan ajakan Devano untuk masuk melalui tembok belakang sekolah. Tas nya sudah ia lempar kedalam sekolah, tapi pemilik tas nya masih berada dibalik tembok.

Ia melirik Devano yg melihat nya dengan pandangan datar, "Gue gimana naik nya?" tanya nya bingung.

Devano mengernyit, "Naik dulu, baru manjat tembok nya"

Naik dulu? maksudnya ia harus naik ke punggung Devano dulu? Oh tuhan. Ia sedang memakai rok sekarang. "Ih enggak-enggak! Nanti kakak lihat lagi."

Kenyitan Devano semakin dalam. Ia semakin bingung pada Alfina. Nanti dulu, Nanti kakak lihat lagi maksudnya apa? "Lah? kalo lo gak naik gimana mau manjat?"

"Nanti badan lo sakit, gimana?" Tanya Alfina polos.

Sedangkan Devano yg sudah mengerti hanya bisa menahan tawa. Jadi, Alfina berfikir bahwa naik ke punggung Devano? Padahal disamping Alfina sudah ada tangga yg digunakan para tukang untuk memperbaiki bangunan gudang di sekolah. Mumpung sekarang tukang nya belum hadir, Devano bisa memanfaatkan tangga itu untuk naik ke atas.

"Lo kan bisa pakai tangga di sebelah lo, Na" Ujar Devano sambil menahan tawa. Alfina yg baru ngeh hanya bisa menahan malu. Kenapa ia tidak menyadari tangga itu sedari tadi? lihat, sekarang dia sudah malu duluan. Alfina yg masih malu perlahan mendekati tangga, dan mulai naik keatas nya. Setelah itu melompati tembok dan mendarat dengan sempurna. Ia segera mengambil tas nya, meninggalkan Devano yg sudah lompat juga serta terkekeh pelan.

"Tungguin gue, Na!" Teriak Devano sambil tersenyum. Alfina yg mukanya sudah memerah mempercepat langkah agar Devano tidak bisa mengejar nya dan melihat wajah Blushing nya.

Devano tersenyum, dan berjalan ke kelas.

-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-


Gimanaaaa? Adaa yg nunggu part ini gaa?

Gaada yaa

yaudin. Aku gapapa kok

Can i Try Again?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang