CELOTEH KELIMA

9 3 0
                                    

Hujan yang turun cukup deras membuat perhatian saya sedikit teralihkan. Menilik keluar jendela angkutan umum yang sore ini saya tumpangi, memperhatikan sederetan orang bersembunyi dari derasnya hujan. Ada yang berdiri di depan toko, di halte bus, atau bahkan duduk di warung kecil pinggir jalan. Ekspresinya sama, --datar.

Saya mengalihkan pandang ke seberang kursi yang saya duduki, memperhatikan seorang gadis atau entahlah, dia seorang perempuan, dengan rambut hitam kecokelatan yang dikuncir cepol. Saya terus memperhatikannya tanpa si empunya raga terusik atau merasa risih sedikitpun, hingga saatnya dia turun pada tempat tujuan, masih saya perhatikan bagaimana caranya berjalan. Jalannya anggun, badannya tinggi semampai, kulitnya putih, meski wajahnya tertutup masker namun saya yakin dia cukup cantik dan menarik.

Kini saat saya sendirian di dalam angkutan umum tanpa satu orang pun penumpang, memperhatikan kendaraan yang saling bersahutan klakson, saya teringat akan seorang laki-laki yang 'katanya' mencintai saya, saya teringat akan sosoknya yang hampir empat tahun lamanya saling tak berjumpa raga, teringat akan suaranya yang selalu menggema menyebalkan karena caranya berbicara begitu congkak namun dalam sisi yang sama juga dapat membuat hati saya terasa digelitiki. Saya bertanya-tanya dalam hati akankah ketika dia menemui saya setelah empat tahun tak berjumpa, rasa cintanya kepada saya akan tetap sama? Atau malah bertambah? Atau justru berkurang dan seketika hilang? Menyadari bahwa saya bukanlah sosok yang sempurna untuknya. Melihat ke dalam diri saya dan apa yang saya miliki, begitu bertolak belakang dengannya. Dia yang memiliki pesona luar biasa, dia yang memiliki segudang harta kekayaan, dia yang akan segera merintis bisnis barunya. Dia yang 'wah' dan saya yang 'lah'.

CelotehTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang