Mereka adalah dua sisi koin yang saling bertolak belakang. Hidup pada dua bagian dunia yang bertemu di dalam satu keping yang utuh. Tembaga atau besi, itu adalah medianya, tetapi kendati demikian, dua sisi adalah hal yang jauh berbeda. Jungkook pada puncak langit sedang Seolbi pada kepulan abu di bawah tanah. Tidak, ini bukan tentang Seolbi yang baru saja menimbun seluruh tubuh dengan pasir, bukan juga soal Jungkook yang memiliki sayap emas untuk terbang. Ini hanya kedua sisi dari sebuah koin kehidupan.Ini seperti lembaran awal sebuah buku yang dikikis habis oleh permukaan jemari, tertekuk pada semua sisi, menjadikan sampul depan sebagai awal menyenangkan dengan semangat yang menggebu, membuatnya terkoyak, mengelupas pada keempat sisi tersudut, gambar berubah buram, dan ini adalah awal buku yang baik, tetapi lembarannya jauh usang, seperti bagian pada akhir cerita yang baru selesai dibaca.
Namun ini bukan tentang buku baru, aroma sampul yang memabukkan ketika plastik pembungkus baru saja ditanggalkan, sisi buku yang masih berdiri tegak, ini hanya seperti buku tua di sudut perpustakaan yang akan menjadi buku baru untuk individu baru yang menemukannya.
Jungkook kembali bukan sebagai buku baru yang terlepas dari jerat plastik bening, dia baru saja kembali sebagai individu yang menekuk bagian awal buku. Kepalanya berdenyut, seluruh tubuhnya terasa seperti baru saja disiram minyak, tidak, lebih tepatnya dia yang dilempar ke dalam kolam berisi minyak tanah. Api menyambar sulur dan ia terbakar.
Jika dikalkulasikan dengan baik, dia sudah berpikir hampir sebanyak ratusan, ah tidak, tetapi ribuan kali banyaknya, tetapi hal itu tidak akan mengubah segala sesuatunya. Isi kepalanya bercokol hebat, dan dia berusaha menggali pikiran baik bahwa mimpi di dalam perjalanan pulang adalah hal paling buruk.
Namun untuk semuanya itu, Jungkook tahu bahwa ia tidak sedang bermimpi. Bodoh.
Dia tidak kembali semalam, menimbulkan kekhawatiran, menciptakan praduga, dan menghasilkan hal buruk lain di luar sana.
"Darimana saja kau semalam? Ponselmu tidak aktif, lalu mengapa kembali dengan wajah yang seperti baru saja melihat hantu? Dimana jaketmu?" itu adalah Taehyung.
Kedua tangannya memegang kedua sisi pinggang, terlihat marah tetapi sesungguhnya ia hanya ditelan rasa khawatir. Dia tidak berdiri sendiri, di sana ada empat yang lain, menunggu dengan wajah sama cemas serta kepala berkedut pening setelah terjaga semalaman.
Si termuda baru saja kembali bersama wajah tak karuan. Bukan tentang dipukuli atau semacamnya hingga membuat wajahnya babak belur, ini hanya sebuah ekspresi hebat yang membuat kelima wajah lainnya menatap dengan wajah penuh konklusi tentang apa yang baru saja Jungkook lakukan.
"Kau bertemu Park Jimin? Ia mencarimu semalaman dan kupikir sekarang ganti dia yang menghilang." Hoseok berkata dengan kerongkongan kering, melirik Taehyung yang masih menatap si bungsu dengan tatapan instens, seolah mencari kesalahan baik yang baru saja terjadi.
"Apa yang terjadi? Kau terlihat seperti baru saja melakukan dosa besar."
Kedua dari lima itu terus menerus meracau dalam keadaan panik setengah limbung. Isi kepala melayang pergi, kantuk mendominasi, tetapi lebih dari itu semua khawatir dan penasaran adalah peran penting saat ini, bertanya dengan pertanyaan yang sama meski jawabannya seperti sulit untuk ditemukan atau Jungkook yang tidak mengatakan apapun setelah setengah jam bersua, hanya tak bergeming dengan mata berair.
Sekali lagi dengan pertanyaan yang sama, tetapi terdengar cukup lembut pada telinga, berhasil mencuri atensi yang ditanya, melempar irisnya yang terpekur pada perasaan bersalah dan apapun itu tentang kebodohan. "Jung, kita sedang bertanya karena khawatir padamu. Darimana saja kau semalam? Lalu apa yang kau lakukan? Kau terlihat berantakan." Seokjin baru saja melangkah mendekat saat mendengar pintu depan terbuka.
Itu Park Jimin.
Dia melangkah pasti setelah menanggalkan sepatu hitam dan meletakkannya pada rak di sudut pintu masuk, ikut bergabung bersama keenamnya, menatap wajah itu satu persatu, intens dan seolah bersuara bahwa dia yang kembali lebih terlambat setelah semalaman mencari Jungkook tengah membawa jawaban untuk semua orang di sana.
Dia berdiri sedikit ke tengah, semua yang berada di dalam ruangan itu serentak bungkam dan bersuara melalui hati. Apa yang sebenarnya terjadi?
Kantung palstik di dalam genggaman perlahan dibuka, seluruh isi ruangan mendadak semakin ditelan hening yang mencekam. Mulut sekejap beku dan bungkam, kendati demikian permainan napas terdengar saling memantul penuh teror saat Jimin berhasil mengeluarkan sebuah pakaian.
Pakaian itu basah, ada bau anyir di sana, bukan darah, seluruh bagiannya koyak, dan poin utama dalam hal ini adalah; itu pakaian perempuan.
"Jungkook tidak kembali karena mabuk. Kesadaran menghilang, seorang perempuan, dan sebuah kesalahan di pagi hari." Jimin mengatupkan irisnya lambat, menarik napas seolah-olah seluruh orang di dalam ruangan baru saja saling berebut menyedot habis seluruh stok oksigen di sana.
Ia berdiri dengan napas yang terasa sesak, berusaha menjadi pion catur di depan Jungkook bersama poin penting yang hebat.
"Jungkook memperkosa seseorang."<>
KAMU SEDANG MEMBACA
End And Beginning
FanfictionJimin pikir keputusannya untuk pergi dari Busan, meninggalkan kampung halaman termasuk cinta pertamanya untuk datang ke Seoul dan menjadi seorang penyanyi adalah ide yang luar biasa. Di sana ia berhasil meraih kesuksesan besar, juga meraih sebuah ke...