"Anna, gua suka sama lu,"
"Mau jadi pacar gua?"
"Gua gak mau kita kaya gini terus, kesannya kaya hts* Na," ucap Aditya serius, tapi tak lama ekspresinya berubah.
"Bukan, jangan gini. Kesannya alay banget gua." Aditya masih asik berbicara pada dirinya sendiri di cermin kamar mandi. Jangan salah sangka, ini cermin kamar mandi sekolah bukan kamar mandi rumah. Jadi Aditya sedikit waspada, kalau-kalau ada yang datang dan melihatnya berbicara sendiri. Bisa hancur pamornya.
"Anna, mau kah engkau menjadi kekasih ku?" ucap Aditya. Ia terkekeh melihat kelakuannya seperti orang gila.
Ia menggaruk dagunya, menolehkan kepalanya ke samping. Memperhatikan wajah tampannya, "Gua ganteng, pinter, jadi gak mungkin Anna nolak gua. Lo harus optimis Dit, semangat!" Aditya menyunggingkan senyum, melangkah keluar kamar mandi.
Aditya mengeluarkan ponselnya, menghubungi nomer seseorang untuk yang akan ia temui.
"Halo?" Suara di seberang sana, terdengar lembut dan mengalun indah di telinga Aditya.
"Halo Na, pulang sekolah tunggu di parkiran ya."
"Ada apa? Aku gak bisa lama-lama, mau ada urusan,"
"Iya gak papa, cuma pengen ngomong aja."
"Oke, bye."
Tatapannya masih mengarah pada ponsel yang berada di genggamannya, nama itu nama yang sudah mengisi hatinya selama ini. Aditya merasa ada rasa sakit yang tak bisa dijelaskan, namun ia berusaha mengenyahkan pikiran itu.
...
Ravian Nugroho sahabat Abimanyu Ngangendra ini selalu bergulat dengan laptop miliknya, dunianya selalu berputar pada laptop dan gadget. Tak peduli dengan dunia luar, bahkan Ravian tak peduli tentang perasaan satu orang gadis yang setia menunggunya. Headphone yang masih terpasang di kepalanya, ia tak menyadari kalau sedari tadi ada yang memanggil namanya.
"Rav, Ravian." Gadis itu memanggil dengan lembut, "Raviaaan!" Kesabarannya sudah habis, ia harus mengahampiri Ravian ke meja bagian belakang. Sabar.
Brak.
Ravian sedikit terlonjak kaget, ia melepaskan headphone. Mendongakkan kepalanya ke arah wajah yang sudah mengganggu aktivitasnya. Wajahnya menyunggingkan senyum tipis, "Ada apa Na?"
"Pulang sekolah mau anter Anna ke toko buku?" tanya Anna.
"Hmm, gimana ya? Vian juga ada keperluan sih," wajah Anna terlihat kecewa mendengar jawaban Ravian.
"Oh, yaudah."
"Anna jangan cemberut dong, Vian gak bisa nemenin tapi cuma bisa anter." sebuah senyuman manis terbit di wajah Anna.
"Oke, nanti tunggu di pos satpam aja ya,"
"Sip, Anna balik ke tempat Anna dulu ya," ucap Anna malu-malu.
Entah sudah menjadi kebiasaan atau apa, Deandri dan Bian selalu menyukai perpustakaan untuk menjadi tempat berbincang-bincang manja. Penjaga perpus sedang ke kantin, otomatis tak ada siapa-siapa lagi di dalam kecuali mereka berdua.
"Bim," panggil Dean menyikut lengan Bima.
"Hm." gumam Bima.
"Bim,"
"Apa Dean?"
"Bim,"
"Apa sayang?"
"Bim Bim salabim. Berubah jadi jelek." Dean mengarahkan jari telunjuknya dengan gerakkan memutar, seperti yang dilakukan para pesulap.
"Aelah, garing lu. Hahahaha," ujar Bima terkekeh pelan.
"Garing-garing gini, udah bikin lu ketawa." cetus Dean menggerlingkan matanya.
Tangan mereka masih menyatu dalam diam, di antara ratusan buku dalam puluhan rak yang berada di sekitarnya. Keduanya menghela nafas berulang kali, ingin berbicara namun enggan. Hanya ingin menunjukkan lewat bahasa tubuh, tersenyum lalu memalingkan wajah kembali.
"Loh? Kalian masih di sini? Mojok ya?" tanya Bu Nina secara bertubi-tubi. Dengan pandangan menyelidik, ia memerhatikan kedua anak manusia itu.
"Ah Ibu. Kita cuma duduk doang, lagian kalo mojok mending di UKS," ujar Bima sepontan.
Dean hanya menahan nafasnya, lalu berkata pada Bima tepat di telinga cowok itu, "Bego."
....
Di sepanjang jalan Deandri tak berhenti mengoceh tentang kekonyolan Bima, wajahnya terlihat sangat kesal saat mengomeli Bima. Tapi Bima hanya menggaruk tengkuknya berulang kali, ia sudah memberikan senyum mautnya. Tetapi Deandri seolah tau itu hanya bujuk rayu Bima, agar tak kena omelan darinya.
"Bima, please. Gua gak suka lu ngomong gitu ke guru,"
"Kesannya kita jelek banget."
Bima menghembuskan nafas pasrah,"Dede, itu cuma bercanda. Bu Nina juga tau," jelas Bima.
"Tapi kan, kalo ada yang denger. Disangkanya beneran Bim," gusar Deandri.
"Lagian kita kalo mojok juga gak ngapa-ngapain, cuma ngobrol gak jelas doang De," ujar Bima.
Deandri merogoh saku rok abu-abunya, tangannya mencari ikat rambut berwarna hitam. Ikat rambut pemberian Bima, ia hanya tersenyum saat membayangkan Bima memberikannya dulu.
Ada yang menyentuh kening Deandri, memeriksa apakah Deandri sakit atau sehat. Pasalnya gadis ini senyum-senyum sendiri.
"Gak panas, tapi kok kaya sakit ya?" tanya Bima pada dirinya sendiri.
"Dede sehat tau Bim," ucap Deandri menyadari tingkah Bima.
"Bim sakit, sakit kalo liat Dede sakit juga." kata Bima tulus tapi dengan nada sedikit lebay.
"Hhahahaha, belajar gombal dari mana sih?" Dean gemas mencubis hidung mancung Bima sedikit kencang.
"Dari Adit."
...
*hubungan tanpa status
Ini bener-bener telat banget up nyaaaaa 😂😂
Yaaaa gpp ya, aku kemarin sibuk bgtttt, kayanya gak ada yang nungguin cerita ini juga wkwkwk
Tunggu bab selanjutnya bebs😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Kau dengan Dia, Aku dengannya
TienerfictieDeandri atau biasa dipanggil Dean sama sahabat-sahabatnya, mempunyai sifat ceria, petakilan, tapi sedikit judes dan ketus-untuk orang yang gak dia suka. Deandri ini anak kedua dari dua bersaudara, tapi sayangnya kakaknya harus berpulang terlebih dah...