12. The Strongest Side

9.8K 1.7K 545
                                    

Jungkook mungkin hampir merangsek maju, menghapus jarak tak peduli apa konsukuensinya dan meraih gadis itu untuk digenggam atas apa yang sudah ia lakukan. Membawa pergi isi otak da perasaannya? Ya, seperti itu kira-kira. Tetapi jangankan bergerak seperti itu, menggerakkan kedua kakinya sejauh dua inci saja dia benar-benar tidak sanggup. Pemuda itu hanya mengutuk diri sebanyak hampir beberapa kali saat menyadari bahwa ia sendiri tengah dibuat bingung hendak melakukan apa.

Kemungkinan besarnya, Jungkook sudah berada di sana kira-kira selama hampir satu setengah jam lamanya. Hanya menatap melalui celah kaca di atas pintu; tidak masuk dan tidak juga pergi. Ia berulang kali melirik koridor yang Nampak lenggang, merasa gemas setengah mati sebab takut dicurigai. Jangan konyol. Untuk datang ke tempat ini saja dia perlu setidaknya beberapa jam hingga seisi rumah sakit jatuh terlelap di dalam balutan mimpi yang manis, kemudian menerobos masuk dengan pakaian serba gelap, tak lupa masker dan topi hitam─terlihat seperti seorang teroris yang tengah membawa sebuah bom bunuh diri masuk ke dalam sana.

Namun, kini satu-satunya yang dapat ia lakukan hanya berdiri terpaku di tempatnya, menatap bagaimana Jimin dengan telaten menyuapi Seolbi, membasuh kulitnya pelan, juga memotongkan buah sembari bercerita dengan mata yang membengkak. Jungkook hanya menduga bahwa mereka menghabiskan malam dengan berbagi tangisan bersama. Sial sekali. Padahal Jungkook sudah datang ke sana dengan susah payah, setidaknya beri dia sedikit kesempatan untuk dapat menemui gadis itu.

Satu-satunya alasan, ah, tidak, mungkin dua adalah Jungkook ingin memastikan sesuatu. Ia hendak memastikan apakah yang ia dengar tempo hari dari mulut Jimin adalah sebuah kebenaran atau mungkin hanya sebuah bualan. Tetapi ketika ia melihat Seolbi terlihat mencoba sebisa mungkin menelan makanan yang Jimin suapkan padanya─kendati merasa mual setengah mati, ia agaknya menjadi sangsi bahwa apa yang Jimin katakana padanya adalah sebuah bualan.

Namjoon mengatakan sesuatu padanya semalam, sebeum seisi dorm terlelap bahwa ia harus memastikan sendiri bahwa apa yang mreka dengar itu bukan sebuah bualan omong kosong yang Jimin lontarkan. Jadi Jungkook benar-benar datang ke sana, mungkin sekaligus untuk menemui gadis itu lagi.

Mengetukkan ujung sepatunya ke atas lantai, Jungkook agaknya mulai merasa jengah, tetapi seperti keberuntungan baru saja jatuh di atas kepalanya, Jimin berjalan menuju pintu, Jungkook buru-buru bersembunyi di ujung koridor, diam di sana sejenak saat melihat Jimin berjalan menjauh, kemudian menghilang dari balik pintu lift yang menutup. Apa Jimin Hyung sudah benar-benar pergi?

Daripada ikut pergi, Jungkook agaknya memilih untuk kembali diam di depan pintu, masih berusaha mencerna situasi, meyakinkan dirinya sendiri untuk masuk dan menemui gadis itu, tetapi sebelum ia benar-benar melakukannya, biar Jungkook menarik napas sejenak, merasakan telapak tangannya nyaris berkeringat hebat kemudian menggumam di dalam hati, semoga saja ini tidak seperti kemungkinan terburuk yang sejak semalam ia pikirkan hingga nyaris tidak tertidur.

Baiklah, sekarang Jungkook benar-benar melakukannya. Ia membuka pintu pelan, Seolbi masih terlihat memejamkan kedua mata saat ia masuk dan berhenti sebentar di sisi tempat tidur demi menatap gadis itu lamat.

Jungkook tidak pernah berpikir untuk mencerna kembali situasi, ia lebih sering bertindak gegabah, terhitung sembrono. Kali ini ia masuk kemudian menghampiri Seolbi tanpa memikirkan apapun, seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu yang buruk diantara mereka.

"S-seolbi?" Dia berujar pelan. Pelan sekali, nyaris setengah berbisik tetapi Seolbi bisa mendengarnya dengan amat baik.

Kedua netra gadis itu terbuka perlahan, setengah merasakan jantungnya nyaris meluncur bebas menemui permukaan lantai, ia nampaknya bergerak panik ke sisi tempat tidur─nyaris membuatnya terjungkal. "A-apa yang kau lakukan di sini?"

End And BeginningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang