22. Uncontrollably

8.2K 1.3K 452
                                    

Park Jimin pernah mengatakan, bahwa dia pernah berkencan sekali saat duduk di sekolah menengah atas. Hal itu diungkapkannya saat interview untuk sebuah majalah Jepang yang sempat mengorek sedikit perihal kehidupan asmara semua member. Itu terjadi saat tahun 2016, sekitar empat tahun yang lalu, saat semuanya mulai baik-baik saja bagi karir, member, dan perusahaan.

Ada hal yang ia sesali saat itu. Andai saja Jimin dapat memutar waktu, walau hanya sesaat, rasanya ia ingin kembali pada waktu itu, kemudian mengatakan dengan mantap (mungkin sedikit ambigu) bahwa dia pernah berkencan sekali, dia memiliki seorang kekasih di Busan sebelum dirinya pergi ke Seoul untuk audisi dan bergabung bersama perusahaan. Seharusnya dia mengatakan bahwa mereka tidak pernah berakhir. Jimin bisa mengatakan bahwa hubungan mereka berakhir begitu saja karena keadaan, jadi, jika sewaktu-waktu keadaan tidak lebih buruk dari saat ini, dia mungkin punya setidaknya satu hal yang bisa dia pakai untuk lebih percaya diri berdiri di hadapan Seolbi saat ini.

Apa yang dikatakan Namjoon tempo hari memang benar. Dia seharusnya malu untuk bersikap seolah-olah baru saja menjadi seorang kekasih superhero yang baik. Sebab, dia sejak awal sudah menjadi seorang pecundang.

Seorang pecundang yang hidup dengan melarikan diri, menjadikan karir sebagai alasan, kemudian berhenti menghubungi dengan alibi sibuk.

Seharusnya dia tidak melakukan hal tersebut. Seharusnya Jimin bisa sedikit lebih baik dari itu. Tetapi faktanya, setelah semua hal ini terjadi dirinya seolah-olah menjadi individu yang sangat terluka. Mengatakan pada semua orang tanpa rasa malu bahwa dia adalah kekasih gadis malang itu. Berdiri dengan rasa percaya diri melebihi batas saat membela diri, melemparkan kesalahan sepenuhnya pada Jungkook.

Memikirkan fakta itu sepertinya membuat Jimin sukses menelan rasa malu secara utuh, sampai rasanya seolah perutnya sudah tidak mampu menampung semua itu dan meminta untuk dikeluarkan secara paksa.

"Hyung, apa jadwal hari ini sudah selesai?"

Sejin melirik Jimin sejenak melalui kaca spion depan, menatap pemuda yang terlihat jauh lebih kurus itu sejenak sebelum menjawab pelan, "Jadwal hari ini selesai saat kau menyelesaikan wawancara." Diam sejenak, rasanya Sejin ingin melakukan sesuatu agar suasana di sana membaik seperti sedia kala. Rasanya semua yang terjadi sudah menciptakan banyak jeda panjang yang tak tergapai. "Kau ingin makan sesuatu sebelum kita kembali? Ah, apa kau ingin sesuatu yang lain?"

Jimin mengaitkan jemarinya. Untuk sesaat terdiam, tetapi kemudian tidak dapat menahan diri untuk tidak mengutarakan hal tersebut. Meski mungkin akan ditolak mentah-mentah, Jimin mungkin bisa mencobanya sekali saja. "Apa aku bisa menemui Seolbi?"

Benar. Sejin sudah menduganya. "Kau yakin akan baik-baik saja jika menemuinya?"

Si pria menyahut cepat, "Tentu. Aku akan melakukannya dengan cepat."

Sejin mendadak terdiam. Sejenak berpikir apakah keputusannya sudah tepat, lantas melanjutkan, "Aku dengar Jungkook masih di sana. Anak itu berada di sana setiap malam dan hari ini dia menyelesaikan wawancara dengan cepat karena tahu bahwa Seolbi akan keluar besok selepas makan siang. Apa kau yakin?"

Ah, ada Jungkook di sana rupanya. Tentu saja. Tentu saja harus begitu semestinya. Sama seperti dirinya, Jungkook juga punya alasan kuat yang tak bisa ditampik untuk menemui Seolbi. Toh, sejak awal, Jimin sudah melepaskan tempat itu untuknya. Lantas mengapa sekarang dia rasanya sangat menyesali hal tersebut? Apa dia tidak percaya pada Jungkook? Entahlah. Jimin sendiri tidak mengerti.

"Sekali." Melarikan pandangannya pada permukaan air sungai Han yang bergerak tenang di sisi jembatan, Jimin kemudian menyunggingkan seulas senyum sebelum membawa pergi seluruh konsentrasi pada otaknya. "Aku hanya ingin melihatnya dari jauh. Hanya sekali saja."

End And BeginningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang