Aditya, sialan!

71 13 11
                                    

"Heh! Item sepet," ucap Aditya memasang senyum sok ganteng yang ia berikan pada Deandri.

Deandri mendelik tak suka. "Hm."

Aditya menunjuk Deandri dengan jarinya. "Lo, pindah ke belakang. Sekarang."

Emosi Deandri muncul seketika melihat Aditya yang semena-mena memerintahnya. "Emang dia kira siapa? Cuiih harus banget gua turutin dia. Najis." Batin Deandri tak terima. Deandri menatap dari atas sampai bawah ke arah Aditya dengan sorot mata yang cukup lumayan tajam.

"Gua bukan pisang." ketus Aditya.

"Dih, emang gua monyet apa?!"

"Bagus kalo lo sadar," Aditya langsung menaruh tasnya di atas meja Dean, otomatis ponsel yang sedari tadi Dean pengang pun tertindih oleh tas besar Aditya. "Bisa lo singkirin tas nya?"

"Tapi lo harus pindah," kata Aditya santai.

Kelas cukup sepi, karena masih pukul 06.30 mungkin teman-temannya masih bergelung di bawah selimut. Mengumpulkan air liur yang tak tau baunya seperti apa. Yang pasti sangat menjijikan.

"O to the gah. OGAH!"

"Kok lu rese sih?"

"Suka-suka gua lah. Lagian napa sih lu? Ngebet banget?" Tanya Deandri dengan wajah malasnya.

Aditya menghembuskan nafas kasar, bisa gila dia kalau menanggapi omongan Deandri. Dengan berat hati juga kaki, ia mengambil tasnya lalu ia pindahkan di meja belakang Deandri. Deandri yang melihatnya hanya mampu tersenyum puas, dan itu masih bisa dilihat oleh Aditya.

"Mampus,"

"Sialan." umpat keduanya secara bersamaan.

🍫🍫🍫

"DEAAAAAN!" suara Silvia menggema di seluruh koridor IPS, seharusnya ia tak usah berteriak di sepanjang koridor. Cukup datang ke kelas dan berbicara baik-baik pada Dean, pasti Dean mengerti.

Ceklek

Dean menyembulkan kepalanya di antara pintu kelas. "Apaan?!" ketus Dean.

"Lo dipanggil sama Papih Tarna," ucap Silvia.

"Ngapain?" tanya Dean.

"Lo udah bolos pelajarannya tiga kali bego," ucap Silvia menjitak kepala Deandri.

"Tuh aki-aki* harusnya pensiun." gerutu Dean sambil mengeluarkan celana olahraganya.

Silvia meraih pergelangan tangan Dean, "Ayo cepet."

Mereka berdua berjalan tergesa-gesa menuju lapangan indoor yang terletak di dekat perpustakaan, sebenarnya hanya Silvia saja yang tergesa-gesa Dean hanya berjalan tertatih karena lengannya ditarik oleh Silvia. Menyebalkan.

"Dasar temen gak peka. Liat aja kalo sampe olahraga pull-up gua potong rambut lu!" gerutu Dean dalam hati. Ia hanya mencebikkan bibir berkali-kali agar sahabatnya peka, namun tak ada yang berubah. Silvia masih sama, selalu tidak peka Ck.

Barisan siswi sudah mengantri di depan tiang yang biasa digunakan untuk olahraga pull-up, tatapan Dean seakan ingin membunuh Silvia saat itu juga.

"Kan bener dugaan gua!" gertak Dean yang langsung duduk di kursi milik guru tua yang sudah berkumis abu-abu-Pak Tarna.

"Hehehehe," tawa Silvia masih saja menggema seakan tidak puas akan penderitaan Deandri.

"Ketawa aja terus sampe gigi lu ilang," ucap Dean.

Silvia sebenarnya sudah pergi sejak Abimanyu atau biasa dipanggil Bima oleh Dean, Bima hanya tersenyum manis menampilkan lesung pipi yang tidak terlalu terlihat. "Gua cuma senyum,"

Dean menoleh, mengakibatkan rambut sebahunya menari seirama dengan gerakkannya. "Bima?!"

"Iya. Ini gua Bima. De," ucap Bima, Dean langsung berdiri menghampiri Bima yang berdiri di sampingnya.

"Lebay deh. Padahal baru beberapa jam gak ketemu," kata Bima yang memberikan air mineral untuk Dean. Dean tersenyum tipis namun sampai ke mata.

"Uhuuuk." suara batuk mengakibatkan Dean dan Bima tersenyum kikuk, karena diperhatikan oleh seisi lapangan indoor.

"Setan sialan." maki Dean menatap tajam Aditya. Yang ditatap hanya tersenyum menantang.

"Udah biarin aja, lagian lu juga suka jail sama si Adit, 'kan?"

"..."

Pak Tarna menepuk pundak Dean sedikit kencang, "Aww, sakit tau Pak."

"Kamu. Lari dua puluh lima putaran. Sekarang!" teriak Pak Tarna sembari membunyikan pluit kesayangannya.

♡♡♡

Segini dulu yaaa😄

Maafkan hamba, jika tidak memuaskan 😚😚

Salam manis dari si Item 😚

Kau dengan Dia, Aku dengannyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang